Mantan teroris, Nasir Abbas

Cerita Nasir Abas Saat Kunjungan ke Jambi, Mantan Teroris yang Kembali ke Jalan yang Benar

Posted on 2016-06-01 09:07:33 dibaca 4169 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI-Nasir Abbas, mantan teroris. Pria asal Singapura ini juga pernah memimpin gerakan radikal di Asia Tenggara. Dulunya siap mati membasmi orang yang dianggap tidak sepaham dengan ideologiny. Kini Dia siap mati untuk melawan teroris. 

Nasir Abbas merupakan mantan pimpinan Mantiqi III gerakan pendukung militer Jamaah Islamiyah di Asia Tenggara. Wilayahnya meliputi Indonesia, Philifina, Malaysia dan Singapura. Dia berasal dari kelompok Jamaah Islamiah (JI) yang kini bersatu dengan kelompok ISIS. 

Dia hadir dalam kegiatan komitmen penolakan teroris yang diadakan Polda Jambi di Hotel Novita, Kota Jambi, kemarin (31/5) pagi. Memakai kaca mata, baju kemeja putih dan celana hitam. 

"Saya asli melayu Singapura. Saya ke Jambi serasa pulang ke kampung Saya. Hampir semuanya sama. Saya bagaikan pulang kampung di sini," ujarnya dengan logat melayu. 

Menurutnya, umat islam adalah umat yang pemberani. Tetapi kelompok radikalisme, menjadikan mati itu adalah satu-satunya. Allah meminta umatnya memikirkan akhirat dan jangan meninggalkan dunia. 

"Tapi kalau teroris ini hanya memikirkan akhirat. Bahkan dipikirannya hanya siap mati untuk berjihad. Padahal itu salah," bebernya. 

"Saya dulu juga begitu. Siap mati. Sekarang juga siap mati. Tapi untuk memberantas aksi radikalisme," tegasnya dihadapan hadirin yang hadir. Sontak, ucapannya itu mendapatkan tepuk tangan. 

Dia menjelaskan, teroris tidak muncul tiba-tiba. Tapi ada panutannya. Pertama Usamah Bin Laden yang menjadi pemuka di seluruh Dunia. Di Indonesia ada Abu Bakar Baasir dan Aman Abdurrahman. 

Mulai dari itu, Dia bercerita pengalamannya saat bergabung dalam kelompk radikal. Dia 6 tahun berada di Afganistan. Dari prajurit hingga menjadi pimpinan. Dia menguasai Bahasa Arab, Inggris, Melayu, Philifina. 

"Saya umur 18 tahun berangkat ke Afganistan. Siap mati untuk berjihad yang ternyata di jalan yang salah," cerita pria berkaca mata ini. 

Di Afganistan, dirinya sekolah di Akademi Militer. Mulai dari menjadi prajurit hingga menjadi pelatih. Menurutnya, semua persenjataan dilatih sampai mahir. Berikut juga merakit bom. 

Idiologi yang ditanamkan dan menjadi penyemangat saat latihan adalah siap mati. Semua siap ditinggalkan. Bahkan, keluarga. Kala itu, yang ada di dalam benaknya adalah siap mati. 

"Jadi, kalau aparat tidak setiap mati. Tidak mungkin bisa membasmi teroris," ucapnya. 

Selanjutnya, Dia dipercaya memimpin kelompok radikal di Asia Tenggara dan melatih beberapa teroris yang hingga saat ini berkeliaran. Diantaranya, pelatih Santoso bernama Haris, Aman Abdurrahman. Bahkan juga kelompok Abu Sayyaf. Tidak hanya itu, Dulmatin, Imam Samudra, Ali Imron, juga muridnya. 

Dia tertangkap setelah kejadian Bom Bali I. Dia menuturkan, saat tertangkap dirinya siap mati. 6 petugas bersenjata melakukan penyergapan, tapi masih melakukan perlawanan. Dia berharap ditembak. 

"Saya sudah siap mati. Di dalam pikiran Saya, Saya tidak mau tertangkap hidup-hidup. Lebih baik mati. Tapi Allah menghendaki Saya hidup," sebutnya. 

Tidak sampai disitu, saat berada di dalam penjara. Dua hari tidak menjawab pertanyaan dari petugas. Dirinya hanya mengucapkan "Astagfirullah". Dia masih merasa bisa melawan. Padahal tiga borgol melekat di tangannya dan kakinya dirantai. 

Dia terus berusaha untuk mati saat itu. Tapi ambisinya gagal. Tiba-tiba Dia merasa Allah mengingatkannya dengan ayat-ayat suci Alquran. Dimana apa yang didapatkan oleh mu karena ulah mu. 

"Hidayah yang membuat Saya mengingat ayat itu. Tidak ada orang lain. Tapi ingat sendiri," terangnya. 

Kedua, muncul lagi ayat. Takutlah kepada Allah karena berbuat zalim. Intinya membuat aksi bom atas nama jihad itu tidak benar dan itu adalah kezaliman. 

"Mereka melakukan aksi jihad di Bali. Itu bukan tempat zalim. Kenapa Saya, Saya tidak berbuat zalim. Yang terkait juga kena. Mereka anggota JI tapi Saya juga sama. Mereka meledakkan bom menggunakan ilmu yang Saya berikan," sebut pria yang saat ini tengah mengurus pindah kewarganegaraan ke Indonesia. 

Hidayah ketiga datang lagi. Saat azan berkumandang, anggota Brimob yang melakukan penjagaan pamit untuk Shalat di awal waktu. "Saya sendiri shalat tidak di awal waktu. Tapi mereka Salat. Apakah mereka zalim. Mereka juga puasa Senin-Kamis. Saya tidak. Disitu saya sadar. Bagaimana saya bisa mengkafirkan orang lain yang tidak berjihad di jalan kami. Ini menyentuh hati saya dan memutuskan kembali ke Islam yang rahmatan lil alamin," bebernya. 

Kini Dia terus memberikan motivasi dan membantu pihak kepolisian dalam memberantas aksi terorisme. Bahkan, saudaranya yang menjadi terpidana mati bom Bali, Muklas sudah menyebut dirinya Kafir karena bersekutu dengan pemerintah memberantas teroris. 

"ISIS sudah menjadi wabah. Di seluruh Dunia ada. Tidak bisa hanya pemerintah. Tapi masyarakat juga harus ikut berperan," tandasnya. (pds)

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com