Amri Ikhsan.

Yang Tidak Baru di Era Kenormalan Baru

Posted on 2020-06-10 14:06:32 dibaca 9746 kali

Oleh: Amri Ikhsan

Norma baru adalah hidup dengan protokol kesehatan: cuci tangan sesering mungkin setidaknya selama 20 detik, jika batuk/bersin arahkan ke lipatan siku, bersihkan dan disinfeksi benda yang sering disentuh, tetap di rumah, pakai masker bila keluar dari rumah, hindari menyentuh wajah, jaga jarak fisik dengan orang lain (physical distancing).

Bukankah itu semua sudah pernah diajarkan orang tua kita, atau guru guru kita di sekolah atau di madrasah?

Pertama, pakai masker, mengenakan masker bisa jadi kedepannya menjadi kewajiban yang harus dilakukan dan ini diatur oleh negara/pemerintah. Benarkah pakai masker kebiasaan baru? .

Di kota padat, seperti Jakarta dengan tingkat polusi udara berada di zona merah, memakai masker semestinya menjadi keseharian. Hal itu sudah banyak dilakukan masyarakat Jakarta sehari-hari (Republika). Menutup wajah dengan syal, kerudung, atau masker menjadi cara untuk menangkal penyakit di beberapa belahan dunia hingga epidemi tersebut hilang di akhir tahun 1919. (kompas). Dibeberapa daerah waktu bencana kabut asap akibat kebakaran hutan, masyarakat juga sudah terbiasa memakai masker.

Kedua, cuci tangan, Apa kebiasaan sesuatu yang baru? Sekitar 98 persen penyebaran kuman di tubuh bersumber dari tangan kita sendiri. Menjaga kebersihan tangan salah satu upaya terhindar dari berbagai penyakit.

Tangan merupakan bagian dari anggota tubuh yang sering bersentuhan. Si tangan juga digunakan untuk memegang dan memasukan makanan atau minuman ke dalam mulut. Menjaga kebersihan tangan baik di kantor, sekolah, atau dimanapun merupakan hal yang sangat penting jika ingin terhindar dari sakit.

WHO juga menyatakan bahwa kedua tangan kita merupakan jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh. Itu sebabnya, selain menjalankan gaya hidup sehat, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun akan mengurangi dan mencegah timbulnya penyakit. Banyak manfaat mencuci tangan yang sayang jika kita abaikan.

Berkaitan dengan menjaga kebersihan setelah dari luar rumah, sebenarnya Indonesia memiliki kearifan lokal yang sudah ada sejak lama. Kearifan lokal itu bernama gentong atau tempayan berisi air yang terbuat dari tanah liat.

Di masa lalu, gentong biasa diletakan di depan rumah. Posisinya di luar pagar sebelum masuk ke pekarangan. Fungsinya untuk membersihkan diri seperti mencuci tangan, kaki, dan membasuh muka. (goodnewsfromindonesia)

Ketiga, pysical distancing, jaga jarak. Batasan Interaksi Sosial di Tempat umum. Seperti di sekolah, tempat kerja, mall, supermarket, dan transportasi. Dulu orang orang orang tua atau guru mengaji sering menginggatkan kita untuk tidak bersentuhan apa lagi dengan yang bukan muhrim. Dulu jangankan bersentuhan, melihatpun dilarang, begitu ajaran orang tua kita dulu.

Kita dipastikan tidak nyaman apabila berdesakan ditempat umum, seperti di bis, berbelanja di pasar, antri dikantor pemerintah misalnya di kantor pos. Sering terlihat masyarakat antri di Kantor BPJS, dll. Sementara, menjaga jarak semestinya juga telah dilakukan untuk menjaga kenyamanan. Tidak adanya kewajiban menjaga jarak di transportasi umum menjadi contoh betapa tidak nyamannya transportasi publik.

Keempat, belajar daring, Pendidikan jarak jauh memiliki beberapa karakteristik dasar, yaitu: Pengajar dan peserta didik tidak berada dalam satu ruang yang sama saat proses belajar-mengajar berlangsung. Penyampaian materi ajar dan proses pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan media komunikasi dan informasi. Menekankan pada cara belajar mandiri namun ada lembaga yang mengaturnya. Keterbatasan pada pertemuan tatap muka.

Ternyata, Kemdikbud menyatakan bahwa pengembangan belajar daring sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia. Sejarah belajar daring sudah dimulai sekitar tahun 1980 di Tanah Air. (medcom.id)

Begitu juga dalam hal jumlah peserta didik dalam sebuah kelas tak jarang guru mengajar satu kelas 40-45 siswa. Proses pembelajaran tidak mengindahkan tujuan kualitas, hanya kuantitas. Jika di era kenormalan baru, jumlah siswa di dalam kelas dikurangi minimal 50%, itu sesuatu yang ideal. Covid-19 mengidealkan rasio jumlah siswa.

Kelima, dekat dengan keluarga. Tentu kita harus mencontoh cara Nabi dalam berkeluarga. "Khairukum, khairukum li-ahlihi wa ana khairukum li-ahlikum”: "Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluarga,".

Hadis ini merupakan ilustrasi bagaimana dekatnya beliau terhadap dengan keluarga. Penuh dengan cinta kasih, akhlak terpuji, hingga kebijaksanaan yang menaungi keluarga.

Begitu juga dengan pendidikan anak, tidak bisa dipungkiri guru terbaik bagi anak anak adalah orang tuanya. Cara mendidik dalam keluarga akan berpengaruh pada karakter anak, begitu ajaran orang tua dulu. Jadi dekat dengan keluarga bukan hal baru dilakukan.

Keenam, Social distancing, Memang manusia itu makhluk sosial. Apalagi dizaman teknologi, zaman mengunakan ‘aplikasi pertemanan’. Kuantitas teman yang ditandai dengan ‘jumlah like, comment dan subscribe’ menjadi salah satu tujuan pertemanan. Banyak orang ‘terjebak’ dalam pertemanan ‘palsu’ khususnya di media sosial. Akhir akhir ini, banyak nitizen melakukan hal hal ‘aneh’ agar mendapat ‘like and subscribe’ dari nitizen lain

Dari dulu orang orang tua dan ajaran agama untuk melakukan ‘social distancing’ dengan menguji teman baru dengan: uji akalnya, uji budi pekertinya, lihat perbuatannya, lihat akidahnya dan perhatikan cintanya pada dunia. (Al-Gazali)


Memang harus ada edukasi yang intensif dilakukan kepada masyarakat, agar masyarakat yakin dan percaya dengan protokol kesehatan tersebut. Kepercayaan dan keyakinan seseorang akan berpengaruh pada apa yanga akan diperbuat. Ketika seseorang percaya dan yakin dengan menerapkan protokol kesehatan berpengaruh positif bagi kesehatan dirinya, keluarga, kerabat, dan masyarakat di sekitarnya, ia akan ‘suka cita’ menjalankan aturan tersebut dengan tertib.
Sebaliknya, ketika seseorang percaya dan yakin dia tidak akan terpapar virus itu, atau dia yakin tanpa menjalankan protokol kesehatan virus akan mati dengan sendirinya. Orang-orang tidak akan secara disiplin menjalankan protokol kesehatan.

Masyarakat sekitar juga berperan dalam menyakin seseorang menerapakan protokol ini. Jika masyarakat di sekitarnya mendukung, bahkan memfasilitasi seseorang menjalankan protokol kesehatan, dia akan senang hati menjalankan norms ‘baru’ ini. Teman sekitar bisa memperkuat atau memperlemah niatnya menerapkan protokol ini. (diolah dari berbagai sumber)

Tugas kita selanjutnya adalah menyesuaikan diri dengan sesuatu yang pernah kita lakukan sebelumnya, tidak berat memang!

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com