Martayadi Tajuddin.

Relokasi Bandara dan Pelabuhan Jambi: Menata Ulang Arah Logistik Provinsi Menuju Era Indonesia Emas 2045

Posted on 2025-08-01 11:44:00 dibaca 1883 kali

Oleh: Martayadi Tajuddin

Saatnya Menata Ulang Arah Logistik Jambi: Menyongsong Peradaban Ekonomi BaruDalam arus kompetisi ekonomi global yang kian cepat dan terintegrasi, pembangunan infrastruktur logistik bukan lagi sekadar kebutuhan pelengkap. Ia telah menjelma menjadi nadi utama pertumbuhan wilayah — penentu daya saing, pemerataan, dan penopang masa depan ekonomi yang berkeadilan serta berkelanjutan.

Provinsi Jambi, dengan anugerah sumber daya alam melimpah — mulai dari minyak dan gas bumi, batu bara, kelapa sawit, hasil pertanian hingga potensi kelautan dan perikanan — sesungguhnya berdiri di atas fondasi kekuatan ekonomi strategis. Terletak di jalur tengah Sumatera yang berhadapan langsung dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka, Jambi memiliki posisi geografis yang sangat strategis untuk dikembangkan menjadi simpul logistik regional sekaligus koridor distribusi nasional penghubung kawasan barat dan timur Indonesia.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan Jambi belum mampu memaksimalkan potensi strategis tersebut secara optimal. Salah satu akar persoalannya adalah sistem logistik yang masih terfragmentasi, terbatas, dan kurang adaptif terhadap dinamika industri modern. Dua infrastruktur logistik utama saat ini — Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku — menghadapi keterbatasan serius dari aspek teknis, ruang, ekologis, dan sosial. Alih-alih menjadi pengungkit kemajuan, keduanya mulai menjadi bottleneck yang menghambat perjalanan pembangunan wilayah.

Bandara Sultan Thaha, yang terletak di jantung Kota Jambi, kini menjadi “bandara terkunci” — dikepung pemukiman padat, ruang udara terbatas, dan tanpa peluang ekspansi yang berarti. Di sisi lain, Pelabuhan Talang Duku berada dalam tekanan sosial-ekologis yang tinggi karena berada dalam kawasan Cagar Budaya Nasional Candi Muaro Jambi, yang memiliki nilai sejarah dan budaya luar biasa. Aktivitas pelabuhan di lokasi tersebut berisiko mengganggu konservasi cagar budaya dan memicu konflik sosial akibat polusi, kebisingan, serta lalu lintas kendaraan berat yang melewati permukiman penduduk.

Dalam konteks ini, wacana relokasi kedua moda logistik tersebut bukan lagi sekadar opsi, melainkan sebuah keniscayaan strategis. Kita tidak sedang berbicara soal perpindahan fisik semata, melainkan transformasi paradigma — bagaimana membangun sistem logistik Jambi yang modern, terintegrasi, berbasis potensi wilayah, dan siap menyambut tantangan masa depan. Relokasi menjadi pintu gerbang menuju peradaban ekonomi baru — yang lebih efisien, inklusif, dan berkelanjutan.

Waktu terus bergerak. Jika Jambi ingin ambil bagian dalam skenario besar Indonesia Emas 2045, maka saatnya berani menata ulang arah logistiknya — bukan untuk meninggalkan yang lama, tetapi untuk menjemput masa depan yang lebih cerah dan terarah.

Terjebak dalam Ruang dan Waktu: Saatnya Melepaskan Diri dari Jerat Ketidakmungkinan Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku memang simpul logistik vital bagi Jambi, namun keduanya seperti terperangkap dalam kerangkeng ruang dan waktu — tak mampu lagi menyesuaikan diri dengan percepatan zaman dan tuntutan pertumbuhan ekonomi modern.Bandara Sultan Thaha, yang selama ini menjadi pintu gerbang udara Provinsi Jambi, menghadapi tekanan spasial luar biasa. Letaknya yang menempel di pusat kota, dikelilingi permukiman padat, fasilitas umum, dan lalu lintas yang semakin padat, telah menjadikannya infrastruktur yang “terkunci” oleh tata kota lama yang tidak lagi kompatibel dengan tantangan masa depan. Ruang ekspansi fisik nyaris mustahil, sementara kekhawatiran keamanan penerbangan semakin meningkat akibat kedekatannya dengan kawasan padat penduduk dan aktivitas manusia yang padat di sekitarnya.

Di sisi lain, Pelabuhan Talang Duku, meskipun menjadi tulang punggung angkutan sungai dan kontainer utama, kini berhadapan dengan persoalan multidimensi. Lokasinya yang berada dalam kawasan Cagar Budaya Nasional Candi Muaro Jambi — situs peradaban Melayu kuno yang diakui dunia — menyebabkan konflik antara fungsi ekonomi, pengembangan pariwisata, dan pelestarian sejarah. Ditambah lagi, pelabuhan ini beririsan langsung dengan permukiman penduduk, memunculkan berbagai masalah sosial-ekologis seperti kebisingan, polusi udara, limbah, serta lalu lintas kendaraan berat yang menimbulkan ketegangan lingkungan.

Kedua infrastruktur ini kini berdiri dalam posisi stagnan: terlalu berharga untuk ditinggalkan, namun terlalu sempit untuk berkembang. Mereka adalah kerangka usang yang kelelahan menopang beban masa depan yang semakin kompleks. Inilah saatnya melepaskan diri dari jerat ketidakmungkinan dan mulai menyusun lompatan besar menuju sistem logistik yang relevan dengan semangat zaman dan kebutuhan generasi mendatang.

Menjemput Peluang, Bukan Sekadar Pindah Lokasi: Relokasi Sebagai Langkah Strategis Jambi ke Masa Depan Relokasi bukan sekadar memindahkan aset fisik ke titik geografis baru. Ia merupakan langkah strategis multidimensional yang mencerminkan visi pembangunan jangka panjang. Dalam konteks Jambi, wacana relokasi Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku harus dipandang sebagai bagian integral restrukturisasi sistem logistik dan ekonomi daerah — bukan solusi teknis semata atas keterbatasan ruang.

Bandara Bertaraf Internasional di Ujung Jabung: Memasuki Lintasan Perdagangan Global Wacana relokasi bandara ke kawasan Ujung Jabung, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, merupakan ide yang harus dilihat sebagai langkah strategis berdaya geopolitik dan ekonomi tinggi. Kawasan ini sebelumnya dirancang sebagai pelabuhan samudra dalam skema Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) dan memiliki akses langsung ke Laut Cina Selatan serta Selat Malaka — jalur pelayaran tersibuk di dunia, namun pembangunannya terseok-seok menuju grafik stagnan. Dengan lahan yang luas, minim gangguan permukiman, dan akses ke laut, kawasan ini sangat cocok dikembangkan menjadi bandara internasional baru yang futuristik dan berorientasi pada aerotropolis — pusat pertumbuhan ekonomi berbasis konektivitas udara.

Penempatan bandara internasional di kawasan ini akan membuka konektivitas udara langsung ke pasar global, mendukung pariwisata, ekspor komoditas unggulan Jambi serta produk hilirisasi industri. Bandara baru ini juga berpotensi menjadi hub logistik regional untuk wilayah Sumatera Timur, mendukung konektivitas barang dan penumpang secara simultan.

Secara geospasial, Ujung Jabung menawarkan buffer zone luas untuk pengembangan jangka panjang, memungkinkan integrasi dengan kawasan industri pelabuhan (seaport industrial estate), zona bea cukai (custom bonded zone), dan pusat logistik berikat (PLB). Model bandara masa depan bukan sekadar tempat pendaratan, melainkan simpul ekonomi yang menggerakkan wilayah.

*Muara Sabak sebagai Pelabuhan Terpadu dan Sentra Hilirisasi SDA*Di sisi lain, relokasi pelabuhan utama ke Muara Sabak menawarkan solusi ramah lingkungan dan sosial, sekaligus menjadi bagian grand strategy pembangunan wilayah timur Jambi. Terletak lebih jauh dari permukiman dan cagar budaya, Muara Sabak berpotensi besar untuk menjadi pelabuhan terpadu terintegrasi dengan Kawasan Industri Terpadu (KIT) berbasis sumber daya alam.

Pengembangan pelabuhan ini mendorong Jambi menjadi pusat hilirisasi, bukan sekadar pengumpul komoditas mentah. Pelabuhan besar di Muara Sabak, terkoneksi dengan kawasan industri, akan memungkinkan pengolahan gas alam, karet, CPO, batu bara, dan hasil perikanan di dalam provinsi, menciptakan nilai tambah, lapangan kerja, dan menurunkan biaya logistik nasional.

Langkah ini mendukung visi pembangunan koridor ekonomi berbasis sumber daya, dan sesuai dengan target Indonesia Emas 2045, Jambi dapat berperan sebagai simpul pertumbuhan ekonomi baru — penyeimbang Batam, Palembang, dan Pekanbaru dalam jejaring industri dan logistik nasional.

*Mengapa Harus Sekarang?*Menunda relokasi berarti memperpanjang beban struktural pada infrastruktur yang fungsionalnya telah usang. Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku kini ibarat kerangka besi berkarat — dulu kokoh, kini rapuh menahan ambisi masa depan. Memaksakan beban pada sistem stagnan akan menjerumuskan Jambi pada jebakan logistik, keterisolasian ekonomi, dan biaya sosial-ekologis yang makin mahal.

Kita hidup di era di mana waktu adalah komoditas paling berharga. Ketika negara lain berlomba menata sistem logistik dengan paradigma keberlanjutan, konektivitas global, dan green infrastructure, penundaan berarti tertinggal. Jambi tak boleh menjadi penonton dalam transformasi logistik nasional dan global.

Bonus demografi Indonesia diperkirakan mencapai puncak dalam satu dekade ke depan. Jika infrastruktur tidak adaptif dan ekspansif, kesempatan emas ini bisa hilang. Dengan relokasi bandara dan pelabuhan sebagai langkah awal, Jambi dapat membangun ekosistem ekonomi modern yang terhubung secara global, inklusif secara sosial, dan ramah lingkungan.

*Langkah Strategis untuk Masa Depan Jambi dan Indonesia*Relokasi Bandara Sultan Thaha dan Pelabuhan Talang Duku adalah refleksi keberanian dan visi maju Jambi. Melalui langkah strategis ini, Jambi berpeluang menjelma menjadi provinsi yang progresif dan adaptif di tengah tantangan global—siap merangkul era industri hijau, ekonomi sirkular, dan perdagangan bebas kawasan Asia-Pasifik yang semakin kompetitif. Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi juga transformasi paradigma dalam tata kelola dan integrasi sistem logistik yang lebih modern, efisien, dan berkelanjutan.

Dengan modal kekayaan sumber daya alam yang melimpah, posisi geografis yang strategis sebagai pintu gerbang Sumatera bagian tengah, serta kesadaran kolektif untuk berubah, Jambi memiliki semua prasyarat menjadi game changer dalam peta logistik nasional dan regional. Namun, peluang besar ini hanya dapat diwujudkan melalui keberanian mengambil keputusan visioner dan melompat keluar dari zona nyaman.

Wacana relokasi ini bukan ancaman terhadap identitas atau sejarah, melainkan panggilan untuk keberanian—keberanian membayangkan masa depan yang lebih baik, keberanian meninggalkan yang usang demi yang lebih adaptif dan berdaya tahan, serta keberanian mengawal langkah perubahan dengan komitmen penuh.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial-ekologis, relokasi ini juga menjadi momentum bagi Jambi untuk menciptakan ekosistem logistik yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga ramah lingkungan dan inklusif bagi masyarakat lokal.Waktu tidak menunggu mereka yang ragu. Di sinilah titik persimpangan antara stagnasi dan lompatan besar. Dan bagi Jambi, waktu berpihak pada mereka yang berani melompat.(MT)*) Pengamat Kebijakan Pembangunan Daerah, Infrastruktur, dan Lingkungan Berkelanjutan

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com