Ilustrasi: xpresi jambi ekspres
Naskah Gladiator Visual 300
Hai X-aholic, minggun kemarin Xpresi udah ngulik tentang film komedia. Nah, sekarang giliran pecinta film action nih. Xpresi bakal ngulik mengenai film The Legend Of Hercules. Film terbaru garapan sutradara Renny Harlin ini ngebuat dua cewek cantik ini terkesima, Anita Yasmin dan Shesha Annisa.
“Banyak banget nilai moral yang disampaikan dalam film ini. Recommended deh!” puji Shesa Annisa.
“Keren! Baik itu jalan ceritanya terus pemainnya juga oke banget,” timpal Anita Yasmin.
Meskipun di hujani berbagai pujian. Sayangnya film ini masih belum bisa memberikan reputasi yang lebih baik bagi kemampuan sutradara berkewaganegaraan Finalndia ini dalam mengarahkan filmnya. Dengan naskah yang ditulis oleh Harlin bersama dengan tiga penulis naskah lainnya, Daniel Giat, Giulio Steve dan Sean Hood, The Legend of Hercules terasa sebagai sebuah versi imitasi dari naskah cerita Gladiator (2000) yang disajikan dengan sentuhan tampilan visual a la 300 (2006).
Sebenarnya, bukan sebuah presentasi yang benar-benar buruk secara keseluruhan, namun kalau dibandingkan dengan betapa bervariasinya kisah petulangan dari karakter manusia setengah dewa asal Yunani tersebut, adalah cukup mengecewakan untuk melihat Harlin lebih memilih untuk menyusun dan mengeksekusi film The Legend Of Hercules menjadi sebuah film drama aksi yang tampil begitu datar dalam penceritaannya.
Meskipun mengisahkan mengenai sosok karakter yang kisah kehidupannya mungkin telah terasa begitu familiar bagi banyak orang, The Legend of Hercules sendiri menawarkan jalinan cerita yang cukup berbeda mengenai Hercules. Pada beberapa bagian, Renny Harlin memang mampu menghadirkan tampilan visual yang cukup memuaskan, khususnya yang melibatkan hadirnya adegan aksi yang mampu memacu adrenalin.
Keputusan Harlin untuk mengadirkan penceritaan The Legend of Hercules dalam ritme penceritaan yang cukup cepat juga terbukti berhasil membuat film ini masih mampu menghibur penontonnya. Namun, ketika Harlin terus menghadirkan adegan-adegan aksi tersbeut dalam tampilan yang serupa secara terus menerus, The Legend of Hercules nggak terhindarkan dari atmosfer penceritaan yang terasa begitu monoton.
Next, pemilihan Lutz untuk memerankan karakter Hercules jelas terasa masuk akal, karena aktor yang popular lewat seri film The Twilight Saga (2008 – 2012) tersebut memiliki penampilan fisik, terutama ototnya yang sangat mendukung. Sayangnya, untuk penampilan akting, Lutz tampil begitu datar. Penampilan tersebut nggak akan menimbulkan banyak masalah ketika Lutz hanya dihadirkan sebagai sesosok pemeran pendukung seperti dalam The Twilight Saga.
Namun untuk ditempatkan sebagai karakter utama yang hadir hampir di keseluruhan adegan film, Lutz memiliki kharisma yang kuat untuk mampu membuat penonton merasa tertarik dengan kehadiran karakter yang ia perankan. Lutz nggak sendirian. Kecuali Liam McIntyre dan Scott Adkins yang hadir cukup mengesankan, hampir seluruh pengisi departemen akting The Legend of Hercules hadir dalam kapasitas akting yang serupa dengan Lutz.
Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, Renny Harlin berhasil menutupi beberapa kelemahan ceritanya dengan mengeksekusi The Legend of Hercules melalui ritme penceritaan yang berjalan cepat sekaligus menghadirkan beberapa adegan aksi yang tergarap dengan baik dari sisi tampilan visualnya. Well, nggak sepenuhnya buruk namun jelas masih terasa mengecewakan akibat banyaknya potensi cerita film ini yang gagal untuk dikembangkan dengan baik.
sumber: xpresi jambi ekspres