Dana Rehab Untuk Bangun Gedung
Karena keterbatasan ruang mengajar, maka dana block grant untuk rehab tiga lokal (ruangan; red) madrasah diganti untuk pembangunan empat lokal. Alasan ini terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi rehab lokal gedung madrasah di Muara Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2009-2010, beragenda mendengarkan keterangan saksi.
Kepala Madrasah Nurul Amin (swasta) yang menjadi terdakwa, Darmawi, menurut saksi telah secara lisan telah melaporkan secara lisan ke tim monitoring dan Kasi Mapendam Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Laporan lisan bahwa rehab diganti bangun itu dilakukan setelah gedung selesai.
"Itu (bangun empat lokal; red) dilaporkan kepala sekolah setelah bangunan selesai. Jadi semua tujuh lokal," ujar Jefri Ishak, Kasi Mapendam Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, kepada majelis hakim tipikor yang diketuai Eliwarti, Selasa (30/7) kemarin.
Antara laporan tertulis dan lisan yang diberikan Kepsek itu berbeda. Laporan tertulis yang ditandatangani, menyebutkan rehab untuk tiga lokal. Sedangkan laporan lisan ada empat lokal baru yang dibangun. "Pembangunan karena keterbatasan ruang kelas. Kebutuhan ruang kelas adalah enam ruang," katanya.
Terkait perubahan itu, terdakwa Darmawi mengatakan sebenarnya permohonan untuk membangun lokal baru telah diajukaan ke Kemenag Kabupaten Tanjabtim jauh-jauh hari. Namun ternyata belum ada jawaban.
Berdasarkan petunjuk teknis (juknis) pengelolaan dan mekanisme pencairan block grant, menurut Jefri ada aturan bahwa dana block grant tersebut untuk membangun tiga lokal untuk masing-masing sekolah. Lantas apakah kepsek memiliki kewenangan melakukan perubahan dari proyek rehab menjadi bangun gedung baru? "Penggunaan dana diserahkan ke sekolah madrasah," katanya.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa dana rehabilitasi digunakan bukan untuk penambahan ruang. Penambahan empat lokal itu diketahui ketika monitoring kedua.
"Hasil evaluasi rapat hasil monitoring kedua, kalau itu ada bisa dipertanggungjawabkan untuk masyarakat tidak mengapa," lanjutnya.
Saksi lain yang merupakan tim monitoring, Said, melakukan monitoring ketika pekerjaan berjalan. Saat itu, dia mengetahui ada proyek bangunan baru yang bertingkat. Namun proyek yang seharusnya rehab bukan bangunan baru itu tidak dilaporkan ke atasan "Saya melaporkan ke atasan soal pembangunan, tapi secara lisan. Dijawab kalau itu diserahkan ke pihak sekolah," kata Said.
Sidang kemarin menghadirkan tiga saksi. Yaitu Kakan Kemenag Tajabtim, tim monitoring dan Kasi Mapendam Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Majelis hakim kemudian menunda sidang sampai dengan Selasa (20/8) dengan agenda mendengar keterangan saksi.
Kasus rehab madrasah nilai proyeknya sekitar Rp 274,500 juta. Diduga, terjadi kerugian negara akibat dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya oleh yang bersangkutan, Rp 82,177 juta.
Rencananya, proyek tersebut membangun tiga lokal, namun ternyata malah dibangun empat lokal yang dibangun. Ahli yang telah diminta keterangan oleh penyidik mengatakan bahwa kerugian yang terjadi dihitung secara kualitas, bukan kuantitas.
sumber: jambi ekspres