Ilustrasi.

Pemulangan Eks Kombatan ISIS Indonesia Harus Ditelaah Lebih Arif dan Adil

Posted on 2020-02-11 10:47:00 dibaca 5383 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti pemerintah harus super teliti dalam upaya pengembalian eks kombatan ISIS asal Indonesia. Pemerintah harus bisa memilah-milah mereka.

“Kalau dari sisi kemanusiaan, banyak dari mereka ini bukan orang yang menjadi istilahnya betul-betul kombatan ISIS,” katanya di Jakarta, Senin (10/2).

Dikatakannya, tidak sedikit dari mereka yang tidak tahu diajak bergabung dengan ISIS. Karenanya, persoalan eks ISIS tersebut jangan dipukul rata. Sebab beberapa dari mereka memerlukan bantuan kemanusiaan.

“Nah kalau kemudian semua dipukul rata tidak adil,” katanya.

Disebutkannya, banyak pihak dari negara lain yang memberikan bantuan kepada eks ISIS. untuk itu, sebaiknya Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan pendekatan kemanusiaan.

?????

“Jika mereka masih memiliki paspor Indonesia maka sejatinya mereka masih memiliki hak kembali ke Tanah Airnya,” katanya.

Selain itu, Mu’ti juga mengakui secara politik terdapat pihak yang khawatir dengan wacana pemulangan eks ISIS. Namun, perlu ada solusi atau jalan tengah untuk mengizinkan mereka ke Indonesia dalam masa tertentu.

“Sampai ke masa tertentu ketika secara ideologi mereka kita anggap belum memiliki istilahnya kesetiaan kepada Pancasila ya mungkin perlu dilakukan rehabilitasi atau apapun namanya, pembinaan politik begitu. Tapi jangan ditolak masuk ke Indonesia,” katanya.

“Maka biarlah mereka masuk ke Tanah Air dan mereka diberi pembinaan agar secara politik mereka setia kepada Pancasila NKRI dan UUD 1945,… Semacam karantina politik lah, saya kira mungkin ada karantina politik sebagai jalan tengah,” lanjutnya.

BACA JUGA: Cuaca Buruk, Harga Ikan Naik

Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho dalam keterangannya meminta pemerintah harus arif terkait rencana pemulangan eks kombatan ISIS.

“Kita harus lihat niat si eks ISIS tersebut, dia kan selama ini sudah tidak menghargai negaranya sendiri. Bahkan, dia berjuang untuk negara lain,” katanya.

Menurut dia, hal tersebut merupakan suatu kondisi yang harus dijadikan pertimbangan. Apakah harus dilindungi atau sebaliknya.

“Kalau sebagai bagian dari warga negara, iya patut, tapi pemerintah harus betul-betul selektif memberikan pelajaran. Artinya, negara itu punya kemampuan untuk melindungi dan juga mendidik,” ucapnya.

Menurutnya, para eks kombatan harus sadar dengan apa yang dilakukannya.

“Dalam hal ini, itu merupakan pendidikan yang dikemas menjadi punishment biar sadar, sehingga ke depan tidak lagi muncul pemikiran-pemikiran seperti ini (masuk ISIS) lagi. Ini menjadikan sejarah kelam bagi warga negara Indonesia yang tidak punya prinsip,” tuturnya.

Terkait dengan anak-anak, Hibnu berharap pemerintah juga bersikap arif agar jangan sampai masa depan anak-anak itu menjadi tidak jelas.

“Saya kira itu bagian dari pemerintah untuk bisa melakukan pembinaan kepada generasi-generasi yang akan datang supaya tidak mengikuti orang tuanya. Oleh karena itu harus ada deradikalisasi, harus ada penyesuaian pola pikirnya (mindset) karena mereka ada di dalam NKRI, harus dicekoki dulu. Tanpa itu, enggak mungkin, dan itu perlu waktu lama, nah itulah tantangan kita,” katanya

Sedangkan Peneliti Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gadjah Mada, Mohammad Iqbal Ahnaf menilai wacana tersebut bisa dimanfaatkan untuk memperkuat kampanye kontra-radikalisasi.

“Wacana ini bisa dipahami sebagai cara kita memerangi radikalisme. Harusnya ini menjadi pelajaran atau pesan bagi masyarakat kita bahwa bergabung dengan ISIS adalah sebuah kesalahan yang besar, bukan hanya ISIS saja tapi juga kelompok ekstremis lainnya,” katanya.

Dia juga menilai perlu dibuka perspektif bahwa kemungkinan tidak semua WNI yang bergabung dengan ISIS dilandasi atas kemauan sendiri.

“Bisa saja, yang berangkat ke sana karena dibawa kemudian mengalami proses radikalisasi di sana, atau ke sana karena tertipu,” kata dia.

Jika wacana tersebut direalisasikan, dia berharap pemerintah dapat memprioritaskan anak-anak dan kaum perempuan.

“Utamanya kaum perempuan, apalagi anak-anak. Jangan-jangan ada anak-anak yang lahir di sana,” kata Iqbal.

Namun, ada tahapan ketat yang harus dilalui. Mereka harus menjalani proses screening (penyaringan) yang bisa dilakukan bekerja sama dengan pemerintah Suriah.

“Kemudian ketika sampai di Indonesia, mereka juga tidak bisa serta merta bergabung dengan masyarakat. Harus ada proses karantina atau pembinaan dulu sampai benar-benar hilang pengaruh buruknya,” kata Iqbal.

Terpisah, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan pemerintah hendaknya mengacu pada aturan UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan. Berdasarkan UU tersebut orang asal Indonesia yang tergabung atau pernah tergabung ISIS secara otomatis dapat kehilangan status kewarganegaraannya.

“Kita masih mengacu pada UU Nomor 12/2006. Di pasal 23, disebutkan jelas soal warga negara yang kemudian berperang dengan di tempat lain di negara lain,” kata politisi Gerindra nin.

Pasal 23 huruf d UU Nomor 12/2006 menyatakan: WNI kehilangan kewarganegaraannya apabila masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.

Pasal 23 huruf f UU Nomor 12/2006 menyatakan: WNI kehilangan kewarganegaraannya apabila secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Terkait dengan anggota keluarga eks kombatan ISIS, dia menyatakan, masih perlu dikaji. (gw/fin)

Sumber: www.fin.co.id
Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com