Amri Ikhsan.

Ketika Covid-19 Mengubah Kebiasaan

Posted on 2020-05-11 13:19:41 dibaca 7593 kali

Oleh: Amri Ikhsan

Pandemi Covid-19 adalah realitas kehidupan yang telah menyungkirbalikkan tatanan kehidupan umat manusia. Makhluk kecil ini menyerang siapa saja, tanpa memandang gelar, jabatan, pekerjaan, jenis kelamin, umur, negara, agama, suku, dll. Ia menjadi musuh bersama yang harus dilawan dengan cara, salah satunya, memutus mata rantai penyebarannya.

Harus diakui, perkembangan virus corona sudah sangat mengkhawatirkan karena telah menyebar ke 34 provinsi di Indonesia. Orang yang terkonfirmasi positif, PDP, ODP, tingkat kematian akibat virus corona terus bertambah. Tidak dipungkiri orang yang sembuh, alhamdulillah, juga meningkat setiap hati.

Pemerintah telah berupaya keras untuk mengurangi penyebaran virus ini melalui berbagai kebijakan, termasuk menghimbau masyarakat untuk tetap tinggal di rumah, bekerja, belajar dan beribadah dari rumah, social dan physical distancing, melarang mudik dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibeberapa daerah.

Kebijakan tersebut berdampak pada perilaku masyarakat untuk beradaptasi dengan berbagai kebijakan dan pembatasan tersebut. Akibantya, wabah covid-19 benar-benar telah mengganggu secara lahir dan bathin masyarakat. Selain kekhawatiran akan anggota keluarga yang tertular covid-19, masyarakat juga sangat khawatir dengan persoalan ekonomi terutama terkait harga bahan makanan dan lapangan pekerjaan.

Bagi kita, kalau terpaksa keluar rumah harus menjalankan social distancing dan physical distancing, tidak boleh ‘mendekati’ kerumunan dan harus menjaga jarak dan jangan lupa pakai masker. Ditambah lagi dengan informasi ‘resmi’ dari pemerintah yang setiap hari seorang ‘Achmad Yurianto, memaparkan perkembangan penunggulangan virus ini dan update data terakhir jumlah yang positif, sembuh, yang meninggal, jumlah PDP, ODP, dan informasi lain.

Bolehlah dikatakan, pada masa pandemi ini sedang terjadi revolusi, perubahan yang terjadi secara cepat, pada aktivitas sosial masyarakat. Pandemi covid-19 melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru.

Agama, bagi umat Islam menyakini bahwa tempat yang paling makbul untuk beribadah adalah di masjid. Shalat berjamaah di masjid nilainya 27 derajat dari shalat sendiri. Masjid sebagai pusat ibadah harus 'mengalah' oleh kejadian pandemi ini. Kebiasaan ini ‘terpaksa’ dilakukan dirumah, tanpa mengurangi substansi dari ibadah itu.

Melaksanakan shalat Jumat bagi umat Islam yang berjenis kelamin laki-laki, baligh, berakal, sehat, muqim (bukan dalam perjalanan) hukumnya fardhu ‘ain. Ketika ada uzur seperti sakit, hujan lebat, ataupun pandemi maka kewajiban shalat Jumat gugur. Terkait merebaknya Covid-19, diharamkan bagi yang terpapar Covid-19 menghadiri shalat Jumat (termasuk shalat jamaah). (Buku Saku Fiqih Pandemi)

Begitu pula, semarak dan gempita Ramadhan tahun ini agak berbeda. Pandemi Covid-19 “memaksa” ibadah Ramadhan dilaksanakan dirumah. Salat wajib, Tarawih, tadarus al Quran, dan beragam kegiatan lain yang biasanya dilakukan di masjid atau musala kini harus dilakukan dirumah.

Diyakini, perubahan cara dalam menjalani ibadah itu tentunya tidak mengurangi esensi dan substansi Ramadhan. Puasa Ramadhan tetaplah yang ditunggu-tunggu umat Islam. Di dalamnya penuh rahmat dan ampunan. Pandemi Covid-19 ini idealnya tidak menyurutkan semangat kita menjalani ibadah di Ramadhan, meski tetap menjalani protokol kesehatan dan pembatasan sosial.

Bekerja, Selama ini dengan pakaian seragam rapi, diruang dan waktu yang sudah ditentukan. Dalam hal tertentu, ada perjalanan dinas ke daerah tertentu, ada meeting, ketemu ‘client’. Kondisi ini harus ditinggal untuk sementera waktu demi covid-19 ini. Kerja jarak jauh atau dari rumah menjadi cara yang harus diterima sebagai alternatif di saat pandemik.

Bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) menjadi solusi memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19 dengan meniadakan pertemuan face to face dan melakukan segala aktivitas di rumah.

Belajar/mengajar, terjadi di ruang kelas, dihadiri oleh siswa siswi yang pakai baju seragam, pelajaran diawali dengan doa, absensi, ada interaksi dan komunikasi, ada canda dan tawa, ada siswa yang dihukum, dipanggil orang tua, dll. Selama dalam kelas terjadi kontak fisik, guru bisa memuji, atau memarahi siswa, dll.

Ada guru yang ‘dipanggil’ ikut diklat, seminar dikota tertentu, ada pertemuan antar guru, ada seminar PTK, ada rapat, ada kegiatan seni, pertadingan olahraga. Tapi, itu semua tidak terjadi karena covid-19, pembelajaran harus daring, tidak ada rapat ‘fisik’, tidak salam dari siswa, tidak diklat, tidak ada ujian, tidak ada upacara demi virus ini.

Tatap muka dapat dilakukan dengan platform Zoom, Google Hangout, Webex, Whatsapp, dan lain-lain. Pemberian materi dan tugas dapat dilakukan melalui Google Classroom, Edmodo, Moodle, Schoology, Zenius, Ruangguru, Quipper, dll.

Berkomunikasi, Saat belum terjadi wabah pandemik Covid-19, kita seringkali disibukkan dengan aktivitas melalui komunikasi sosial yang dilakukan dengan kontak fisik atau tatap muka. Pada kondisi normal ini, rasanya ‘tidak sopan dan tidak elok’ menyampaikan ‘sesuatu’ pada atasan dengan media komunikasi atau media sosial. Tapi covid-19 ini melumrahkan komunikasi dengan media komunikasi.

Selama ‘berada dirumah’ kita memanfaatkan media teknologi untuk komunikasi. Memang kita belum terbiasa beralih dari ruang fisik ke ruang virtual. Jembatan komunikasi melalui media-media tersebut pastinya dapat memberikan nuansa baru dalam berinteraksi selama pandemi.

Sosial, Pertama, sekarang, semua berdiam diri, saling menghindar, saling menjaga jarak, seakan-akan kita berubah dari mahluk sosial menjadi mahluk yang egois. Rasanya kita sudah tidak mau lagi menerima kunjungan tamu, bahkan kunjungan keluarga sekalipun. Menyentuh sesuatu yang asing saat ini dapat membuat kita takut. Semua hal selain milik pribadi menjadi terlihat mencurigakan seolah olah ada virus.

Kedua, Biasanya berjabat tangan dan cipika-cipiki, saat ini harus kita dihindari dulu. Jabat tangan adalah tradisi yang ada selama ribuan tahun. Tetapi, sekarang ketika mengulurkan tangan, berarti mengulurkan senjata biologis yang mematikan.

Keluarga, bagi ASN dan pekerja lain berada ditempat kerja minimal 8 jam sehari belum termasuk waktu diperjalanan, pandemi ini memaksa kita ‘terkurung’ dirumah, produktif dirumah bersama keluarga. Merajut hubungan keluarga yang lebih erat, makan bersama, beribadah bersama, menemani anak belajar, yang jarang dilakukan selama masa normal.

Kesehatan, Lebih peduli terhadap kebersihan dan kesehatan. Sejak pandemik, kebiasaan baru membersihkan barang barang yang bukan menjadi perhatian selama ini: saklar lampu, pegangan pintu, pegangan pintu kulkas, remote control televisi, dll dengan air sabun atau cairan disinfektan. Cuci tangan dengan air sabun di bawah aliran air setiap 20-30 menit selama 10-21 detik.

Semoga, wabah covid-19 segera berakhir, aamiin!

*) Penulis adalah Pendidik di Madrasah

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com