Juru Bicara Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto

Pemberlakuan New Normal Tidak Serempak

Posted on 2020-06-02 08:39:58 dibaca 7123 kali

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemberlakuan new normal bergantung pada kondisi epidemiologi daerah masing-masing dan tidak akan dilaksanakan secara serempak. Terlebih, jika curva penambahan kasus terjadi pada daerah pandemi. Pada kondisi ini, pemerintah pun diminta untuk melakukan tes serologi massal dengan banyaknya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Juni ini.

”Penerapan normal baru akan diputuskan oleh pemerintah daerah setelah mendapatkan laporan kajian beberapa indikator seperti laporan epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan yang dikaji Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” terang Juru Bicara Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (1/6).

Dari data kasus terkonfirmasi positif Covid-19 hingga Senin (1/6) ada sebanyak 467 sehingga totalnya menjadi 26.940 orang. Kemudian untuk pasien sembuh menjadi 7.637 setelah ada penambahan sebanyak 329 orang. Selanjutnya untuk kasus meninggal bertambah 28 orang sehingga totalnya menjadi 1.641.

”Terkonfirmasi 467 positif Covid-19, sehingga angkanya menjadi 26.940 orang, kenaikan ini tentunya adalah gambaran keseluruhan dari negara kita,” terangnya.

Adapun akumulasi data kasus tersebut diambil dari hasil uji pemeriksaan spesimen sebanyak 333.415 yang dilakukan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di 95 laboratorium, Test Cepat Melokuler (TCM) di 59 laboratorium dan Laboratorium jejaring (RT-PCR dan TCM) di 179 lab. Secara keseluruhan, 232.113 orang telah diperiksa dan hasilnya 26.940 positif (kulumatif) dan 205.173 negatif (kumulatif).

Kemudian untuk jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang masih dipantau ada sebanyak 48.358 orang dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang masih diawasi ada 13.120 orang. Data tersebut diambil dari 34 provinsi dan 416 kabupaten/kota di Tanah Air.

Dari akumulasi data tersebut didapatkan sebanyak 15 provinsi tidak melaporkan penambahan kasus positif Covid-19. ”Hari ini 15 provinsi yang tidak ada laporan positif,” imbuh Yuri.

Sementara itu, data provinsi 5 besar dengan kasus positif terbanyak secara kumulatif adalah mulai dari DKI Jakarta 7.485 orang, Jawa Timur 4.922, Jawa Barat 2.294, Sulawesi Selatan 1.586, Jawa Tengah 1.417 dan wilayah lain sehingga totalnya 26.940.

Berdasarkan data yang diterima Gugus Tugas dari 34 Provinsi di Tanah Air, Provinsi DKI Jakarta menjadi wilayah penambahan kasus sembuh tertinggi yakni 2.272 disusul Jawa Timur sebanyak 654, Sulawesi Selatan 625, Jawa Barat 619, Bali 329 dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 7.637 orang.

Kriteria pasien sembuh yang diakumulasikan tersebut adalah berdasarkan hasil uji laboratorium selama dua kali dan ketika pasien tidak ada lagi keluhan klinis.

Selanjutnya Gugus Tugas merincikan akumulasi data positif Covid-19 lainnya di Indonesia yaitu di Provinsi Aceh 20 kasus, Bali 482 kasus, Banten 867 kasus, Bangka Belitung 46 kasus, Bengkulu 91 kasus, Jogjakarta 237 kasus.

Selanjutnya di Jambi 97 kasus, Kalimantan Barat 196 kasus, Kalimantan Timur 297 kasus, Kalimantan Tengah 419 kasus, Kalimantan Selatan 948 kasus, dan Kalimantan Utara 165 kasus.

Kemudian di Kepulauan Riau 197 kasus, Nusa Tenggara Barat 652 kasus, Sumatera Selatan 995 kasus, Sumatera Barat 567 kasus, Sulawesi Utara 339 kasus, Sumatera Utara 417 kasus, dan Sulawesi Tenggara 244 kasus.

Adapun di Sulawesi Tengah 128 kasus, Lampung 135 kasus, Riau 117 kasus, Maluku Utara 160 kasus, Maluku 223 kasus, Papua Barat 168 kasus, Papua 725 kasus, Sulawesi Barat 92 kasus, Nusa Tenggara Timur 97 kasus, Gorontalo 94 kasus dan dalam proses verifikasi lapangan 21 kasus.

Yuri pun menegaskan pihaknya terus memantaru perkembangan epidemologi, sistem kesehatan serta surveillance atau sistem pengawasan kesehatan daerah-daerah yang menerapkan normal baru dalam pandemi Covid-19 akan terus dipantau.

”Sepanjang penerapan tatanan kehidupan baru ini akan dilakukan pemantauan terkait perkembangan epidemologi daerah, sistem kesehatannya dan sistem surveillance kesehatannya,” jelasnya.

Beberapa hal terkait bagaimana menerapkan normal baru secara keseluruhan dalam sistem masyarakat di Tanah Air untuk kehidupan yang baru akan sangat ditentukan oleh kondisi wilayah itu sendiri.

Menurut dia, sejak awal, gugus tugas penanganan Covid-19 memberikan masukan kepada pemerintah daerah, kemudian dilakukan kajian epidemologi tentang penyakit di wilayah-wilayah tersebut. Selain itu juga disampaikan data-data tentang sistem kesehatan yang ada di daerah termasuk sistem surveillance kesehatan.

”Atas dasar inilah maka kita bisa melihat bahwa memang ada beberapa kabupaten dan kota di Tanah Air yang tidak terdampak Covid-19,” ujarnya.

Daerah-daerah itulah yang kemudian semestinya sudah bisa melaksanakan tata kehidupan yang baru. Hal itu sudah menjadi keputusan pemerintah daerah yang diambil bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan serta tokoh yang ada di kabupaten dan kota.

Langkah itu dilakukan sebab tahapan selanjutnya ialah harus menciptakan kondisi serta upaya prakondisi yang diberikan dan disampaikan pada masyarakat agar mereka memahami betul apa yang harus dilakukan.

Bahkan, tidak hanya berupa sosialisasi melainkan juga edukasi pada semua aspek kehidupan. Selanjutnya dilakukan simulasi di berbagai tempat termasuk fasilitas umum dengan tatanan hidup yang baru. ”Bagaimana mengimplementasikan tatanan hidup yang baru misalnya di pasar dan sekolah,” terangnya.

Untuk sekolah tentunya juga perlu diperhatikan stratanya yakni bagaimana di tingkat perguruan tinggi, SMA, SMP serta SD. Hal tersebut harus benar-benar dipahami oleh masyarakat agar meyakini bahwa mereka mampu melaksanakan normal baru dengan baik.

Ia berharap dengan adanya pemantauan atas perkembangan epidemologi serta sistem kesehatan tiap-tiap daerah, maka akan terlihat bahwa peran yang paling menentukan adalah masyarakat dan diharapkan mereka menyikapinya dengan benar. ”Inilah yang kita harapkan tatanan baru dalam kehidupan kita bisa menjadi cara bagi kita untuk menjaga aman dari Covid-19,” katanya.

Terpisah, Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dono Widiatmoko mendorong dilakukannya tes serologi massal di era normal baru.

”Sebagai alternatif, tes serologi bisa dilakukan. Jika dilakukan pada populasi secara acak, tes ini bisa melihat sejauh mana infeksi Covid-19 terjadi pada populasi tersebut,” kata Dono.

Dosen senior di University of Derby, Inggris Raya, itu mengatakan, saat ini untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dilakukan melalui tes PCR. Tes PCR, kata dia, menjadi standar utama dalam mengonfirmasi positif tidaknya seseoramg tertular SARS-Cov-2. Akan tetapi, tes PCR memiliki kendala.

Keterbatasan itu, kata dia, antara lain mencakup keterbatasan laboratorium dan alat PCR, reagen serta tenaga terlatih yang mampu melakukan tes secara akurat. Selain itu, tes PCR memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang relatif lama.

Untuk itu, metode tes yang lain seperti tes serologi cenderung lebih efisien, lebih mudah digunakan dan harganya relatif tidak mahal sehingga tes massal sangat memungkinkan.

Ia menyebut berkumpulnya para pekerja di era normal baru dalam satu waktu dan satu tempat memungkinkan terjadinya kluster-kluster baru Covid-19 jika tidak diantisipasi sedini mungkin. Antisipasi dimulai dari pendeteksian tes serologi.

Cara kerja tes serologi, kata dia, dilakukan dengan mengecek antibodi pasien yang arahnya mencari bukti respon kekebalan tubuh, berupa antibodi IgM dan IgG terhadap SARS-CoV-2 ”Dengan diketahuinya informasi ini, pemerintah bisa merancang program-program kesehatan masyarakat, termasuk di antaranya pelonggaran PSBB,” katanya.

Saat melakukan tes serologi, dia mengatakan tingkat spesifik dan sensitivitas produk yang digunakan perlu diperhatikan agar tingkat akurasi pengukuran semakin tinggi.

Jika kemudian pasien mendapatkan hasil uji positif terhadap virus, kata dia, maka pasien akan dirujuk untuk tes PCR untuk mendapatkan hasil paling akurat.

”Tes ini harus dilakukan secara massal, dan berkala atau berulang. Misalnya, pada minggu ini dilakukan survei serologi pada seribu orang warga Jakarta secara acak. Maka, minggu depan diulangi lagi dan seterusnya,” katanya.

Dia mengatakan tes jenis itu efektif dilakukan untuk pabrik dan tambang yang memiliki pekerja mencapai ratusan dan ribuan. ”Bisa juga dilakukan pada komunitas-komunitas tertentu, seperti pada tenaga kesehatan, polri, driver ojol, dan petugas transportasi seperti TransJakarta, MRT, Commuter Line,” katanya.

Dono mengatakan pemerintah harus menanggung biaya tes serologi itu karena lebih hemat dari PCR tetapi jika masyarakat yang menanggung tes massal tentu sangat berat. (fin/ful)

Copyright 2019 Jambiupdate.co

Alamat: Jl. Kapten Pattimura No.35, km 08 RT. 34, Kenali Besar, Alam Barajo, Kota Jambi, Jambi 36129

Telpon: 0741.668844 - 0823 8988 9896

E-Mail: jambiupdatecom@gmail.com