Sy Fasha Batal Maju, Dori: Adanya Oligarki Partai Dalam Menjatuhkan Dukungan

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Pengamat Politik Jambi, Muhammad Farisi, menyebutkan, ada hal yang tidak biasa dalam dinamika politik yang terjadi saat ini dalam ajang Pilkada dengan tidak bisa majunya seorang Sy Fasha di Pilgub Jambi.

Farisi menyebutkan, bahwa biasanya dalam setiap ajang Pilkada, Parpol akan mengusung kandidat yang punya popularitas dan elektabilitas yang tinggi untuk memenangkan kontestasi politik.

"Dulu itu menjadi pertimbangan utama, tapi saat ini sepertinya tidak. Saya lihat ada skenario lain juga yang dilakukan pusat," katanya kepada jambiupdate.co kemarin.

Sebagaimana diketahui, kata Farisi, hampir disemua hasil survei politik elektabilitas Walikota Jambi Sy Fasha ini menjadi yang tertinggi diantara kandidat lain. Seharusnya, ini menjadi daya tarik bagi Parpol untuk melabuhkan dukungan.

"Tapi kenyataannya tidak. Saya menilai, skenario ini berkaitan juga dengan persiapan untuk Pilpres 2024 nanti. Makanya sudah mulai dipetakan untuk koalisi hingga di daerah-daerah oleh pusat," ungkapnya.

Tak jauh berbeda dengan Pengamat Politik Jambi, Dori Efendi. Dia mengatakan, dalam pendekatan demokrasi yang terjadi dalam kontestasi politik di Provinsi Jambi saat ini, terlihat adanya oligarki partai dalam menjatuhkan dukungan kepada kandidat.

"Oligarki partai terjadi karena adanya kandidasi partai, sehingga terjadilah shortcut politik. Lobi politik itu tidak berlaku untuk DPD tetapi berlaku untuk DPP. Itu yang dinamakan oligarki partai," jelasnya.

Sehingga, lanjut Dori, pusat itu menentukan bukan lagi melihat kader yang diusung dan bukan lagi dari profilnya, apakah yang diusung adalah seorang pemimpin yang berkharisma, sukses dan sebagainya.

"Tidak dinilai lagi dari itu. Contohnya Fasha, dalam survei-survei politik adalah orang yg secara popularitas dan elektabilitas nomor satu dan salah satu kandidat yang layak dimajukan," ungkapnya.

Tetapi dalam keputusan shortcut politik, lanjut Dori, dalam secret of garden atau taman rahasianya itu lebih menentukan oligarki partai. "Keputusannya di pusat," tegasnya. (wan)