iklan
Pendidikan adalah senjata yang paling mematikan, karena dengan itu anda dapat mengubah dunia, demikian ungkapan Nelson Mandela. Sejalan dengan ungkapan diatas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan peraturan nomor 87 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan atau yang lebih dikenal dengan program PPG. Tujuan dari program PPG adalah untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; serta mampu melakukan penelitian dan mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.

Menyimak pemberitaan koran Jambi Ekspres edisi Senin 10 Februari 2014, jelas terungkap bahwa dengan diberlakukannya program PPG ini maka siapapun bisa menjadi guru, baik guru TK, SD, SMP sampai SMA. Tentu hal ini menjadi polemik, sebab bagaimana mungkin melahirkan seorang guru yang mempunyai kompetensi dalam proses pembelajaran sementara basicnya bukan berasal dari perguruan tinggi yang membidangi soal kependidikan. Masalah lainnya adalah beban belajar peserta PPG hanyalah 18 sampai 20 SKS. Jelas hal ini sangat tidak proporsional, jika dibandingkan dengan tamatan perguruan tinggi yang mengambil jurusan kependidikan. Dimana mereka harus menempuh proses pendidikan dibangku kuliah paling sedikit 3 tahun untuk menjadi seorang sarjana bidang pendidikan.

Ketimpangan seperti ini jelas sangat bertolak belakang dengan semangat UUD 1945 yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa apalagi jika dikaitkan dengan asas profesionalitas, kompetensi dan spesialisasi.Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, lantas bagaimana dengan standar kualitas pendidikan yang didengung-dengungkan. Bagaimana pula korelasinya dengan kurikulum 2013 yang tengah digadang-gadang?
--batas--
Menyoal kualitas pendidikan, adalah satu diskursus yang sangat menarik sampai hari ini. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yakni, angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).

Korelasi input, proses dan output dari sistem pendidikan akan menentukan kualitas pendidikan itu sendiri. Input yang baik ditunjang dengan proses pendidikan yang benar akan menghasilkan peserta didik yang mumpuni. Akan tetapi jika inputnya diragukan, maka proses bahkan aoutptnya pasti diragukan.

Tenaga pengajar atau guru adalah input mereka menjadi kawah candradimuka peubah peserta didik.  Guru yang berkualitas akan menjadikan pendidikan menjadi berkualitas. Oleh karena itu, persoalan program PPG sebagaimana peraturan Mendikdub nomor 87 2013 bukan sekedar persoalan menampung aspirasi, bukan sekedar membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin menjadi guru, tetapi persoalan krusial karena akan berdampak pada kualitas pendidikan Indonesia dimasa datang.

Jamak dengan itu semua, berbagai pihak yang punya interest dan care akan kualitas dan masa depan pendidikan Indonesia mesti terlibat secara aktif dan masif guna mengawal proses pendidikan yang tengah berlangsung. Pengawalan tersebut bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran dewan pendidikan serta membuka ruang publik agar lebih mudah mengakses informasi tentang perkembangan lembaga pendidikan baik formal maupun informal.

Akses informasi yang diberikan oleh lembaga pendidikan dan stakeholder pendidikan kepada public, akan membatu percepatan peningkatan kualitas pendidika Indoensia kedepan, sebab dengan dibukanya akses tersebut secara luas tentunya memberi kesempatan kepada masyarakat guna memberikan masukan, saran dan kritikan yang membangun, sehingga perbaikan bisa berjalan secara gradual dan berkesinambungan.

Kita berharap, masyarakat Indonesia semakin kritis dan terbuka dengan perkembangan dan dinamika dunia pendidikan, sebagai bentuk pengabdian dan rasa tanggung jawab berbangsa dan bernegara. Semoga!

Penulis adalah Widyaiswara BPP Jambi- KementanRI

Berita Terkait



add images