iklan

AIR MATA Risma mengalir. Ia menagis bukan lantaran kisruh dirinya sebagai Walikota Surabaya dengan wakilnya Wisnu Sakti Buana, tapi karena ikut merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak korban trafficking di pusat lokalisasi Gang Dolly, Surabaya. “Saya nggak tega Mbak”, Isak Wali Kota Surabaya yang punya nama lengkap Tri Rismaharini ini saat tampil dalam acara talkshow Mata Najwa beberapa saat lalu.

Yang mencengangkan lagi, saat Walikota yang beberapa kali ingin mundur dari jabatannya sebagai Walikota Surabaya ini menceritakan tentang sosok tua renta, berumur 60 tahun masih jadi PSK di kawasan tersebut. Hal yang tidak terduga pun didapatkan, saat Najwa Shihab presenter MetroTV itu menanyakan pertanyaan, “60 tahun masih jadi PSK, pelanggannya dia siapa Bu ?”,tanyanya. “Pelanggan wanita tua itu, anak SD, SMP, uang seribu dua ribu diterima kok”, jawab Risma sunyi.

Itulah mengapa Risma sangat tegas berupaya menutup lokalisasi di Surabaya. Jiwanya tersentuh, keimanannya terkoyak melihat anak-anak SD, SMP menjadi pelanggan PSK. Berdasarkan penelusurannya, hampir semua pelacur di sana dulunya ketika masih belia pernah bersentuhan dengan lokalisasi itu, baik tinggal, pernah berkunjung, atau pernah bermain.

Menurut Risma, kasus perdagangan anak yang kian marak tersebut, memiliki benang merah dengan daerah lokalisasi. “Ketika saya datang ke sekolah yang dekat dengan lokalisasi, ada kecenderungan anak-anaknya, tatapan matanya kosong dan tanpa semangat. Anak-anak ini kan dekat dengan praktek seks bebas. Untuk itu, mereka harus diselamatkan”, tegas Risma.

Risma merasakan betul dampak lokalisasi bagi generasi muda, sangat buruk. Maka ia bertekad membersihkan semua lokalisasi di Surabaya. Ia sudah berkeliling kepada warga yang berada di lokalisasi untuk memikirkan masa depan anak-anak”, kata alumni ITS ini.

Terbukti memang lokalisasi berdampak buruk bagi generasi muda. Lahir pelacur-pelacur baru dari lokalisasi pelacuran. Lokalisasi menjadi pemicu lahirnya perzinaan.

Maka senyelemen beberapa kalangan bahwa lokalisasi bisa menjadi arena bagi sosialisasi pencegahan HIV/AIDS terbantahkan. Ada dampak yang lebih besar dari lokalisasi ini adalah kampanye seks bebas bagi generasi muda utamanya yang berada di sekitar lokalisasi. Dan ini jauh lebih berbahaya karena kemaksiatan merajalela.

Risma bersama jajarannya telah berhasil menutup lokalisasi yang ada di Surabaya, yaitu lokalisasi Tambaksari, Klakak Rejo dan Dupak Bangunsari. Sementara untuk ‘Gang Dolly’ --lokalisasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara ini-- masih dalam proses penutupan. Untuk itu, Walikota Surabaya telah menganggarkan dana untuk menghapus ‘gang Dolly’itu dalam APBD sebesar Rp.25 miliar lebih. Dana ini akan dipergunakan untuk pemberdayaan sosial bagi PSK yang akan keluar dari lokalisasi itu dan sekaligus untuk membangun taman dan fasilitas Olah Raga di tempat bekas pelacuran itu. Dan deklarasi Surabaya tahun 2014 Bebas Pelacur dan Praktek Pelacuran sudah dilaksanakan sejak Hari Pahlawan 10 November 2013 di Taman Bungkul Surabaya. (Merdeka.Com,12/12/2013).

Jika Risma ingin membersihkan kota Surabaya dari pelacuran, dan menutup semua lokasi pelacuran sebagai bentuk perzinaan yang merupakan sumber segala bencana,justu sebaliknya, masih ada para pejabat yang tetap mengakomodasi dan melanggengkan perbuatan maksiat dan dosa itu. Bahkan, banyak pejabat yang ingin menghidupkan lokalisasi pelacuran, secara permanen.

Seperti Menkes Nafsiyah Mboi dalam acara Mata Njawa, akhir tahun lalu, terang-terangan menyatakan pembelaannya terhadap lokalisasi pelacuran. Nafsiah Mboi, bukan saja ingin ‘menggratiskan’ kondom kepada kalangan anak-anak muda agar tidak tertular penyakit AIDS, tetapi  sang menteri itu sangat setuju lokalisasi pelacuran.

Sikap mendukung lokalisasi pelacuran itu, juga keluar dari mulut Wakil Gubernur DKI, Ahok, dan dengan sikapnya yang sangat  arogan mengatakan, “Kalangan yang menentang lokalisasi – termasuk Muhammadiyah – sebagai munafik”, cetusnya. Ahok berulangkali mengatakan negara Indonesia bukan nengara agama. Mungkin karena Indonesia bukan negara agama (Islam), maka segala bentuk kejahatan, termasuk pelacuran dibolehkan. Ahok juga membolehkan minum bir. Sungguh sangat luar biasa arogansi Ahok. Voa-islam.com,9/12/2013.

Gelar pahlawan juga diberikan oleh Bupati Kendal, Widya Kandi Susanti, kepada para pelacur. Kandi Susanti, menyatakan PSK adalah pahlawan keluarga. Maka, menutup lokalisasi, menurutnya tidak tepat dan tidak manusiawi, selain juga akan menimbulkan masalah baru, yakni kemiskinan dan penyebaran penyakit kelamin. Media Umat,Ed.21 Feb-6 Maret 2014.
--batas--
Argumantasi yang mereka sampaikan untuk mendukung pendapatnya bahwa lokalisasi prostitusi itu penting adalah untuk mengurangi dampak negatif perzinaan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinaan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV.

Jika kita amati argumen diatas jelas terdapat paradoksi pemikiran. Memang dikatakan bahwa lokalisasi bukan menghalalkan perzinaan, tapi bukankah membiarkan orang berzina dan memberikan fasilitas untuk melakukannya dosa besar ?.

Disana tampak solusi yang diberikan bersifat kuratif bukan preventif. Bukankah jauh lebih tepat menghentikan dan mencegah perzinaan ketimbang membiarkannya secara “terkelola” dan “terkontrol”? Dengan pemikiran semacam ini menyiratkan bahwa umat Islam dipaksa harus mengalah pada kemaksiatan.

Argumen tersebut tampak keliru menangkap akar persoalan sesungguhnya. Problematika yang sebenarnya tengah dihadapi umat adalah maraknya pergaulan bebas, free sex termasuk pelacuran, bukan penyebaran penyakit menular seksual (PMS). Adapun maraknya PMS hanyalah unsur bawaan, bukan persoalan sesungguhnya.

Sudah banyak fakta bahwa meski pelacuran terlokalisir akan tetapi pengontrolannya tetap sulit. Penyebaran kondom di tengah para PSK juga tidak efektif karena banyak lelaki pezina langganan mereka yang menolak menggunakan kondom. Jika para PSK itu tetap memaksa menggunakan kondom, maka mereka akan kehilangan pelanggan dan otomatis tidak mendapatkan penghasilan. Ujung-ujungnya kampanye kondom itu percuma saja.

Jangan menutup mata bahwa meskipun sudah dilokalisasi tetapi prostitusi di luar kawasan lokalisasi tetap berjamur. Karena para mucikari dan PSK juga beroperasi bukan hanya di kawasan lokalisasi, tapi juga ke hotel-hotel, tempat wisata, kampus-kampus, dsb.Amat naif bila berpikir bahwa pelacuran hanya ada di lokalisasi.

Selain itu bukan saja prostitusi liar atau terlokalisir yang harus dipersoalkan, tapi semua bentuk perzinaan. Baik itu yang dilakukan masyarakat umum seperti pelajar, mahasiswa, karyawan, PNS, dan pejabat negara. Perzinaan tidak saja berupa pelacuran tapi juga perselingkuhan, seks bebas dalam pacaran, dsb. Apakah itu pelakunya akan terkena dampak penularan PMS ataukah tidak, tetap harus dipersoalkan.

Pandangan Islam

Allah SWT mengingatkan bahwa perbuatan zina itu adalah fahisyah (perbuatan yang menjijikkan) dan saa’a sabila (seburuk-buruk jalan). “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah perbuatan yang keji, dan jalan yang buruk” (QS.Al-Isra’ :32).

Ayat al-Qur’an tersebut menjelaskan, bahwa mendekati zina saja sudah dilarang, apalagi melakukannya. Terlebih lagi kalau di lokalisasi.

Rasulullah SAW bersabda, “Hendaknya kalian menjauhi perbuatan zina, karena akan mengakibatkan empat hal yang merusak, yaitu menghilangkan kewibawaan dan keceriaan wajah, memutuskan rezeki (mengakibatkan kefakiran),mengundang kutukan Allah, dan menyebabkan kekal dalam neraka”. (HR.Thabrani dari Ibn Abbas).

Hadis ini sekaligus membantah pernyataan banyak orang yang sering menyatakan bahwa salah satu penyebab perbuatan zina adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Justru perbuatan zina itulah yang akan menjerumuskan pelakunya pada jurang kemiskinan. Dan jika pun terlihat memiliki harta, itu hanya bersifat semu dan sementara. Yang pasti ujungnya akan habis tak berbekas. Hartanya tidak berkah.

Sebagai pejabat yang melakukan lokalisasi pelacuran di daerahnya, atau mengizinkan perzinaan itu, maka ia berdosa apa yang ia lakukan itu ditambah dosanya para pelacur, mucikari dan dosanya orang-orang yang mendatanginya. Rasulullah SAW pernah bersabda :” Dan barang siapa yang melakukan/ memunculkan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka peroleh.” (H.R. Muslim).

Bahkan dalam salah satu hadis Rasul ditegaskan, “Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamer, anak yang durhaka kepada orang tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.” (Hr Ahmad, Dishahihkan Oleh Al-Albani  Dalam Shahih Al-Jami’ Nomor 3052).

Rasanya dalil-dalil diatas sudah cukup kuat yang menyatakan bahwa perbuatan zina itu dosa besar yang harus kita jauhi. Bahkan mendekati saja sudah dilarang, apalagi melakukan dan melokalisasi pelacuran yang dampaknya dapat merusak akhlak generasi anak-anak dan remaja.

Terakhir kita berdoa, semoga Risma-Risma yang lain akan muncul ke permukaan untuk menutup lokalisasi pelacuran yang masih marak di negeri ini.

Penulis adalah Pemerhati Sosial Keagamaan


Berita Terkait



add images