PERAJIN pandai besi Jambi masih mengunakan peralatan manual untuk membuat peralatan pertanian dan perkebunan. Namun hasil yang mereka ciptakan tidak kalah dari buatan pabrik
Banyaknya pesaing di era modern seperti saat ini terutama buatan pabrik, tak menyurutkan perajin atau pandai besi untuk tetap eksis. Di Jambi, walaupun hanya mengunakan peralatan manual, namun tidak menyurutkan nyali para perajin pandai besi yang ada di Jambi, untuk bersaing membuat senjata tajam seperti pisau parang, sabit dan yang lainnya.
Seperti pandai besi yang mangkal di Simpang Aurduri, Mendalo, Kabupaten Muaro Jambi. Walaupun harus berkutat dengan peralatan manual untuk membuat perlengkapan alat pertanian dan perkebunan, dirinya tidak takut untuk bersaing dengan buatan pabrik.
Dikunjungi media ini, Senin (23/3), peralatan perajin pandai besi di Mendalo sangat sederhana dan hanya mengunakan peralatan manual saja. Tak nampak satupun peralatan modern yang digunakan untuk membuat perlengkapan alat pertanian dan perkebunan. Akibatnya, produksi yang dihasilkan juga terbatas. Padahal pesanan akan peralatan pertanian cukup banyak.
Jumadi (48) salah satu perajin pandai besi, mengaku peralatan yang digunakan untuk menempa besi menjadi berbagai jenis peralatan pertanian dan perkebunan semuanya masih manual. Seperti kikir, palu, tang dan peralatan lainnya. Sehingga produk yang dihasilkan juga masih terbatas, baik kualitas maupun kuantitas.
Bapak dari tiga orang anak ini mengatakan kendala yang dihadapi pandai besi yaitu selain peralatan, juga harga bahan baku. Sehingga biaya produksi tidak berbanding lurus dengan harga jual.
“Harga arang sekarang sudah naik, tahun lalu harga arang satu karung Rp 35 ribu, sedangkan tahun lalu sekitar Rp 25 ribu satu karung. Dalam sehari tak kurang satu karung arang yang dihabiskan untuk membakar besi,” kata Jumadi.
--batas--
Lelaki kelahiran Kerinci ini juga mengatakan dikarenakan harga arang semakin naik dan sulit didapatkan maka untuk harga barang produknya terpaksa harus dinaikan.
”Harganya satu parang naik dari Rp 40 ribu menjadi Rp 50 ribu, untuk harga parang yang saya buat yang paling murah sedangkan yang paling mahal Rp 100 ribu. Namun untuk samurai harga yang ditetapkan bisa mencapai Rp 400 ribu,’’ sebutnya.
Dia juga menjelaskan cara pembuatannya kepada media ini, sebelum dibentuk, besi-besi yang telah dipotong, kemudian dibakar di atas bara api hingga panas dan membara butuh kesabaran dan ketelitian untuk membuatnya. Besi yang sudah panas dan membara kemudian dibentuk sesuai dengan pesanannya.
Lalu bagaimana mereka bisa bertahan dengan usahanya ? Sederhana saja, dengan memenuhi pesanan tepat waktu, dan menjamin kualitas produk. “Bila ada pelanggan yang komplain maka produk akan diganti atau diperbaiki. Tapi juga tergantung jenis bahan baku besi yang keras ada juga yang lembut,” ujarnya.
Dikatanya lagi, mengapa dirinya tertarik menekuni usaha pandai besi ini karena memiliki peluang yang cukup cerah. Namun Jumadi tidak dapat menyebutkan berapa jumlah produknya yang terjual setiap hari. Tapi yang jelas katanya dari hasil pandai besi ini dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan juga bisa membiayai sekolah anak-anak.
”Penghasilan saya tak menentu, kadang-kadang dalam satu hari bisa memproleh penghasilan Rp 300 ribu, dan kalau lagi sepi saya bisa menjual satu parang saja,” ungkapnya.
penulis: DEDI AGUSPRIADI, jambi ekspres