Peristiwa Teater
PERISTIWA TEATER terjadi (Rabu, 23 April 2014) di Taman Budaya Jambi. Peristiwa teater itu tergelar saat dilangsungkannya Festival Teater Remaja (FTR) di panggung. Tercatat ada 21 grup teater remaja yang berasal dari siswa dan mahasiswa bakal bertanding di ajang festival.keikutsertaan sejumlah grup teater ini mengisyaratkan kebangkitan teater Jambi. Tetapi, ada perasaan canggung, bingung, dan suasana tidak nyaman saat “Kongres Unggas” (kontestan undian 2) ditampilkan oleh salah satu kontestan. Di tengah festival berlangsung, orang nomor satu di pemerintahan Provinsi Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) hadir beserta rombongannya. Kehadirannya dapat dipandang sebagai berkah atau musibah. Berkah positifnya ialah kehadiran gubernur itu merupakan apresiasi yang tinggi atas peristiwa teater, dan dapat dipandang sebagai musibah saat ternyata kehadirannya menciptakan suasana terganggunya pentas yang sedang berlangsung, sebab seluruh perhatian tertuju ke sosok HBA dan perhatian penonton tak lagi ke kontestan yang sedang pentas.
Perasaan binggung, canggung, dan suasana tidak nyaman tercipta saaat pihak Taman Budaya Jambi meminta agar pertunjukan pentas salah satu kontestan dihentikan di tengah jalan. Penghentian sebuah pementasan, untuk digantikan pementasan lain yang telah dipersiapkan khusus untuk gubernur tentu tidak boleh terjadi. Hal itu selain mengganggu prinsip-prinsip berkesenian, kebebasan ekspresi, dan menunjukkan tipisnya apresiasi seni oleh pelaku seni. Dalam kaitan ini jaring-jaring birokrasi dan koordinasi menjadi penyebabnya. Kegiatan festival Teater Remaja sebaik-baiknya jauh dari kepentingan birokrasi, dan harus mengutamakan koordinasi. Koordinasi inilah kata kunci keberhasilan masa depan teater Jambi, baik dalam konteks menciptakan tadisi teater, maupun dalam memajukan teater tradisi seperti Dul Muluk itu.
Kita sepakat bahwa sebuah peristiwa teater layak diapresiasi oleh siapa pun. Namun, apabila kehadiran pejabat memengaruhi keberlangsungan pentas teater—lantaran muncul wacana untuk menghentikan teater yang sedang pentas untuk digantikan pentas teater lain yang dipersiapkan secara khusus untuk gubernur. Peristiwa teater terjadi saat Seniman yang biasa beraktivitas di Taman budaya Jambi menyiapkan lakon “Jambi Emas” dalam kemasan khusus, yakni teater Abdul Muluk. Pentas khusus dengan lakon khusus tentang “Jambi Emas” ini tentu tidak dapat mengintervensi untuk menghentikan pementasan salah satu kontestan sedang berlangsung.
Teater Tradisi, Tradisi Teater, dan Jambi Emas
Opini ini lebih difokuskan pada “Teater Tradis”, Tradisi Teater” dan “Jambi Emas”. Provinsi Jambi selalin memiliki tradisi teater, juga memiliki teater tradisi. Tradisi berteater seniman Jambi, sepengetahuan saya mulai intensif berlangsung sejak pertengahan tangun 1980-an, antara lain oleh teater Merah Putih (Afifin Akhmad, almarhum), Teater Purnadita (Anik Arifin, almarhum), Sanggar Mayang Mangurai yang bermarkas di rumah dinas walikota Jambi (Thomas Heru Sudrajat), Pusat Studi Teater FKIP Universitas Jambi (Sudaryono, Maizar Karim), Teater Lima Wajah dan Teater Pancarona (Bonarti Lubis) dan lain-lainnya. Tradisi teater Jambi saat itu didukung iklim dan suasana berteater yang guyup, rukun antarpekerja teater dan antar sanggar yang ada. Tradisi teater itu diteruskan oleh Teater Tonggak (Didin Siroz), Teater AiR (E.M. Yogiaswara), dan teater atau sanggar-sanggar yang berbasis di sekolah, misalnya Teater Kerlip, Teater Q, dan lainnya.
--batas--
Diantara pelaku seni teater yang gencar memanggungkan seni tradisi Dul Muluk ialah Bonarti Lubis (termasuk menggunakan media televisi dengan nama panggung Karim). Kini, setidaknya pada peristiwa teater kemarin, teater Abdul Muluk hidup kembali oleh pekerja teater yang lebih muda seperti Erry Argawan, Bujang Uwak, Titas Suwanda, Didi Haryadi, dan lain-lainnya dalam lakon “Jambi Emas”. Menurut saya, kemasan Dul Muluk yang ditampilkan sebagai peristiwa teater oleh aktivis teater Taman Budaya Jambi dapat “mengangkat batang terendam”. Kemasan Dul Muluk tampaknya fleksibel dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan Jambi semisal samisake, beasiswa, masalah kabut asap, dan masalah-masalah kemanusiaan lainnya.
Karya seni berbentuk teater dapat dipandang sebagai sistem lambang budaya yang intersubjektif dari suatu masyarakat. Sebagai lambang budaya yang intersubjektif, karya teater bukanlah artefak (artefact) atau fakta kebendaan seba-gaimana dinyatakan oleh beberapa ahli seni. Karya teater adalah merupakan inskripsi yang menjadi fakta mentalitas (mentifact), fakta kesadaran kolektif budaya, dan fakta sosial (sociofact) dari masyarakat yang menghasilkannya. Sebagai sistem lambang budaya teater berhubungan dengan dunia hayatan, renungan, ingatan, pikiran, gagasan, dan pandangan terhadap nilai tertentu dalam konteater dialektika budaya tertentu.
Seni teater selalu berhubungan dengan konstruksi pengetahuan budaya tertentu. Sebagai contoh, teater Jawa merepresentasikan konstruksi realitas nilai budaya Jawa, teater Bugis-Makassar merepresentasikan konstruksi realitas nilai budaya Bugis-Makassar, teater Indonesia merepresentasikan konstruksi realitas nilai budaya Indonesia, teater Afrika merepresentasikan nilai budaya Afrika, dan seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa teater selalu erat berkaitan dengan nilai budaya tertentu karena keberadaan dan kedudukannya sebagai sistem lambang budaya membuatnya selalu terlekati nilai budaya dalam konteater dan proses dialektika budaya tertentu.
Teater Indonesia menampilkan hayatan, renungan, ingatan, pikiran, gagasan, dan pandangan tentang konstruksi realitas budaya di tengah kontrukti dan proses dialektika budaya Indonesia. Dalam hubungan ini dapat dinyatakan bahwa teater Dulmuluk Jambi yang dikemas dan dipentaskan oleh seniman teater Jambi berlatar belakang budaya Jambi akan menampilkan hayatan, renungan, ingatan, pikiran, gagasan, dan pandangan tentang konstruksi realitas budaya Jawa di tengah konteater dan proses dialektika budaya Jambi. Teater Jambi selalu membayangkan atau menghadirkan tentang konstruksi realitas budaya Jambi yang dihayati, direnungi, diingat, dipikirkan, digagas, dan dipandang oleh seniwan. Teater Indonesia juga dipandang sebagai teater dan sekaligus inskripsi yang selalu merepresentasikan konstruksi realitas budaya Jambi dalam konteks Indonesia.
Festival teater Remaja jika diagendakan rutin pelaksanaannya dapat menciptakan tradisi teater, dapat menumbuhkembangkan teater tradisi, dan dapat mewujudkan Jambi Emas. Kita semua berharap untuk serius mengurus pelaksanaan festival, memperbanyak panggung pementasan, dan terus-menerus melakukan koordinasi yang rapi.
Dan Taman Budaya Jambi dapat menjadi motor penggerak, setelah ternyata Dewan Kesenian Jambi stagnan. Salam dan selamat beraktivitas menuju jambi Emas dan bukannya Jambi (C)emas. (*)
sumber : Jambi Ekspres