Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (Damkar) Kota Jambi tahun 2005, Arifien Manap, ingin menyeret mantan Sekda Kota Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) dalam pusaran kasusnya. Ia menuding Hasan Basri Agus (HBA) sebagai Sekda saat itu ikut bertanggungjawab.
Hal itu diungkapkan Arifien Manap dalam pledoy yang dibacakannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jambi, Kamis (25/4) kemarin. Ia juga menuding penyidik tebang pilih dalam memproses kasusnya.
“Yang sangat disesalkan, penyidik dan penuntut umum Kejari Jambi tebang pilih, tidak meminta pertanggungjawaban terhadap Sekda selaku subjek hukum yang bertanggung jawab," sebut Arifien yang juga mantan Walikota Jambi dalam sidang.
Menurut Arifien, Sekda bertanggung jawab atas dasar Perda Nomor 3/2004, dimana Sekda ikut menandatangani selaku kepala SKPD. “Sekda juga pengelola keuangan daerah, serta selaku pengguna anggaran APBD Perubahan tahun 2004 Kota Jambi,”jelasnya.
Arifien Manap juga menyebutkan, terhadap penggunaan APBD-P 2004 khusus untuk pembelian 2 unit Damkar Rp 2.397 miliar adalah menjadi tanggung jawab saksi Arifuddin Yassak selaku Kakan Damkar Kota Jambi, bilamana saksi tersebut telah menerima keuntungan atau menguntungkan korporasi atas pembelian 2 unit Damkar tersebut, maka sifat melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang/jabatan menjadi terbukti.
”Akan tetapi, dan terbuktinya sifat melawan hukum ataupun terbuktinya perbuatan menyalahgunakan wewenang/jabatan sebagai perbuatan Kakan Damkar tersebut tidak secara otomatis berlaku bagi saya yang saat itu selaku walikota/pemberi delegasi/penunjuk atas penggunaan APBD-P 2004 berdasarkan Perda no 03 tahun 2004,”papar Arifien Manap.
Mantan Walikota jambi itu juga mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu korban rekayasa dari kepala kantor damkar Kota, Aripudin Yasak dan mantan Ketua DPRD Kota Jambi, Zulkifli Somad.
Suhaimi, penasehat hukum terdakwa, menyampaikan bahwa analisa jaksa penuntut umum dalam tuntutan salah. Terkait pengadaan mobil damkar, disebutkan dia bahwa usulan pengadaan dari eksekutif adalah satu unit. Sedangkan usulan menjadi usulan dua unit berasal dari legislatif.
”Kita minta majelis hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan jaksa penuntut umum tersebut,”ungkapnya.
Mantan Walikota Jambi telah dituntut Jaksa Penuntut Umum pada persidangan beberapa pekan yang lalu dengan hukuman pidana 1,7 tahun penjara.
Selain dituntut hukuman penjara, terdakwa Arifien Manap juga dituntut membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara dan mengganti uang kerugian negara Rp1,2 miliar.
Aripin Manap dinilai telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan menguntungan seseorang atau orang lain dengan melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.(sumber: jambi ekspres)
Hal itu diungkapkan Arifien Manap dalam pledoy yang dibacakannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jambi, Kamis (25/4) kemarin. Ia juga menuding penyidik tebang pilih dalam memproses kasusnya.
“Yang sangat disesalkan, penyidik dan penuntut umum Kejari Jambi tebang pilih, tidak meminta pertanggungjawaban terhadap Sekda selaku subjek hukum yang bertanggung jawab," sebut Arifien yang juga mantan Walikota Jambi dalam sidang.
Menurut Arifien, Sekda bertanggung jawab atas dasar Perda Nomor 3/2004, dimana Sekda ikut menandatangani selaku kepala SKPD. “Sekda juga pengelola keuangan daerah, serta selaku pengguna anggaran APBD Perubahan tahun 2004 Kota Jambi,”jelasnya.
Arifien Manap juga menyebutkan, terhadap penggunaan APBD-P 2004 khusus untuk pembelian 2 unit Damkar Rp 2.397 miliar adalah menjadi tanggung jawab saksi Arifuddin Yassak selaku Kakan Damkar Kota Jambi, bilamana saksi tersebut telah menerima keuntungan atau menguntungkan korporasi atas pembelian 2 unit Damkar tersebut, maka sifat melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang/jabatan menjadi terbukti.
”Akan tetapi, dan terbuktinya sifat melawan hukum ataupun terbuktinya perbuatan menyalahgunakan wewenang/jabatan sebagai perbuatan Kakan Damkar tersebut tidak secara otomatis berlaku bagi saya yang saat itu selaku walikota/pemberi delegasi/penunjuk atas penggunaan APBD-P 2004 berdasarkan Perda no 03 tahun 2004,”papar Arifien Manap.
Mantan Walikota jambi itu juga mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu korban rekayasa dari kepala kantor damkar Kota, Aripudin Yasak dan mantan Ketua DPRD Kota Jambi, Zulkifli Somad.
Suhaimi, penasehat hukum terdakwa, menyampaikan bahwa analisa jaksa penuntut umum dalam tuntutan salah. Terkait pengadaan mobil damkar, disebutkan dia bahwa usulan pengadaan dari eksekutif adalah satu unit. Sedangkan usulan menjadi usulan dua unit berasal dari legislatif.
”Kita minta majelis hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan jaksa penuntut umum tersebut,”ungkapnya.
Mantan Walikota Jambi telah dituntut Jaksa Penuntut Umum pada persidangan beberapa pekan yang lalu dengan hukuman pidana 1,7 tahun penjara.
Selain dituntut hukuman penjara, terdakwa Arifien Manap juga dituntut membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara dan mengganti uang kerugian negara Rp1,2 miliar.
Aripin Manap dinilai telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan menguntungan seseorang atau orang lain dengan melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.(sumber: jambi ekspres)