Setelah mengunjungi hutan adat Nimbotong, wartawan media ini Dedi Aguspriadi juga sempat mengunjungi daerah perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Untuk melintas di perbatasan, Warga Papua harus mengunakan Kartu Kuning alias kartu lintas batas.
MENINGGALKAN hutan adat Nimbotong dengan segala keunikan dan kekhasannya, tim Media Visit kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke perbatasan Indonesia dengan Papu Nugini, sekaligus memanfaatkan hari terakhir di provinsi paling Timur di Indonesia itu.
Pagi sekitar pukul 9.00 WIT, tim sudah bersiap-siap di hotel untuk berangkat menuju perbatasan karena jarak tempuh yang lumayan jauh. Perjalanan menuju perbatasan kurang lebih sekitar 75 km, atau dengan waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan mengunakan mobil.
Selama perjalanan, kami menemukan tempat-tempat yang cukup menarik. Seperti teluk Youtefa, yang terlihat sangat indah dari bukit yang menjadi rute perjaklanan kami.
Kondisi jalan menuju ke perbatasan cukup nyaman, akses jalan beraspal sudah bisa dinikmati mulai dari kota Jayapura hingga ke perbatasan. Sampai diperbatasan pukul 11:00 WIT.
Baru mendekati perbatasan, sekitar 200 meter dari pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Skouw Wutung, terlihat sebuah bangunan pasar serta markas Yonif Linud 330. Markas inilah yang merupakan pos keamanan terluar Indonesia yang disiagakan di Skouw.
Meski lengang, aparat yang berjaga tetap harus siap dengan segala kemungkinan. Termasuk mengantisipasi pergerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang masuk dari Papua Nugini.
Daerah perbatasan terlihat sepi. Meski ada sebuah pasar (layaknya pasar kalangan di Jambi, red), namun sepi pengunjung. Entah nasib kami yang lagi mujur atau memang petugasnya yang baik dan ramah, Tim Media Visit diperbolehkan masuk ke daerah Papua Nugini oleh penjaga perbatasan tanpa mengunakan Pasport atau kartu lintas batas.
Di perbatasan tidak nampak ada perbedaan yang mencolok, terutama kondisi alam kedua negara, di wilayah perbatasan tersebut dikelilingi bukit dan hutan yang hijau. Namun dari sisi infrastuktur, wilayah di sisi bagian Indonesia relatif lebih lengkap karena selain ada pos penjagaan polisi, imigrasi, menara pemantau, ada beberapa pasar yang menjadi penopang masyarakat Papuan Nugini untuk berbelanja memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Daniel salah satu penjaga perbatasan mengatakan bahwa di daerah perbatasan ini, ada yang namanya hari pasar. Hari dimana masyarakat kedua Negara saling bertemu dan berdagang.
”Hari pasar diadakan setiap hari Selasa, Kamis, dan hari Sabtu. Pasar yang bersebelahan dengan markas TNI-AD tersebut banyak dimanfaatkan penduduk Papua Nugini untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Warga Papua Nugini paling suka berbelanja di Skouw karena harga barang lebih murah. Transaksi bisa dengan Kina (mata uang Papua Nugini, red) atau rupiah,” ujar Daniel kepada media ini.
Disebutnya lagi, bagi warga Papua yang ingin melintasi lintas batas Negara, warga harus mengunakan kartu kuning. Kartu kuning bisa digunakan untuk dalam jangka waktu satu minggu dan tidak dibatasi dan tidak dihitung jarak tempuh yang digunakan bagi pemilik kartu lintas batas.
“Bagi warga Papua yang ingin melintasi batas cukup hanya membawa kartu kuning dan melaporkan kepada aparat keamanan yang ada di perbatasan Papua Nugini,” katanya.
Batas dua wilayah pun terlihat biasa-biasa saja, tidak ada pagar kawat berduri. Yang ada hanya pagar setinggi orang dewasa dan sebuah gapura, layaknya gapura selamat datang.
Tim media visit tidak begitu lama berada di daerah perbatasan. Namun dari kunjungan tersebut, sangat terlihat kentara jika penduduk daerah perbatasan cukup bersahabat dan hidup dengan damai. (*)