iklan TERUS BERKEMBANG: Usaha jamur tiram milik Wati Suparti yang kini terus berkembang
TERUS BERKEMBANG: Usaha jamur tiram milik Wati Suparti yang kini terus berkembang
USAHA jamur tiram menjadi salah satu lini usaha yang sedang berkembang di Jambi. Kian maraknya kuliner yang menjadikan jamur sebagai bahan baku membuat usaha ini kian dilirik. Wati Suparti (50) salah satunya. Perempuan yang selama ini bekerja sebagai pedagang ini telah 4 tahun menekuni usaha budidaya jamur tiram.

BELAKANGAN menu olahan yang menggunakan bahan baku jamur sudah mulai ramai di pasaran. Berbagai menu olahan mulai dari jamur krispi, sate jamur ataupun menu makanan yang menyisisipkan jamur di dalamnya sudah sering beredar di pasaran.

Bahkan, jamur sendiri dipercaya dapat menjadi obat untuk penyakit kolesterol serta  mengandung protein, lemak, vitamin dan karbohidrat yang mana sangat dibutuhkan oleh tubuh. Inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk terus membudidayakan jamur tiram.

Saat dikunjungi, Suasana disekitar rumah yang beralamat di jalan Gajah Mada Simpang Puncak, jelutung sudah cukup lengang. Pekerja sudah mulai pulang karena hari sudah menunjukan pukul 4 sore. Sang pemiliki budidaya langsung mengajak untuk melihat-lihat budidaya jamur yang dipusatkan dalam sebuah Kumbung (rumah jamur. Red).

Wati suparti (50), pemilik dari rumah usaha jamur tiram “bu wati” bercerita, usahanya ini berawal dari melihat potensi yang cukup besar dalam budidaya jamur yang kala itu sedang berkembang pesat di pulau Jawa. Namun untuk Sumatera, khususnya di Jambi, hanya ada segelintir usaha yang bergrak di bidang yang sama. Sehingga tak berfikir lama, perempuan ini lalu mengikuti “kelas” pembudidayaan jamur tiram di daerah sleman, Yogyakarta.

“Saya sempat tertarik karena kala itu dijambi belum menemukan jenis usaha ini. Sehingga saya mencoba untuk mempelajari seluk beluk budidaya jamur tiram,” ujarnya.

Sepulangnya dari pelatihan, bersama suaminya, Paijo (50) lalu bereksperimen untuk membuat budidaya jamur dalam skala kecil. Usaha pertamanya berhasil. Sehingga tak menunggu lama ia langsung mendirikan bumbung serta mempersiapkan oven untuk proses pembudidayaan jamur tiram.

Diakuinya,untuk usaha budidaya jamur tiram ini susah-susah gampang. Terutama untuk wilayah Jambi yang memiliki suhu cukup panas. Sementara jamur hanya dapat tumbuh di tempat yang memiliki suhu lembab. Tak jarang ia mengalami gagal panen akibat suhunya yang dirasa kurang pas.

“Susah-susah gampang. yang penting syaratnya log bisa terlindungi dari hujan, tidak terkena sinar matahari langsung, dan memiliki sirkulasi udara yang baik,” paparnya.

Untuk prosesnya, dari pembibitan dibutuhkan waktu 2 bulan untuk menghasilkan jamur tiram. Setelah itu, setiap log mampu menghasilkan sebanyak 2 kali dengan rata-rata hasil log sekitar 200 gram. Untuk membeli bibitnya sendiri ia mendatangkan bibit kualitas super dari Pulau Jawa.

Menurutnya, musim hujan merupakan musim panen ria dimana pekerjaan tak terlalu berat untuk menyiram sedangkan hasilnya akan telihat bagus dan cepat. Saat panen ria sekali panen dapat menghasilkan 100 Kg. dalam kumbung berukuran 4x6 terdpat rak-rak yang dapat diisi sekitar 4000 log.  Dengan harga jual sekiar Rp 15.000 hingga RP 17.000 per kilo,dalam sebulan rata-rata ia meraup omset sebesar Rp 4 juta rupiah. Untuk pengerjaan, selain bersama sang suami perempuan ini juga memperkerjakan ibu-ibu rumah tangga sekitar.

“Ya walaupun walaupun tidak banyak yang penting dapat memberi manfaat untuk beebrapa ibu rumah tangga di wilayah sekitar,” ujarnya.

penulis: YUNITA SARI. S/JE

Berita Terkait



add images