iklan

[Catatan Kecil Untuk Pak Bahren Nurdin]

Masuk pada era modern, faham-faham Barat ini semakin canggih dan penyakit lama bertambah kronis. Serapan sekularisasi pendidikan dan politik yang telah dirancang penjajah, berjumpa pula dengan Epistomologi Barat yang tidak disaring dengan kebenaran yang ditanzilkan, serta ditambah pula dengan keruntuhan adab pada masyarakat kita, hasilnya terciptalah manusia - meminjam bahasa Imam al-Nasaf dalam Š¿Aq Š¾id al-Nasafiyyah - disebut dengan s… fasth ’iyyah  atau sophisme (al-Taft z n : 20-21: 2000).  Secara pendidikan, mereka ini kaum terdidik, tahu tapi jahil; jahil pada hakikat dirinya dan jahil pula pada hakikat Tuhannya.

Lihatlah misalnya kasus-kasus ‘borok’, tidak hanya pada tubuh Disdik yang disinggung penulis artikel tersebut, tapi ‘Disdik-Disdik’ yang lain juga di Negeri ini. Umumnya – untuk tidak mengatakan keseluruhan – mereka adalah kaum terdidik. Mengapa ini terjadi, apakah hanya karena ‘Politisasi dan kado-kado jabatan’? Sekali lagi penulis berani mengatakan bahwa ini hanyalah bagian kecil dan muara dari apa yang telah penulis sebutkan di atas. Pendidikan! Ya. Karena ialah yang menelurkan orang ‘terdidik’ itu.

Tujuan menuntut ilmu dalam Islam kata al-Attas tidak lain kecuali untuk memupuk serta menjelmakan insan yang sempurna. (al-Attas: 73: 2013) Ini lebih penting dan lebih asasi lagi dari pada memupuk dan mewujudkan warga Negara yang sempurna, karena insan yang sempurna sudah tentu menjadi warga Negara yang baik lagi sempurna; sedangkan sebaliknya, warga Negara yang sempurna itu belum tentu ia menjadi insan yang baik sempurna.

Sayang, praktek pendidikan kita lebih mengarah pada menciptakan warga Negara yang baik ketimbang insan yang sempurna. Cita-cita UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 tahun 2002 tentang tujuan pendidikan nasional dikatakan untuk ‘…meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia...’ masih jauh panggang dari pada api.

Untuk mencapai tujuan ini tidaklah mudah jika sistem Pendidikan kita masih terbelenggu dengan sistem dualisme Barat.  Bak kata Horace (65 – 8 SM), ‘Nihil sine magno labore vita mortalibus dat’, bahwa kehidupan ini tidak memberi apa-apa tanpa usaha atau ide yang yang besar (Wheelock: 34: 1963). Di lain waktu insyaAllah akan penulis jelaskan solusi dari permasalahan ini, yaitu Dewesternisasi dan Islamisasi Perguruan Tinggi. Wallahua’lam! *

[Penulis adalah Mahasiswa Master di Centre for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization (CASIS) – Universitas Teknologi Malaysia Kuala Lumpur & Alumni IAIN STS Jambi]

Berita Terkait



add images