iklan Penulis komisioner KPU Tanjung Jabung Timur. MUHAMMAD KINAS SE.I
Penulis komisioner KPU Tanjung Jabung Timur. MUHAMMAD KINAS SE.I

Oleh : MUHAMMAD KINAS, SE

Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakilnya baik itu pada tataran legislatif (DPR, DPD dan DPRD) maupun di eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah). Pelaksanaan Pemilu ini bukanlah pekerjaan gampang, terbukti hajatan lima tahunan ini selalu menjadi pekerjaan yang melibatkan serta menyibukkan banyak pihak, tidak terhenti hanya di KPU (Komisi Pemilihan Umum) namun hampir semua elemen elemen penting di Negara ini ikut terlibat atau berkepentingan dalam pelaksanaan Pemilu. Betapa tidak, ketika berbicara politik maka hal pertama yang terbayang di benak kita adalah pertarungan kepentingan untuk meraih kemenangan dalam kontestasi merebut hati dan kepercayaan rakyat banyak. Tentunya haruslah sesuai dengan UUD Dasar 1945 (konstitusional).

KPU sebagai salah satu Lembaga Negara yang diamanahkan menjadi leading sector pelaksanaan hajatan Negara ini, menjadi juru kunci sukses atau tidaknya Pemilu. Diperlukan partisipasi dari berbagai pihak untuk mensupport KPU dalam menunaikan tugas dalam mengemban tugas berat ini. Tugas berat ini justru menjadi polemik tersendiri pasca ditetapkannya UU (Undang undang) Pemilu no . 7 tahun 2017, khususnya pada pasa 10 ayat 1 huruf (c): KPU Kabupaten/Kota sebanyak 3 (tiga) atau 5 (lima) orang. Yang mana pada ayat selanjutnya mengatur kriteria Kabupaten / Kota mana yang Anggota KPUnya tiga atau lima orang berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah wilayah administrasi pemerintahan. Maka praktis lebih 60% Kabupaten se Indonesia Anggota KPUnya berkurang.

Suatu ironi memang, ketika beban kerja yang bertambah terkait dengan pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 sementara sumber daya manusia yang di lembaga paling strategis terhadap Pemilu justru dikurangi. Bukan tidak mungkin hal ini nantinya akan berdampak serius pada kurang optimalnya Lembaga ini melaksanakan fungsinya diberbagai Tahapan Pemilu.

Kekhawatiran bukan tidak beralasan, mengingat beratnya Tugas, Wewenang dan Kewajiban yang diamanahkan UU no. 7 Tahun 2017 pada. Belum lagi kontinuitas pelaksanaan Tahapan Pemilu yang begitu padat serta wajib dilaksanakan tepat waktu, termasuk pasal Parmas (Partisipasi Masyarakat) dalam bentuk sosialisasi Pemilu dan pendidikan politik bagi pemilih yang juga dibebankan kepada Lembaga KPU dimana jika ada penurunan Parmas dalam Pemilu seolah menjadi dosa KPU sendiri, padahal tugas ini melekat juga pada partai politik sesuai dengan UU no. 2 tahun 2008.

Pemilu 2014 sebenarnya sangat baik dari sisi manajerial kelembagaannya, tinggal lagi diadakan penyesuaian penyesuaian taktis dan strategic pada sisi tekhnis penyelenggaraannya, yang mengarah pada pengembangan dan penguatan lembaga Penyelenggara Pemilu. Seharusnya point point positif dari pengalaman lampau tidak lagi diotak atik, seharusnya tantangan penyelenggaraan Pemilu Serentak dipertimbangkan juga dari faktor sukses atau tidaknya tidak bisa lepas dari kekuatan Lembaga yang menyelenggarakannya.

Realita hari, dengan keterbatasan yang ada akan membuat Penyelenggara Pemilu lebih tertantang dalam mensukseskan Pemilu Serentak 2019. Hal krusial yang perlu dimatangkan lagi adalah Sumber Daya Manusia (SDM) Penyelenggara Pemilu, tentunnya haruslah berangkat dari personel yang kapabel, berkompetensi dan berintegritas tinggi, keriteria inilah yang menjadi faktor penting untuk mensukseskan Pemilu Serentak 2019, dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritas.(*)

(Penulis komisioner KPU Tanjung Jabung Timur.)


Berita Terkait



add images