iklan Warga membangun rumah hunian sementara di tanah lapang di Dusun Lekok Selatan, Desa Gondang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. (UMAR WIRAHADI/JAWA POS)
Warga membangun rumah hunian sementara di tanah lapang di Dusun Lekok Selatan, Desa Gondang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. (UMAR WIRAHADI/JAWA POS)

JAMBIUPDATE.CO, - Guncangan gempa bumi yang bertubi-tubi tak pelak lagi merusak banyak infrastruktur di Pulau Lombok, NTB. Rumah, sekolah, puskesmas, dan fasilitas publik hancur. Kini masyarakat Pulau Seribu Masjid itu berupaya bangkit dari kehancuran.

UMAR WIRAHADI, Lombok Utara

 

 

Semangat Korban Gempa Lombok untuk Bangkit dari Bencana

Warga Lombok ketika masih merapikan puing-puing bangunan rumahnya. (IVAN MARDIANSYAH/LOMBOK POST/Jawa Pos Group)

SABTU (25/8) pukul 13.00 Wita, matahari bersinar terik di atas ubun-ubun. Di bawah sorotan sinarnya, sebuah ekskavator meraung-raung. Menghancurkan setiap jengkal tembok dan bangunan yang tersisa. Dalam hitungan menit, puing-puing bangunan yang awalnya berserakan itu kini rata dengan tanah.

Yang dirobohkan alat penghancur tersebut adalah sekolah. Persisnya SDN 3 Gondang. Sekolah itu satu di antara ratusan lembaga pendidikan yang hancur karena diterjang gempa bumi di Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Ekskavator tersebut terus meraung ganas. Di bawah pohon nangka pinggir lapangan sekolah, seorang anak perempuan berdiri terpaku. Liza Maulidia Albasar namanya.

Usianya 10 tahun. Sambil berdiri menopang dagu, tatapannya seakan kosong ke arah bangunan yang kini rata dengan tanah itu. "Kapan bisa sekolah lagi?" kata Liza saat Jawa Pos mendekatinya.

Bocah berambut panjang sedikit ikal tersebut adalah siswi kelas IV di sekolah itu. Liza merasa sedih. Bagaimana tidak, ruang kelasnya ikut ambruk diterjang gempa 5 Agustus lalu. Kini ruang belajar yang menampung 36 siswa itu tinggal kenangan. Namun, pikiran dan hati Liza seakan masih tertambat di ruang kelas tersebut.

Salah satu yang diingat Liza adalah foto kenangan bersama 35 siswa lainnya. Foto itu dibikin saat berkunjung ke kebun binatang di Pemenang, KLU. Tertimbun puing-puing reruntuhan.

Gedung SDN 3 Gondang direncanakan segera dibangun kembali. Ada juga SDN 1 Gondang dan puskesmas setempat. Semuanya dibangun PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Kemarin tiga petugas dari perusahaan BUMN tersebut mendatangi SDN 3 Gondang. "Kami masih survei kondisi sekolah," kata Koordinator Logistik PT Pembangunan Perumahan Wahyu Kurniawan.

Saat ini pekerjaan masih tahap awal. Agenda kemarin ialah mengukur lahan sekolah terlebih dahulu. Nah, pembangunan fisik baru dimulai sebulan lagi. Artinya sekitar Oktober nanti. Ditargetkan, pekerjaan fisik akan kelar dalam waktu tiga bulan. Atau sekitar Januari 2019. "Butuh waktu. Tidak bisa langsung," tutur pria asal Semarang itu.

Sebelum siswa menempati bangunan permanen, pihaknya akan menyiapkan sekolah darurat. Itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan belajar-mengajar sementara waktu. Masyarakat Lombok memang bertekad segera bangkit dari kehancuran. Mereka ingin segera beraktivitas secara normal. Berdamai dengan keadaan akibat gempa bumi.

Semangat ingin bangkit itu terpantau dari sejumlah aktivitas masyarakat. Pantauan Jawa Pos mulai di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, hingga Lombok Timur menunjukkan, pelan-pelan aktivitas masyarakat sudah mulai berjalan. Mereka tidak lagi me­lulu tinggal di tenda-tenda pengungsian. Aktivitas itu terlihat di pasar dan persawahan.

Salah satunya yang terlihat di Pasar Gunung Sari, Lombok Barat. Pantauan koran ini selama Rabu-Kamis (22-23/8) memperlihatkan aktivitas perdagangan yang selalu ramai. Hal yang sama terlihat di sepanjang jalan menuju puncak Pegunungan Pusuk hingga ke KLU. Di sepanjang jalan itu mulai banyak penjual yang membuka warungnya. Mereka mulai bisa menerima keadaan. Sebab, kehidupan harus terus berjalan.

Yang dilakukan Darmah misalnya. Perempuan 55 tahun tersebut mulai berjualan Kamis lalu. Barang dagangan dijajakan di atas meja kayu yang masih tersisa oleh hantaman gempa. Sebab, toko yang berada persis di depan rumahnya kini ikut roboh. "Berjualan seadanya saja," ujarnya.

Pukul 07.30 ibu lima anak itu mulai beraktivitas. Menata barang-barang jualan di atas meja. Mayoritas adalah jajanan anak-anak. Ada juga sembako serta BBM eceran. Satu liter BBM jenis pertalite dijual Rp 13 ribu. "Ada beberapa harga sembako yang naik karena gempa. Kami juga menjualnya agak tinggi," katanya.

Di sepanjang perjalanan menuju puncak Gunung Pusuk, KLU, juga ramai orang berjualan. Mereka bahkan sudah berjualan sejak seminggu terakhir. Mayoritas yang dijajakan adalah buah-buahan dan minuman khas berupa tuak manis yang diolah dari daun aren. "Daripada di pengungsian terus, lebih baik jualan," tutur Yuliati, warga Desa Pusuk Lestari.

Semakin ke timur, aktivitas masyarakat terus terlihat. Misalnya yang tampak di lapangan Dusun Lekok Selatan, Desa Gondang, Kecamatan Gangga. Di sana warga beramai-ramai membangun rumah hunian sementara. Lokasinya di tanah lapang.

Bangunan-bangunan sederhana itu bertiang bambu dan beratap terpal. Ada juga sebagian yang beratap anyaman daun kelapa. Satu bangunan berukuran 4 x 5 meter. Itu sudah cukup untuk dihuni satu kepala keluarga. Di sana ada 188 bangunan yang dibangun.

Di seberang jalan raya berderet bangunan yang sama. Jumlahnya 176 bangunan. Sehingga total ada 364 bangunan hunian sementara. "Kami bosan di pengungsian. Terlalu sumpek," kata Muslihan, kepala Dusun Lekok Selatan.

Warga, menurut Muslihan, masih membutuhkan sejumlah peralatan. Utamanya terpal. Sebab, beber dia, sejauh ini masih banyak warga yang belum kebagian tenda. Sebagian warga bahkan mengandalkan sumbangan dari keluarga sendiri. "Kami sangat berharap perhatian pemerintah dan swasta," ujar pria 48 tahun itu.

Lain lagi yang dilakukan para pemuda di Dusun Lading-Lading, Desa Tanjung, KLU. Mereka mulai rutin berolahraga pada sore hari. Misalnya yang terlihat Jumat lalu (24/8). Sekelompok pemuda terlihat bermain bola voli. Mereka memanfaatkan sebidang lahan di samping tanah lapang lokasi pengungsian. "Kami main voli mulai hari ini (Jumat sore, Red). Lama-lama jenuh di tenda terus," ungkap Farel Nasution, 19.

Geliat kehidupan juga terlihat di wilayah Sambelia, Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Meski masih waswas, di sana warga juga berupaya membangun rumah-rumah hunian sementara.

Di bagian lain, pemulihan pascagempa terus dilakukan. Ribuan relawan pun masih tetap stand by di sejumlah tempat. Yang dilakukan ialah membersihkan puing-puing bangunan bekas gempa serta mendistribusikan bantuan logistik dan obat-obatan. Selain itu, kelompok relawan menerjunkan psikolog untuk pemulihan trauma (trauma healing). Itu dilakukan di tenda-tenda pengungsian.

(*/c9/tom)


Sumber: jawapos.com

Berita Terkait



add images