Oleh Dahlan Iskan
Kaget-kaget senang: Indonesia resmi ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Tahun 2021.
Sepak bola Indonesia diakui dunia. Prestasi Presiden Joko ”Jokowi” Widodo kelihatan nyata di olahraga.
Penyelenggaraan Asian Games tahun lalu dinilai sukses. Di Jakarta dan Palembang itu. Saat itu saya sedang di Tiongkok. Agak lama. Mereka membicarakannya dengan nada positif.
Presiden Jokowi juga berhasil membuldozer PSSI. Dengan cara yang tidak lazim. Kemelut di PSSI –melebihi keruwetan kurikulum– bisa di-bypass. Aman pula.
Kompetisi relatif lancar –pun di tahun Pemilu. Pun di bulan puasa. Pemilu dan sepak bola bisa beriringan. Di bulan Ramadan sepak bola tidak lagi harus ikut puasa. Ada jalan kompromi: pertandingannya malam hari.
Saya ikut optimistis: Piala Dunia tahun 2021 akan sukses. Keberhasilan Asian Games memberikan kepercayaan diri yang luas. Di dunia olahraga.
Sudah sangat Piala Dunia U-20 tidak di Asia Tenggara. Waktu Malaysia jadi tuan rumah, itu tahun 1997 –24 tahun dihitung di tahun 2021 nanti.
Saya tidak ingat apa-apa tentang Piala Dunia di Malaysia itu. Saat itu perhatian saya fokus menyelamatkan perusahaan. Indonesia lagi gawat-gawatnya diterjang krisis moneter.
Waktu itu saya bertekad: perusahaan sudah harus keluar dari krisis ketika yang lain baru merasakan krisis. Sense of crisis datang lebih cepat di benak saya.
Bahkan saya tidak ingat kalau di Malaysia ada Piala Dunia. Saya pun tidak tahu apakah tim Malaysia bisa lolos dari babak awal.
Waktu itu kita memang sangat membicarakan Malaysia. Tapi bukan Piala Dunianya. Melainkan kehebatan Perdana Menteri (waktu itu) Dr Mahathir Mohamad. Yang menolak IMF. Yang berhasil menjaga nilai tukar mata uang Ringgit. Saat itulah Mahathir memecat Wakil Perdana Menterinya yang masih sangat muda: Dr Datuk Anwar Ibrahim. Yang lebih pro IMF.
Apakah tim nasional kita bisa lebih baik dari tim Malaysia saat itu?
Sebagai tuan rumah tim kita tidak perlu lolos seleksi. Bisa otomatis masuk putaran final.
Mestinya kita sudah punya modal lumayan. Di Piala AFF barusan tim nasional junior kita juara.
Usia mereka kini 17 tahun. Masih di bawah umur 20 di tahun 2021 nanti.
Secara tim kita sudah punya kerangka. Waktu 2 tahun cukup untuk mematangkannya.
Dalam sejarah Piala Dunia U-20 (atau lebih dikenal sebagai Youth FIFA World Cup) kemampuan tim lebih merata. Tidak terlalu didominasi Eropa. Atau Amerika Latin.
Selama 22 kali Piala Dunia U-20 hanya Argentina yang sampai enam kali jadi juara. Negara seperti Inggris dan Jerman baru sekali jadi juara.
Dari segi stadion kita lebih dari mampu. Hanya enam stadion yang dibutuhkan. Dari 10 stadion yang diajukan.
Daerah-daerah seperti berlomba. Agar stadionnya bisa dipakai. Sampai ada yang sewot. Masa kota terbesar kedua di Indonesia kalah terus dengan –misalnya Palembang.
Wali kota Surabaya kelihatannya lagi perang dingin dengan Gubernur Jatim Khofifah. Gara-gara stadion Gelora Bung Tomo. Yang mungkin tidak layak dipilih.
Siapa pun tahu. Stadion itu terlalu dekat dengan gunung sampah. Yang parfumnya bisa masuk sampai stadion. Sampai lengket di baju. Terbawa sampai di rumah.
Jubir wali kota menjelaskan: bau itu bisa diatasi dengan kimia. Setiap ada pertandingan bisa diberi penangkal itu. Juga bisa ditutupi terpal –yang maha luas.
Tentu tidak hanya soal bau. Akses ke stadion itu masih belum ”kelas dunia”.
Bahkan belum kelas apa pun di bawahnya.
Akses itu memang bisa dikebut dalam dua tahun. Hutan buatan juga bisa dibuat di sekitar gunung sampah. Tidak. Hanya baunya yang diusir. Kebusukan fisiknya juga harus dicover dengan keindahan.
Mungkin tidak usah bertengkar. Toh tim FIFA yang berhak memilih. Serahkan saja sepenuhnya pada mereka.
Yang penting Piala Dunia akhirnya datang ke rumah kita. (dahlan iskan)