iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Dia juga menilai perlu dibuka perspektif bahwa kemungkinan tidak semua WNI yang bergabung dengan ISIS dilandasi atas kemauan sendiri.

“Bisa saja, yang berangkat ke sana karena dibawa kemudian mengalami proses radikalisasi di sana, atau ke sana karena tertipu,” kata dia.

Jika wacana tersebut direalisasikan, dia berharap pemerintah dapat memprioritaskan anak-anak dan kaum perempuan.

“Utamanya kaum perempuan, apalagi anak-anak. Jangan-jangan ada anak-anak yang lahir di sana,” kata Iqbal.

Namun, ada tahapan ketat yang harus dilalui. Mereka harus menjalani proses screening (penyaringan) yang bisa dilakukan bekerja sama dengan pemerintah Suriah.

“Kemudian ketika sampai di Indonesia, mereka juga tidak bisa serta merta bergabung dengan masyarakat. Harus ada proses karantina atau pembinaan dulu sampai benar-benar hilang pengaruh buruknya,” kata Iqbal.

Terpisah, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan pemerintah hendaknya mengacu pada aturan UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan. Berdasarkan UU tersebut orang asal Indonesia yang tergabung atau pernah tergabung ISIS secara otomatis dapat kehilangan status kewarganegaraannya.

“Kita masih mengacu pada UU Nomor 12/2006. Di pasal 23, disebutkan jelas soal warga negara yang kemudian berperang dengan di tempat lain di negara lain,” kata politisi Gerindra nin.

Pasal 23 huruf d UU Nomor 12/2006 menyatakan: WNI kehilangan kewarganegaraannya apabila masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.

Pasal 23 huruf f UU Nomor 12/2006 menyatakan: WNI kehilangan kewarganegaraannya apabila secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Terkait dengan anggota keluarga eks kombatan ISIS, dia menyatakan, masih perlu dikaji. (gw/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images