iklan Menteri ATR/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa.
Menteri ATR/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa. (Net)

Walaupun begitu, sisi positif yang bisa diambil pemerintah Indonesia adalah Indonesia tidak bisa lag bergantung dengan fasilitas yang diberikan AS. Hal ini mengajarkan Indonesia menjadi negara yang mandiri dan kuat.

“Tapi kiita memang tidak bisa selamanya bergantung kepada fasilitas. Kita harus siap dengan meningkatkan kualitas dan efisiensi. Dengan demikian kita mampu bersaing tanpa fasilitas,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyambut suka cita Indonesia sudah masuk dalam kelompk negara G20.

“Justru kita berbangga, kita kan G20, kita sekarang ekonomi 15-16. Dan kita purchasing power parity (PPP) kita nomor 7. Masa dianggap berkembang?” kata Airlanga. “Kita kadang-kadang sudah maju tapi nggak mau maju,” imbuh Airlangga.

Masuknya Indonesia dalam kategori negara maju bukan tanpa risiko. Ancaman defisit neraca perdagangan diperkirakan akan semakin dalam. Ini karena bea masuk impor barang ke AS kini akan semakin tinggi.

Sebelumnya, pemerintah Pemerintah AS mengubah kebijakan perdagangannya dengan mengeluarkan beberapa negara dari daftar negara berkembang, termasuk Cina, India, dan Afrika Selatan.

Kebijakan tersebut telah berlaku sejak 10 Februari 2020. Artinya Indonesia dikeluarkan dari daftar developing and least-developed countries sehingga special differential treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.

Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia. Akibatnya kebijakan ini membuat perdagangan Indonesia menjadi melemah.(din/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images