JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Setidaknya 35 perusahaan dan insitusi akademisi di seluruh dunia, ambil bagian dalam riset vaksin virus COVID-19. Empat di antaranya sudah mengklaim penemuannya dan telah memasuki tahap ujicoba pada hewan. Sementara ada beberapa sudah memasuki proses pengujian vaksin dengan subjek manusia.
Apa yang sudah dicapai oleh proyek ini, tidak terlepas dari peran Cina. Terutama atas genetic material dari SARS-Cov-2, virus yang bertanggungjawab atas COVID-19, yang mereka bagikan pada awal Januari lalu. Material itu memberikan peluang bagi peneliti di seluruh dunia untuk mempelajari bagaimana virus ini tumbuh dan menginvasi tubuh manusia.
Pakar kesehatan asal Oslo, Norwegia, Richard Hatchett mengatakan percepatan pengembangan vaksin pada dasarnya, bertumpu pengetahuan. Begitu juga dengan alur yang harus dilalui dalam proses ini. “Kecepatan yang kami miliki terletak pada investasi. Bagaimana pemahaman kami dalam mengembangkan vaksin. Untuk jenis lain dari virus Corona yang ada,” kata CEO dari Coalition for Epidemic Preparedness Inovations (CEPI) ini, seperti dikutip The Guardian, Sabtu (21/3).
Perlu diketahui, virus Corona telah menyebabkan dua epidemi. Seperti severe acute respiratory syndrome (SARS) di Cina pada 2002-2004. Satunya lagi Middle East respiratory syndrome (MERS) yang berawal di Saudi Arabia sekitar delapan tahun silam. Setelah dua epidemi tersebut selesai, vaksin yang digunakan pada masing-masing kasus itu disimpan. Namun, kini kembali dibuka, untuk menemukan penangkal COVID-19.
Perusahaan bernama Moderna, yang memanfaatkan data vaksin lama telah mencapai uji klinis pada subjek manusia. Begitu pula penelitian dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases di Bethesda, Maryland. Tetapi, dalam perkembangannya tidak semua dapat menyelesaikan proses tersebut. Alasannya, menurut pimpinan Sabin Vaccine Institute, Bruce Gellin, lantaran ada faktor tidak aman terhadap subjeknya. Yakni manusia. “Tidak semuanya. Meski ada tekanan menyelesaikannya secepat mungkin, namun penting untuk tidak mengambil jalan pintas. Semua ada proses dan riset yang harus dilalui,” papar Gellin.
Direktur National Institute of Allergy milik National Institute of Health di Amerika Serikat, Anthony Fauci, mengatakan, setidaknya akan butuh waktu satu tahun dalam upaya pengembangan vaksin Corona. Alasannya, dibutuhkannya beberapa studi lanjutan, yang akan melibatkan lebih banyak partisipan. Selain itu, yang terpenting adalah memastikan efektifitas dan menghindari efek samping ketika digunakan pada manusia.(ruf/fin/rh)
Sumber: www.fin.co.id