iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO - Organisasi nirlaba dana anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyampaikan kepastian anak-anak mendapatkan haknya tetap terpenuhi dan diperhatikan di tengah wabah COVID-19. Sekitar 50 persen sampai 60 persen anak belum mendapatkan informasi yang mencukupi untuk membuat mereka terlindungi dari virus Corona.

Spesialis Komunikasi Perubahan Perilaku, Unicef, Rizky Ika Syafitri di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Sabtu (11/4) mengatakan, hak kesehatan, hak pendidikan dan lain sebagainya penting untuk dipenuhi.

Di awal Februari, ketika mendengar banyak sekali kasus COVID-19 di berbagai belahan dunia, pihaknya berinisiatif melakukan sebuah jejak pendapat melalui platform yang dikelola oleh UNICEF bernama “you report”. Sudah ada lebih dari 100.000 anak muda yang tergabung.

“Kami melakukan jejak pendapat untuk mengetahui, apa sih pemahaman mereka sebenarnya tentang COVID-19. Dari mana mereka mencari informasi tentang COVID-19. Apakah mereka merasa berisiko, kemudian apakah tahu bagaimana cara mencegah penularan,” kata Rizky.

Berdasarkan informasi itu, lanjut dia, UNICEF mengembangkan beberapa inisiatif salah satunya adalah dengan membuat chatbot. Yakni mesin penjawab otomatis agar anak-anak bisa bertanya atau mendapatkan informasi tentang COVID-19.

Kemudian pada Maret, Rizky Ika Syafitri mengatakan, hasilnya banyak indikator-indikator pengetahuan tentang COVID-19 meningkat. Misalnya, dari segi pengetahuan tentang pencegahan, gejala, cuci tangan dan lain sebagainya. Namun terkait pertanyaan mengenai pengamatan orang sekitar mengenai jaga jarak, ia menyayangkan, sebanyak 60 persen menjawab bahwa belum sepenuhnya menjaga jarak. “Pesan menjaga jarak harus diperkuat agar anak-anak mendapatkan perlindungan,” ucapnya.

Ketika ditanya mengenai perasaan anak ketika mendengar COVID-19, sebanyak 34 persen merasa takut. Tetapi hampir 20 persen juga merasa penuh harapan. “Saya pikir ini informasi yang luar biasa, informasi yang penting buat kita untuk dengar suara anak-anak,” imbuhnya. Ia meminta orang tua di rumah selalu menjadi acuan model buat anak. Karena anak-anak melakukan hal dengan mencontoh meniru apa yang orang dewasa lakukan.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menemukan fakta bahwa sebagian besar anak menjadi waspada terhadap wabah COVID-19. Hal tersebut diperoleh berdasarkan survei Ada Apa Dengan COVID-19 (AADC-19) yang digagas melalui “Forum Anak Nasional”.

Beberapa respon yang ditunjukkan tiap anak melalui survei tersebut berbeda-beda. Ada sebagian yang paranoid, merasa takut dan ada yang biasa saja dalam menyikapi COVID-19. Bagi orang tua, hal itu patut diwaspadai karena dapat mengganggu psikologi anak bahkan bagi yang merasa biasa saja dapat membuat anak lebih tidak peduli dan abai terhadap anjuran pencegahan dari pemerintah.

“Ada juga yang merasa paranoid, takut dan biasa saja. Ini harus diwaspadai karena dapat mengganggu psikologisnya. Atau menganggap hal ini yang biasa juga akan membuat anak tidak peduli terhadap kondisi saat ini,” ujar Sekretaris Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Eko Novi Ariyanti.

Survei AADC-19 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan anak tentang COVID-19, program belajar di rumah serta perasaan dan harapan anak dalam situasi saat ini. Pengumpulan data dilakukan melalui pesan berantai WhatsApp oleh jaringan pengurus forum anak seluruh Indonesia yang dilakukan selama empat hari. Yakni pada 26-29 Maret 2020.

Dalam survei tersebut respondennya adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun atau usia 8-17 tahun, dengan persentase terbanyak usia 14 tahun. “Sebanyak 69 persen respondennya adalah anak perempuan. Serta 31 persen anak laki-laki,” paparnya.

Dalam survei itu, diperoleh hasil bahwa 98 persen anak merasa COVID-19 berpengaruh terhadap kebiasaan dan pola hidup yang bersih dan sehat. Kemudian, 74 persen anak melihat kondisi lingkungan di sekitar mereka masih banyak yang keluar rumah. “10 persen anak mengetahui ada ODP, PDP, dan positif COVID-19 di lingkungan mereka,” tukasnya. Kemudian, sebanyak 18 persen anak mengaku ada keluarganya yang bertugas sebagai tenaga medis COVID-19 yang mana hal itu membuat anak memiliki reaksi bangga namun juga cemas.

Eko Novi Ariyanti menyampaikan harapan anak terhadap situasi wabah COVID-19, mereka berharap kondisi saat ini dapat tertangani dan cepat usai. “Situasi saat ini juga diharapkan menjadi momen perekat keluarga. Mereka berharap juga semua orang bisa menaati peraturan di rumah saja,” terangnya.

Sementara itu, dalam persepsi anak tentang belajar di rumah saja, Eko Novi Ariyanti menyampaikan anak-anak mengharapkan mendapatkan akses internet gratis. Karena mereka juga banyak belajar di rumah. “Sebagian besar anak menganggap gerakan di rumah saja merupakan hal yang penting,” urainya.

Kemudian, 58 persen anak mempunyai perasaan yang tidak menyenangkan selama belajar di rumah. Sebab, bagi sebagian anak mereka sulit untuk berinteraksi dengan teman-temannya secara langsung. “Hal itu karena mereka sulit berinteraksi dengan teman-temannya,” tuturnya.

Selanjutnya ada beberapa anak yang berharap agar tidak terlalu banyak mendapatkan tugas belajar. Selain itu, diharapkan ada penyediaan fasilitas internet serta perangkatnya yang mumpuni dan juga ada video interaktif. “Anak-anak ini diharapkan juga ada komunikasi dua arah dan pelaksanaan pembelajaran yang efektif,” pungkasnya. (khf/fin/rh)

 


Sumber: www.sumeks.co

Berita Terkait



add images