iklan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani memberikan keterangan dalam rapat kerja (Raker) dengan Komite IV DPD RI di Ruang Rapat Komite IV Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020)
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani memberikan keterangan dalam rapat kerja (Raker) dengan Komite IV DPD RI di Ruang Rapat Komite IV Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2020) (Iwan tri wahyudi/ FAJAR INDONESIA NETWORK)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meminta perbankan jangan khawatir di tengah pandemi corona atau Covid-19 pengembalian debitur menjadi macet. Pasalnya, pemerintah menjamin akan memberikan bantuan.

Bendahara negara itu menjelaskan terkait hal itu tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yakni pemerintah dapat melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN), penempatan dana dan/atau investasi pemerintah, dan/atau kegiatan penjaminan dengan skema yang ditetapkan oleh negara.

Lebih jauh ia menerangkan, saat ini Kemenkeu bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah membahas untuk memberikan pinjaman kepada perbankan yang khawatir pinjamannya akan macet.

“Kita sekarnag sedang berbicara dengan OJK, BI, dan LPS, bagaimana untuk memberikan pinjaman kepada bank yang masih khawatir pinjamannya akan macet. Jadi, pemerintah bisa memberikan jaminan,” ujarnya seperti dilansir di laman Kemenkeu, kemarin (17/5).

Saat ini, kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia semua negara tengah melakukan kalibrasi dan rekalibrasi ekonomi domestiknya masing-masing. “Iya, ciri khas semua negara dalam menangani krisis Covid-19 ini adalah memperhatikan bidang kesehatan, memperluas jaring pengaman sosial, memberikan kelonggaran pada bidang perpajakan, dan relaksasi dari sisi peraturan perbankan,” papar dia.

Sementara itu, dari sisi moneter dilakukan injeksi likuiditas, penurunan suku bunga, atau keduanya. Kebijakan yang dikeluarkan tentu saja didesain agar selalu akuntabel karena setelah krisis berlalu. “Indonesia masih membutuhkan APBN yang sehat; BI yang kredibel, independen dan efektif dalam menjalankan kebijakan moneter; OJK yang dapat menjalankan pengawasan yang efektif kredibel; serta LPS yang bisa tetap menjamin,” tambahnya.

Kekuatan ekonomi sebuah bangsa tanpa didukung rakyatnya juga akan berat pertumbuhan perekonomiannya akan tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, peran masyarakat melalui gotong royong dengan menggunakan berbagai instrumen menjaga daya beli sangat diperlukan untuk memulihkan ekonomi yang terpuruk saat ini.

“Bangsa yang lulus dari ujian ini menggambarkan quality dari perikemanusiaan mereka apakah mereka memiliki rasa perikemanusiaan adil dan beradab dan juga dari kesiapan policy dan pemerintahnya yang didukung oleh masyarakatnya secara baik,” tukasnya.

Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan kondisi normal. “Ya, NPL saya prediksi akan meningkat bisa lebih dari 2 kali lebih besar dibandingkan pada kondisi normal. Namun, itu merupakan hal yang wajar,” ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (17/5).

Oleh karena itu, menurut dia, program restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK harus berjalan dengan maksimal di mana nantinya nasabah dapat keringanan membayar cicilan pokok/bunga yang disesuikan dengan kemampuan di tengah kondisi seperti ini. “Sehingga, kebijakan relaksasi kredit harus berjalan optimal,” pungkasnya.

Sebelumnya OJK mengeluarkan kebijakan keringan kepada kepada nasabah dalam bentuk penyesuaian pembayaran cicilan pokok/bunga, perpanjangan waktu, dan lain-lain. Pemberlakuan restrukturisasi ini merupakan perpanjangan dari POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.(din/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images