JAMBIUPDATE.CO, JAMBI – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi jelang tahapan Pilkada 15 Juni mendatang, mengidentifikasi salah satu potensi kerawanan, yakni politisasi bantuan sosial (bansos). Untuk itu, Bawaslu dalam melakukan pencegahan telah melayangkan surat yang ditujukan kepada gubernur, bupati dan walikota se Provinsi Jambi terkait pengawasan dalam rangka pencegahan tindakan pelanggaran tertanggal 5 Mei 2020.
“Ini mengingatkan sebagai upaya pencegahan untuk meminimalisir potensi pelanggaran pada tahapan Pilkada ini,” ungkap Fahrul Rozi, Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubal Bawaslu Provinsi Jambi.
Dijelaskannya, dalam surat tersebut, disampaikan ketentuan peraturan perundang-undangan yakni UU nomor 10 tahun 2016 pada Pasal 71 ayat (3) ; Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
“Termasuk sanksi juga disampaikan dalam ayat (5), yakni dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,” jelasnya.
Bagaimana dengan penyaluran bansos oleh kepala daerah, kata Paul—sapaan akrabnya, menjelaskan, pihaknya tidak melarang kepada gubernur, bupati atau walikota untuk menyalurkan bansos, apalagi dalam kondisi Negara saat ini dalam musibah pandemi Covid 19, dimana masyarakat membutuhkan bantuan-bantuan tersebut untuk meringakan bebannya. Namun, dalam penyaluran bansos tersebut, jadi masalah jika kepala daerah memanfaatkan penyaluran bansos untuk kepentingan politik dengan mempengaruhi pemilih atau masyarakat.
“Dalam Pasal 71 ayat (3) tersebut sudah sangat jelas disampaikan. Jika Kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) tersebut menyalahgunakan kewenangan, program dan kegiatan dalam penyaluran bantuan bansos, tentu sanksinya sangat berat, sesuai pada ayat (5) tersebut,” sebutnya.
Untuk itu, Paul berharap dalam rangka mewujudkan pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 yang berintegritas dan berkwalitas, untuk sama-sama baik peserta maupun pemilih mentaati peraturan yang sudah diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
“Termasuk juga bagi kami di penyelenggara, jika sama-sama kita menjaga integritas dan kwalitas tahapan ini, maka apa yang menjadi harapan dan tujuan kita demokrasi yang aman, damai dan sukses serta melahirkan pemimpin yang berkwalitas dan berintegritas akan terwujud,” harapnya.
Ketika ditanyai modus dalam penyaluran bantuan sosial tersebut, Paul mengatakan secara umum dan informasi yang diterima, penyaluran bansos yang bersumber dari pemerintah (APBN atau APBD) disalurkan oleh calon dan/atau tim kampanye. Menurut ketentuan Pasal 73 dimana calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
“Nah, untuk sanksinya selain calon yang didiskualifikasi, tentu tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana yang dimaksudkan pada pasal 73 ayat (1) tersebut dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan paraturan perundang-undangan,” katanya.
Bagaimana dengan bantuan sosial yang bersumber dari pribadi, kata Paul pihaknya tentu akan menelusuri informasi atau laporan yang diterima, dan proses akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
“Tentu dalam memberikan atau tidak memberikan sanksi itu ada prosesnya. Untuk saat ini, kita menunggu dan mendorong perubahan PKPU tentang tahapan, agar keterpenuhan unsur pada proses penanganan pelanggaran bisa segera terpenuhi,” tukasnya. (aiz)