iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Oleh : Dahlan Iskan

GILA?
Bukan gila?

Yang jelas anak itu, Alfin Adrian, menikam ulama bernama Syekh Ahmad Jaber tanggal 13 September sore. Dan yang jelas Adrian adalah anak perkawinan yang berantakan.

Saat orang tuanya bercerai Adrian ikut ibunya. Tapi sang ibu kan TKW. Harus bekerja di luar negeri. Adrian dan tiga adiknya pun ikut kakek-neneknya. Apalagi ketika sang ibu akhirnya kawin lagi. Sang ibu dibawa suami baru tinggal di Jambi.

Jadilah Adrian ‘berbapak kakeknya dan beribu neneknya. Sang kakek tidak punya pekerjaan tetap. Rumahnya kecil, tipe rumah di kampung padat. Tidak ada pekarangan di rumah itu. Adrian dan tiga adiknya tinggal di loteng darurat karena bagian bawah ditempati kakek-nenek mereka.

Sang kakek tidak punya pekerjaan tetap. Serabutan. Yakni pekerjaan yang ada kaitan dengan pasar. Rumah kakek itu memang dekat dengan pasar Bambu Kuning, sekitar 7 Km dari pusat kota Bandar Lampung.

Rumah kakeknya itu hanya sekitar 200 meter dari masjid Falahudin di Desa Suka Jawa, Kecamatan Tanjung Karang, Bandar Lampung. Tapi Adrian tidak pernah terlihat ke masjid atau belajar ngaji di situ.

Masjid tersebut memiliki Taman Pendidikan Alquran.

Hari itu beberapa santri akan diwisuda. Ada yang sudah hafal 1 juz, 3 juz dan seterusnya. Alquran itu terdiri dari 666 ayat, terbagi dalam 30 juz. Berarti yang sudah hafal 10 juz sama dengan sudah hafal sepertiga Al Quran. Hari itu ada juga santri yang sudah hafal seluruh 30 juz.

Untuk acara wisuda tersebut, TPA Falahudin mengundang Syekh Ali Jaber dari Jakarta. Nama Syekh Ali Jaber memang terkenal di Indonesia: sebagai ulama dari Madinah, Arab Saudi.

Tapi Syekh Ali Jaber ini sudah warga negara Indonesia.

Ia memang lahir di Madinah. Sekolah di Madinah. Hafal Quran di Madinah. Jadi imam salat di salah satu masjid di Madinah —bukan Masjid Nabawi.

Syekh Ali Jaber juga kawin di Madinah, tapi istrinya itu orang Lombok, Indonesia. Karena itu Syekh Ali Jaber bisa berbahasa Indonesia. Sering ke Lombok pula.

Ulama itu menetap di Jakarta sejak sekitar 12 tahun lalu. Yang mendatangkannya adalah pengurus masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta.

Waktu itu jamaah masjid Sunda Kelapa menginginkan didatangkannya imam salat tarawih yang asli dari Makkah atau Madinah. Mereka ingin ibadah mereka selama bulan puasa bisa lebih istimewa.

Masjid Sunda Kelapa adalah masjid di lingkungan elite Menteng. Masjid ini menjadi besar di zaman Ali Sadikin menjadi gubernur Jakarta, diresmikan tahun 1973.

Maka dicarilah hubungan ke Makkah dan Madinah. Tidak sulit bagi pengurus Sunda Kelapa untuk mendapatkannya.

Ketuanya saja, waktu itu, Akhsa Mahmud, adik ipar Pak JK yang juga pernah menjabat wakil ketua MPR.
Maka ditemukanlah di Madinah seorang imam masjid yang hafal Alquran, asli Arab, tapi istrinya Indonesia: Syekh Ali Jaber.

Jadilah bulan Ramadan 12 tahun yang lalu itu sebagai Ramadan yang bersuasana baru di Masjid Sunda Kelapa. Tiap malam imam salat tarawihnya seorang yang hafal  Alquran dari Madinah.

Syekh Ali Jaber tinggal di masjid itu. Ada ruang-ruang VIP di lantai atas. Yang bisa dipakai tempat tinggal imam, ruang transit tamu VIP, ruang rapat, dan perpustakaan.

“Setelah Ramadan berlalu beliau kita minta menjadi imam salat Jumat dan salat subuh,” ujar Ismed Hasan Putro, sekretaris masjid Sunda Kelapa tadi malam.

Ismet adalah teman lama saya sejak di media hingga di BUMN. Kini Ismet menjadi ketua umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.

“Sejak itu kita persyaratkan imam salat di Sunda Kelapa harus hafal Quran,” ujar Ismet.

Saat ini ada 7 imam salat di situ. Semuanya sudah mampu mengendarai mobil —karena pihak masjid memfasilitasi mereka.

Kini Syekh Ali Jaber tidak lagi menjadi imam di Sunda Kelapa.

Tapi ia sangat kerasan di Indonesia. Ia pun memilih menjadi warga negara Indonesia —di zaman Pak SBY-JK jadi pasangan presiden dan wakil presiden.
Pun adik Syekh Ali Jaber, yang juga imam dan hafal Alquran, ikut pindah ke Indonesia. Ikut jadi WNI.

Kini polisi mengalami kesulitan yang amat sulit. Bukan lagi soal gila atau tidak gila.
Kalau Adrian disebut gila, polisi menghadapi opini yang begitu dahsyat.

Tapi kalau menyebutnya tidak gila polisi harus menemukan motifnya. Polisi bisa bingung apa motif Adrian sampai menusuk Syekh Jaber —saat ulama itu lagi di atas panggung.

Ulama ini sama sekali bukan ulama ekstrem. Bukan ulama politik. Bukan anti siapa-siapa dan pro siapa-siapa. Ceramahnya selalu tentang akhlak —budi pekerti. Budi pekerti, menurut ia, adalah inti orang beragama. Dan Nabi Muhamad diutus Tuhan ke dunia untuk memperbaiki budi pekerti manusia.

Ia sendiri memberi contoh berbudi pekerti yang mulia. Ia tidak mau peristiwa penusukannya dibawa ke ranah politik. Ia sudah memaafkan Adrian —saat itu juga, di panggung itu juga.

Bahkan ia melarang pengunjung acara di Lampung itu yang akan menghajar Adrian. Ketika ada orang yang  memegang kaki Adrian untuk diseret, Syekh Jaber melarangnya. “Ia manusia, bukan binatang, jangan diseret,” ujarnya seperti di podcast-nya Deddy Corbuzier yang diputar jutaan orang itu.

Polisi benar-benar akan tersudutkan oleh pertanyaan satu ini: apa motif Adrian melakukan itu. Dengan pisau dapur itu. Yang pangkal pisaunya sampai patah dari pegangan pisaunya.

Adrian memang pemuda luntang-lantung. Ia pernah diajak ke Mejusi oleh pamannya. Agar menjadi pekerja di tempat isi ulang air minum milik pamannya. Tapi ia tidak kerasan. Ia pulang ke kakeknya lagi.

Tahun 2016, Adrian pernah mau bunuh diri. Dengan cara menyayat saluran darah di lengannyi. Tapi bisa diselamatkan. Adrian tidak pernah dibawa ke rumah sakit jiwa karena tidak ada uang untuk itu. Ia hanya diobati secara tradisional.

Saya ingin mengecek peristiwa ini ke mantan anak buah saya di Lampung: Adriansyah SH MH. Dulu ia pemred Radar Lampung. Lalu saya angkat menjadi dirut perusahaan itu.

Ternyata Adriansyah kini menjadi pengacara anak itu atas penunjukan dari keluarga Adrian.
Adriansyah akan membela Adrian.

“Karena masalah ini sudah melebar ke mana-mana sebaiknya dibentuk tim pencari fakta,” ujar Adriansyah.

Ia sendiri adalah anggota Dewan Pembina Forum Ulama Islam  Bersatu Lampung. Waktu jadi dirut pun celananya selalu di atas mata kaki. Dan dua titik hitam di jidatnya semakin hitam.

Sikap sejuk Syekh Ali Jaber sangat menenangkan keadaan. Tapi semua perbuatan pidana harus terungkap motifnya.(*)


Berita Terkait