iklan
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan pemukiman transmigrasi Sungai Aur, Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muarojambi yang ada di kawasan Hutan Tahura (Taman Hutan Rakyat) tahun 2008.

Penghentian kasus ini untuk menghindari tumpang tindih penyelidikan antar instansi. Karena sebelumnya telah ada kesepakatan tiga pihak yaitu Kejaksaan Negeri Sengeti Kabupaten Muarojambi, Polda Jambi dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jambi kemudian.

"Saya gak mau meneruskan karena sudah ada kesepakatan dengan Kepolisian Republik Indonesia. Kalau sudah ditangani instansi penegak hukum lain, bahkan ada dengan BPKP. Kesepakatan tiga instansi di situ," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Syaifuddin Kasim.

Dengan dihentikanya penyelidikan kasus ini di Kejati Jambi, maka menambah daftar kasus dugaan korupsi yang mandeg penangannya setelah diselidiki Polda Jambi. Sebelumnya, ada kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gedung baru RSUD Raden Mataher, lalu proyek pembangunan jam gentala Arasy. Kasus-kasus ini sempat diselidiki oleh Kejati Jambi, bahkan Kejati sempat menyebutkan adanya kerugian Negara.

Seperti kasus Tahura, Kejati sempat mengatakan adanya kerugian negra mencapai Rp 1,7 M terkait pengadaan papan. Dimana papan yang digunakan untuk pembuatan permukiman dibeli dengan dana Rp 1,7 M, padahal, papan tersebut tidak dibeli kontraktor, melainkan diambil dari hutan tahuta itu sendiri.
 
Sebelumnya, penyidik Kejati Jambi sudah memeriksa tiga orang yang diperiksa, satu di antaranya mantan Kadisnakertrans, M Yamin. Selain mantan kadisnakertrans, pihak kejaksaan juga memanggi Asisten II Setdakab Muarojambi David Rozana. Namun dua lain, mantan kadis kehutanan dan kadis perkebunan tidak hadir.

Untuk diketahui, Kasus Tahura, sudah pernah mencuati pada 2009 lalu, Penyidik Kepolisian Resor Muarojambi, telah mengusut kasus ini.

Lahan 131,5 hektare dijadikan kawasan permukiman transmigrasi oleh pemerintah setempat pada 2008 menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara sebesar Rp 6,7 miliar. Dalam kasus ini pengerjaan 131 unit rumah di kawasan, sepenuhnya menggunakan kayu sebagai bahan baku rumah dari hasil tebangan di kawasan hutan lindung tersebut.

Namun, Polres Muarojambi kala itu malah menetapkan empat tersangka dalam kasus pembalakan liar ini, yakni Kamiludin, Benot, Suhendro, dan Kanto. Semuanya buruh harian kontraktor pelaksana proyek PT Gemilang Bangun Utama. Dan kasus korupsinya, tidak pernah sampai ke pengadilan.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images