Pendidikan merupakan jembatan suatu bangsa guna melepaskan diri dari kebodohan dan ketertinggalan. Pendidikan wajib diperoleh setiap anak bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945. Namun untuk memperoleh pendidikan haruslah didukung dengan kemampuan ekonomi, mengingat adanya ongkos yang harus dikorbankan untuk memperoleh pendidikan. Maka dari itu pada tahun 2005 pemerintah membuat kebijakan berupa program bantuan operasional sekolah (BOS). BOS merupakan kebijakan pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan berupa biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar 9 tahun. Pada tahun 2009 disahkannya pasal 31 ayat 4 UUD 1945 sehingga pemerintah memprioritaskan 20 % APBN untuk pendidikan. Tercatat dana yang dikucurkan untuk BOS dari Rp 5,14 trilliun pada tahun 2005 dan pada tahun 2013 mengalami terus peningkatan hingga mencapai Rp 27,48 trilliun.
Jelas itu merupakan angin segar bagi pendidikan di indonesia. Namun nikmatnya pendidikan tidak dirasakan oleh masyarakat di daerah terpencil. Di Kabupaten Tebo dunia pendidikan sudah semakin berkembang ditandai dengan beberapa kecamatan yang memiliki sarana dan prasarana dunia pendidikan yang baik serta didukung oleh tenaga pengajar yang memiliki kompeten di bidangnya. Kecamatan yang tergolong maju dalam dunia pendidikan adalah Kecamatan Rimbo Bujang, Rimbo Ulu, Rimbo Ilir, Tebo Ulu sedangkan Kecamatan yang lainnya tergolong sedang hal itu ditandai dengan kemajuan dunia pendidikan hanya yang berada di Ibukota Kecamatan atau Kabupaten, lain halnya dengan daerah di seberang dan pedalaman seperti di Kecamatan Sumay, Serai Serumpun, Tebo Ilir dan VII Koto.
Paradoks pembangunan pendidikan di Kabupaten Tebo
Angka putus sekolah dan buta huruf di daerah seberang dan pedalaman di Kabupaten Tebo sangat memprihatinkan dimana hampir 95 % masyarakat Suku Talang Mamak di Dusun Simarantihan Kecamatan Sumay adalah buta huruf, sedangkan di desa lainnya banyak orang tua dan anak – anak buta huruf walaupun kondisi desa mereka lebih baik belum lagi nasib Suku Anak Dalam di Kabupaten Tebo.
Ironi melihat kenyataan paradoks ini, dengan adanya peningkatan dana untuk kemajuan pendidikan seharusnya tidak ada lagi anak bangsa Indonesia yang tidak bersekolah karena terhambat masalah biaya. Pembangunan pendidikan tidak diukur dari besaran dana yang terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi bagaimana dana itu diolah secara tepat guna dan sasaran. Jika kita renungkan, muncul pertanyaan mengapa harus ada daerah tertinggal di negeri yang kaya ini? Kebodohan menjadi penyebab ketertinggalan. Satu-satunya usaha untuk memberantas kebodohan adalah dengan pendidikan.
Faktor ekonomi merupakan faktor penghambat yang mempengaruhi perkembangan pendidikan di masyarakat pedalaman di Kabupaten Tebo selain kondisi alam yang sangat sulit untuk ditempuh. Di daerah pedalaman harga kebutuhan pokok membumbung tinggi, dan sulitnya mendistribusikan bahan pertanian ataupun hasil perkebunan.
Melirik lagi bagaimana dengan kualitas tenaga pengajar ataupun keaktifan tenaga pengajar? Kualitas tenaga pengajar di daerah seberang tergolong memprihatinkan bagaimana para sarjana ataupun guru tetap keaktifaanya sangat buruk sehingga kadangkala Kepala Sekolah mengangkat pemuda lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk menjadi tenaga pengajar. Tentu inilah suatu kemunduran bagi dunia pendidikan Kabupaten Tebo, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditempatkan pada daerah tertinggal kadangkala tidak melaksanakan tugasnya dengan baik apalagi jika PNS tersebut berdomisili di luar daerah Kabupaten Tebo namun bertugas di daerah pedalaman di Kabupaten Tebo kinerjanya tergolong kurang baik.
Pemerintah tentunya perlu memperhatikan masalah tersebut serta berusaha mencari solusinya. Banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan yaitu kesejahteraan dan keamanan para Guru, Honorer maupun para Pengabdi di dunia pendidikan.
Solusi guna mencapai pembangunan pendidikan yang kredibel dan berkeadilan
--batas--
Keinginan orang tua agar anaknya lebih baik dari orang tua merupakan suatu semboyan yang sering diucapkan oleh semua orang tua dan menjadi senjata ampuh untuk menjadi semangat bagi orang tua dalam mewujudkan semua itu. Namun hal itu belumlah cukup untuk mewujudkan pendidikan yang kredibel dan berkeadilan tanpa adanya peran serta dari pemerintah. Solusi yang penulis tawarkan guna mencapai pembangunan pendidikan Indonesia yang kredibel dan berkeadilan, yaitu :
1. Memanfaatkan potensi mahasiswa yang menimba ilmu di daerah terdekat.
Mahasiswa merupakan agent of change kita semua mengetahui bahwasanya mahasiswa dituntut mengemban Tri Dharma perguruan tinggi, maka dari dasar itulah mahasiswa dituntut untuk memiliki peran serta serta membagikan ilmu yang telah didapat.
2. Mengutamakan pembangunan yang berkualitas.
Guru yang profesional haruslah menunjukkan kehebatannya dalam mendidik. Setiap guru yang sudah sertifikasi harus memiliki siswa bimbingan untuk dibimbing secara intensif. Siswa ini sebagai produk dari guru, yang progress pendidikannya terus dipantau hingga siswa menamatkan sekolahnya. Untuk hal ini, sekolah bisa memberikan reward berupa prioritas mendapatkan kursi di tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan baik. Bagi guru yang sudah membimbing cukup diperhatikan kesejahteraannya agar nyaman dalam bertugas.
3. STOP ketidaktahuan aliran dana pendidikan terutama dana BOS.
Solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan dana pendidikan ini maka setiap siswa/ortu/wakil siswa ikut andil memberikan laporan tentang penggunaan dana pendidikan yang mereka terima. Laporan ini bersifat wajib untuk dibuat dan disampaikan ke pemerintah pusat. Sehingga pemerintah pusat tidak hanya menerima laporan dari pengelolah dana yaitu Dinas Pendidikan daerah dan Pimpinan Sekolah, melainkan juga dari pengguna serta penerima manfaat langsung dari dana pendidikan.
4. Pemerataan persebaran tenaga pendidik
Kepala Sekolah dilarang menerima guru baru jika di sekolahnya sudah ada guru yang sesuai jurusannya dan sudah sertifikasi. Ini diterapkan tujuannya agar para guru yang sudah sertifiksasi benar-benar melaksanakan kewajibannya karena dia akan menerima haknya berupa tunjangan profesi. Guru yang berada di kota terutama yang telah sertifikasi harus disebar ke daerah yang sering disebut “kekurangan guru” untuk memenuhi jam mengajarnya. Sehingga tercipta keadilan guru yang menerima tunjangan sertifikasi melaksanakan tugasnya mengajar 24 jam seminggu.
Pembangunan pendidikan Indonesia bak perjalanan panjang yang dihadapkan dengan rintangan. Namun, masih banyak cara untuk bisa melewatinya agar pembangunan pendidikan Indonesia terus maju. Dibutuhkan komitmen supertinggi dari para pemangku jabatan di sektor pendidikan baik daerah maupun pusat untuk pembangunan pendidikan Indonesia yang lebih baik khususnya di Kabupaten Tebo. Pendidik bukanlah dia yang memiliki ilmu untuk mengajar namun dia yang memiliki jiwa pendidik dan yang memiliki panggilan jiwa.
(Penulis adalah Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Muara Bungo (UMB) Ketua Umum Forum Mahasiswa Tebo (FORMAT)
sumber : Jambi Ekspres