2 Mei yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional menjadi momen yang pas untuk mengapresiasi keberadaan tiga srikandi ini. Meskipun berlatar belakang sebagai petani dan jauh dari gelar yang tinggi, namun harapan mereka tetap digantung tinggi dengan mendirikan sekolah yang tujuannya mencerdaskan anak-anak petani sebagai penerus generasi
Keceriaanterlihat di wajah Bunda Ria sore itu. Menyapa muridnya dengan Bahasa Inggris, lalu dijawab dengan riang oleh bocah-bocah usia 3 hingga 5 tahun. Melihat kelihaiannya, siapa yang sangka perempuan bernama lengkap Sariyah ini hanya menamatkan pendidikan sebatas tingkat SMP.
Bunda Ria merupakan salah seorang pengajar di PAUD Embun Pagi, sebuah sekolah non formal yang didirikan secara mandiri oleh para petani perempuan yang terdiri dari beberapa kelompok tani sayuran yang berada di Kawasan Palmerah.
Berlatar belakang melihat peluang banyaknya anak-anak yang berada di kawasan tersebut, namun jauh dari akses pendidikan anak sekolah dini, maka terinisiasilah berdirinya sekolah ini.
Dibantu dengan beberapa teman aktivis dari komunitas Beranda Perempuan, salah satu komunitas yang konsen terhadap pemberdayaan perempuan.
Agar tak mengganggu aktifitas dan kegiatan perekonomian orang tuanya yang mayoritas pergi berkebun di pagi hari, sekolah ini diadakan pada sore hari.
“Namun sesuai filosofinya, meskipun sekolah kami dibuka sore hari, namun keceriaan yang hadir disini tetap segar seperti embun pagi,” ujar perempuan kelahiran 6 Desember 1987 ini.
Dikatakannya, pada awalnya tak gampang baginya untuk menjalankan tugas sebagai seorang guru di sekolah ini. Bahkan, ia sempat dipandang sebelah mata oleh karena hanya mampu menamatkan dir i di batas bangku SMP saja.
Tak hanya dari luar, ia pun mengaku sempat mendapatkan komplain dari sang suami karena menjadi lebih banyak meluangkan waktu diluar.
“Dulu kan setiap suami pulang saya selalu ada di rumah. Tapi sejak mengajar, suami saya sempat komplain karena sudah jarang dirumah,” ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, kini ibu dari 2 orang anak ini sudah semakin dikenal dan mendapat dukungan dari banyak pihak. Bahkan perempuan yang memang sedari kecil bercita-cita menjadi guru ini tak malu untuk belajar dan mengikuti pelatihan untuk mengajar. Salah satunya dengan rutin mengikuti pelatihan dari HIMPAUDI. Walhasil, ilmu yang diberikan oleh para guru ini sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dibalik tugas mulia yang dijalankannya saat ini, terbesit harapan besar dari perempuan berdarah asli Jambi ini, yakni untuk lebih mengajak para perempuan agar lebih memberikan inspirasi kepada perempuan lainnya.
“Hilangkan stigma bahwa perempuan hanya bisa melakukan pekerjaan rumah saja. Pendidikan tak hanya didapat dari pendidikan formal saja,”
Sumber : Jambi Ekspres