iklan
Sering terjadi hal-hal yang diluar batas pemikiran manusia melihat tindakan para remaja  ditengah-tengah kondisi masyarakat saat ini. Dengan berbagai fakta tindak kekerasan, pelecehan seksual bahkan pembunuhan tak dapat untuk dielakkan. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsuddin menyatakan, sebanyak 3.323 anak yang berumur kurang dari 16 tahun menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia karena terlibat berbagai tindak pidana. "Itu merupakan data yang diperoleh sampai pada Maret 2014," kata Menkumham(27/4 Views). Tindakan yang dilakukan oleh remaja saat ini sudah sangat mengkhawatirkan mengingat peran utama dan pertama keluarga, kontrol masyarakat terhadap perilaku yang menyimpang untuk segera diberikan arahan yang benar dan tentunya negara sebagai penegak hukum  sangatlah diharapkan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Sudah Darurat

Namun, tidaklah dipungkiri dengan adanya kasus bullying di SMA Don Bosco Jakarta Selatan telah  menambah panjang daftar kasus kenakalan remaja baik terjadi di dalam maupun di luar sekolah. Sebagaimana diberitakan, sepulang mengikuti masa orientasi siswa (MOS) beberapa siswa baru  mengalami luka lebam di bagian perut dan rusuknya serta luka bakar akibat ditendang, dipukul dan disundut rokok oleh sejumlah kakak kelasnya. Berbagai reaksi dan langkah telah ditunjukkan baik oleh orang tua, sekolah, dinas pendidikan, kepolisian dan lembaga perlindungan anak hingga komentar dari presiden. Ini menunjukkan bahwa semua pihak menganggap kasus ini adalah masalah serius dan kompleks. Serta Terungkapnya kasus video asusila pelajar sebuah SMP Negeri Jakarta pada bulan Oktober lalu, menghadirkan keprihatinan. Bagaimana bisa pelajar yang masih usia remaja melakukan tindakan asusila di hadapan kawan-kawannya, dan bukan hanya sekali? Selain menyaksikan perbuatan mesum itu, sebagian dari pelajar itu juga merekamnya. Lebih prihatin lagi kejadian tersebut terjadi di lingkungan sekolah. Kini rekaman video asusila itu sudah beredar luas.

Bahkan dengan adanya kasus pertengahan tahun ini, masyarakat juga dibuat terkejut dengan kasus pelajar SMP di Surabaya yang menjadi mucikari untuk kawan-kawannya sendiri. Pelaku menawarkan siswi-siswi, yang merupakan teman sekolahnya, kepada lelaki hidung belang untuk menjadi PSK. Sementara itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PT2TP2A) Jawa Barat, mendapatkan temuan ada sekitar 7000 remaja putri di bawah usia 18 tahun menjadi pelacur. Dari jumlah tersebut, 28 persen di antaranya masih duduk di bangku SMP dan SMA (klik-galamedia.com, 5/9)

Komnas Anak mencatat, jenis kejahatan anak tertinggi sejak tahun 2007 adalah tindak sodomi terhadap anak. Dari 1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak tahun itu, sebanyak 1.160 kasus atau 61,8 persen, adalah kasus sodomi anak (Kompas.com, 10/4/2008). Pada tahun 2009 ada 1.998 kekerasan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2.335 kekerasan (tempointeraktif.com, 25/3/2011).

Menurut data laporan kepada Komnas Perlindungan Anak, pada tahun 2011 ada 2.509 laporan kekerasan dan 59% nya adalah kekerasan seksual. Dan pada tahun 2012 Komnas PA menerima 2.637 laporan yang 62% nya kekerasan seksual (bbc,18/1). Tahun 2013, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Bareskrim Mabes Polri mencatat sepanjang tahun 2013 sekurangnya terjadi 1600 kasus asusila mulai dari pencabulan hingga kekerasan fisik pada anak-anak.

Hingga terjadinya kasus pembunuhan yang dilakukan HF dan AS telah dinilai telah mengusik hati nurani masyarakat. Pasalnya, kasus pembunuhan tersebut dilakukan oleh dua remaja yang saat ini masih duduk dibangku kuliah.Demikian disampaikan, pemerhati Sosial, Icha Nurman, menanggapi kasus pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto. Wanita 19 tahun yang jasadnya, ditemukan di pinggir tol Tol Bintara KM 41, Bekasi Timur."Sungguh mengusik nurani 'takkala mengetahui pembunuh Ade Sara adalah dua orang remaja yang kalo sekilas kita melihat sosok mereka sama sekali tidak akan percaya bahwa mereka mempunyai nyali sekeji itu," (aktual.co, 7/3).

Faktor penyebab

Melihat kondisi kerusakan remaja saat ini tentu banyak faktor yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pertama: dengan adanya pemahaman yang minim tentang agama dari para orang tua sehingga kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka tidak berjalan sesuai arahan yang benar. Para orang tua sibuk dengan urusan masing-masing sehingga sekedar cukup memberikan uang dan menyebabkan kurangnya perhatian serta kasih sayang kepada anak atau bahkan tidak mendapatkan sama sekali. Faktor ekonomi juga bisa menjadi pemicu masalah remaja dengan  kesibukan orang tua bahkan memaksa mereka untuk jauh dari anak-anak mereka untuk mencari pekerjaan di luar rumah atau bahkan keluar negeri. Kedua : kebiasaaan yang tengah berkembang di masyarakat yakni sifat individualis serta menjadikan perilaku menyimpang sesuatu yang biasa terjadi.  Tanpa adanya kontrol masyarakat keburukan perilaku remaja menjadi sesuatu yang biasa dilakukan tanpa adanya pelarangan atau memberikan nasihat-nasihat.  Ketiga: Negara yang akan memberikan sangsi tegas bagi pelaku tidak kejahatan serta mencegah efek yang menyebabkan terjadinya kerusakan remaja. Dengan adanya kontrol terhadap media dalam memberikan pelayanannya tentu hanya bersifat edukasi serta melarang peredaran atau produksi apapun yang merusak akal maupun memicu perilaku yang menyimpang. Ketika ketiga hal ini tidaklah berjalan sebagaimana mestinya kerusakan remaja tentu bersifat sistemik melihat para korban bukan hanya di desa namun di kota mengalami hal yang sama bahkan disetiap provinsi yang ada.

Selamatkan Dengan Syariah


Secara mendasar, syariah Islam mengharuskan negara untuk senantiasa menanamkan akidah Islam dan membangun ketakwaan pada diri rakyat.  Negara pun juga berkewajiban menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran dan sistem Islam kepada rakyat.  Hal itu ditempuh melalui semua sistem, terutama sistem pendidikan baik formal maupun non formal dengan beragam institusi, saluran dan sarana.  Dengan begitu, maka rakyat akan memiliki kendali internal yang menghalanginya dari tindakan kriminal termasuk kekerasan seksual dan pedofilia.  Dengan itu pula, rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran dan budaya yang merusak.  Penanaman keimanan dan ketakwaan juga membuat masyarakat tidak didominasi oleh sikap hedonis, mengutamakan kepuasan materi dan jasmani.  Begitupun dengan semua itu rakyat banyak juga bisa terhindar dari pola hidup yang mengejar-ngejar dunia dan materi yang seringkali membuat orang lupa daratan, stres dan depresi yang membuatnya bersikap kalap.

Negara juga tidak akan membiarkan penyebaran pornografi dan pornoaksi di tengah masyarakat.  Sebaliknya di masyarakat akan ditanamkan kesopanan dan nilai-nilai luhur.
--batas--
Disamping itu melalui penerapan sistem ekonomi Islam, jaminan pemenuhan kebutuhan pokok akan diberikan oleh negara melalui mekanisme syar’i. Setiap rakyat juga bisa mendapat peluang yang sama untuk mengakses berbagai pelayanan publik dan sumberdaya ekonomi.  Kekayaan juga akan bisa didistribusikan secara merata diantara rakyat.  Dengan itu maka faktor himpitan dan tekanan ekonomi menjadi minimal.

Ringkasnya, penerapan sistem Islam akan meminimalkan seminimal mungkin faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kekerasan seksual, pedofilia, sodomi dan perilaku seksual menyimpang lainnya.  Namun jiak masih ada yang melakukannya, maka sistem ‘uqubat Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu.  Hal itu dengan dijatuhkannya sanksi hukum yang berat yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa.  Pelaku pedofilia dalam bentuk sodomi akan dijatuhi hukuman mati.  Begitupun pelaku homoseksual.  Sehingga perilaku itu tidak akan menyebar di masyarakat. 

Ijmak sahabat juga menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati, meski diantara para sahabat berbeda pendapat tentang cara hukuman mati itu. Hal itu tanpa dibedakan apakah pelaku sudah menikah (muhshan) atau belum pernah menikah (ghayr muhshan).

Jika kekerasan seksual itu bukan dalam bentuk sodomi (homoseksual) tetapi dalam bentuk perkosaan, maka pelakunya jika jika muhshan akan dirajam hingga mati, sedangkan jika ghayr muhshan akan dijilid seratus kali.  Jika pelecehan seksual tidak sampai tingkat itu, maka pelakunya akan dijatuhi sanksi ta’zir.  Bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad khalifah dan qadhi.

Dengan demikian kerusakan remaja bisa diminimalis atau bahkan tidak akan terjadi jika penerapan Islam mencangkup diseluruh aspek bukan hanya masalah individu dan Tuhan namun masalah hubungan antar individu yakni mencangkup aturan kehidupan. Wallâh a’lam bi ash-shawâb ( Penulis adalah Alumni USU & Pemerhati Remaja)



Sumber : Jambi Ekspres

Berita Terkait



add images