iklan
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat, menjadi kian marak dan permasalahan yang ditimbulkan juga semakin kompleks. Pada tahun 2008, jumlah penyalah guna narkoba di Indonesia sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9% dari populasi penduduk Indonesia, meningkat menjadi 2,2% pada tahun 2011 atau sekitar 3,8 juta orang.

Secara absolut terjadi peningkatan jumlah penyalah guna sebanyak 2 kali lipat, dan Prevalensi di Provinsi Jambi diperkirakan 1,5 % atau sekitar 42.770 orang (Hasil Penelitian BNN dan Puslitkes UI 2011). Tahun 2015 jumlah penyah guna narkoba diproyeksikan ± 2,8% atau setara dengan ± 5,1 - 5,6 juta jiwa dari populasi penduduk Indonesia (Hasil Penelitian BNN dan Puslitkes UI 2014).

Ancaman penyalahgunaan narkoba dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia, maupun tingkat pendidikan. Tidak hanya keluarga, negara juga sangat dirugikan oleh peredaran narkoba yang illegal, bukan saja secara ekonomi, tetapi juga kehilangan generasi penerus bangsa. Dari segi ekonomi, estimasi total kerugian biaya ekonomi akibat narkoba tahun 2008 mencapai ± Rp. 32,5 triliun, lebih tinggi 37% dibanding tahun 2004. Diperkirakan akan meningkat mencapai Rp 57 triliun pada tahun 2013.

Dalam rangka implementasi Undang-Undang No. 35 tahun 2009, pasal 54 menyatakan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah Deputi Bidang Rehabilitasi BNN menyelenggarakan Pelatihan Re-Edukasi, Motivasi dan Kepemimpinan untuk anggota Polri yang merupakan dukungan penanganan korban narkoba dengan metode TC.

Kegiatan ini bertujuan untuk membantu anggota kepolisian yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba untuk mendapatkan rehabilitasi selama 1 (satu) bulan melalui modalitas therapeutic community (terapi komunitas. Kegiatan Pelatihan Re-Edukasi, Motivasi dan Kepemimpinan ditutup pada Jumat (16/5).
--batas--
Terkait dengan program tersebut, maka perlu diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang bertema Family Support Group. FGD dilaksanakan untuk mendukung proses pemulihan korban penyalah guna dan atau pecandu narkoba. Melanie Hermanto, Ketua Umum Family Support Group, selaku narasumber dalam kegiatan dimaksud mengatakan bahwa keluarga harus belajar memahami, karena permasalahan penyalah guna narkoba ini merupakan penyakit keluarga. Pemulihan merupakan proses perjalanan perubahan, mulai dari cara berpikir dan bersikap.

“Keinginan sembuh bagi korban penyalahgunaan narkotika tidak selalu datang dari dalam diri sendiri dan dalam pengobatan medis tidak selalu berhasil oleh karena itu dukungan keluarga diperlukan dalam proses pemulihan” ujar  Melanie.

M. Fatkhull Birri, yang juga menjadi  narasumber dalam kegiatan tersebut. turut mengatakan Keterlibatan keluarga dalam proses pemulihan ketergantungan narkoba merupakan suatu keharusan guna menunjang keberhasilan proses terapi dan rehabilitasi.

“Bila seseorang menjadi korban penyalah guna dan atau pecandu narkoba, maka kondisi ini merupakan reaksi terhadap perilaku anggota keluarga lain, atau sebaliknya, perilaku korban penyalah guna dan atau pecandu narkoba akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya” sebutnya.

Recovering partner dalam hal ini ibu-ibu Bhayangkari, mempunyai peran penting dalam pemulihan korban penyalah guna dan atau pecandu narkoba. Oleh karena itu, mereka perlu diperlengkapi dengan materi-materi untuk dapat memahami permasalahan adiksi dan membantu pemulihan pasangannya.

Kegiatan Focus Group Discussion pada hari ini diikuti oleh ibu-ibu Bhayangkari dari anggota Polri yang suaminya mengikuti kegiatan Pelatihan Dukungan Penanganan Korban Narkoba Dengan  Metode  Therapeutic Community (TC) sebagai peserta.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images