KAIRO, Kelompok militer di Mesir kembali bertindak represif terhadap kelompok pendukung presiden terguling Muhamad Mursi kemarin. Serangan membabi buta aparat keamanan kembali dilancarkan ke bundaran Rabiah Adawiyah di Kairo, tempat unjuk rasa pendukung Muhamad Mursi. Sampai tadi malam, jumlah korban tewas mencapai 38 orang.
Pecahnya kerusuhan terbaru itu membuat jumlah korban tewas mencapai 120 orang dan lebih 1.000 lainnya terluka. Belum ada laporan resmi dari Kementerian Kesehatan. Tetapi, menurut dokter di lapangan, korban meninggal akan terus bertambah lantaran banyak korban luka karena tembakan peluru tajam yang masih terus berdatangan.
Mengutip Reuters, serangan diawali oleh tembakan gas air mata saat massa menjalankan salat Subuh. Tembakan gas air mata itu dibalas dengan lemparan batu oleh massa anak muda berani mati pendukung Mursi yang menyebut dirinya ’’Pemuda Siap Mati Syahid’’. ’’Mereka tidak menembak untuk melukai, tapi membunuh,’’ ujar Juru Bicara Ikhwanul Muslimin Gehad el Haddad kemarin.
Pola serangan menjelang fajar tersebut mirip serangan serupa terhadap pendukung Mursi di kompleks Garda Republik di Kairo, tiga pekan lalu. Saat itu, militer juga menembaki massa yang sedang salat Subuh dan menewaskan 61 orang.
Serangan dimulai di Jembatan 6 Oktober di Jalan Nasser, sekitar 1 kilometer dari titik bundaran Rabiah. Bentrokan yang tidak seimbang tersebut berkecamuk di depan makam mendiang Presiden Anwar Saddat di dekat Jembatan 6 Oktober.
Jembatan 6 Oktober adalah jembatan terpanjang di ibu kota Mesir, melintas mulai Kairo Timur di Madinat Nasr hingga Dokki di Kairo Barat melewati bundaran Tahrir di pusat Kota Kairo.
Ribuan pendukung Mursi sejak Jumat memenuhi bundaran Rabiah memanjang ke Jalan Nasser hingga Jembatan 6 Oktober.
Selain di Kairo, bentrokan hebat dilaporkan terjadi di Iskandariyah, kota terbesar kedua setelah Kairo. Media massa setempat melaporkan, sekitar 200 pendukung Mursi masih terperangkap di Masjid Agung Qaid Ibrahim di pusat Kota Iskandariyah karena dikepung aparat kemanan sejak Jumat malam (26/7).
Tragedi menjelang fajar tersebut tidak disiarkan satu pun televisi pemerintah. Di layar TV hanya tampak berkali-kali tayangan ulang demo pendukung tentara.
Reporter Reuters di tempat kejadian melihat, minimal ada 36 mayat yang tergeletak. Sementara itu, stasiun televisi Al Jazeera melaporkan bahwa 120 orang tewas dan 4.500 lainnya luka-luka.
Sebelumnya, Sabtu dini hari, Al Jazeera juga melaporkan, dokter di rumah sakit menyatakan 16 orang tewas. Petugas kesehatan juga mengungkapkan, melihat begitu banyaknya korban, jumlah tersebut sangat mungkin bertambah. Kebanyakan korban mengalami luka tembak dan sesak karena gas air mata. Jika jumlah korban berhasil dikonfirmasi dan mencapai angka tersebut, bisa dipastikan itu adalah insiden paling mematikan setelah jatuhnya Mursi.
Tadi malam, Presiden Sementara Mesir Adli Mansour meminta pendukung mantan Presiden Muhammad Mursi segera mengakhiri unjuk rasa dan kembali ke rumah masing-masing. ’’Pulanglah dan saya secara pribadi berjanji tidak ada seorang pun yang akan menuntut Anda secara hukum,’’ tegas Mansur saat diwawancarai salah satu stasiun televisi lokal sebagaimana dilansir kantor berita Xinhua.
Mansur menyampaikan hal itu kepada pendukung Mursi di alun-alun Rabia al-Adawiya di ibu kota Kairo dan di alun-alun Nahda, dekat Kairo University di Giza.
Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan agar semua pihak menahan diri. Dia menyatakan mendukung hak setiap warga Mesir untuk melangsungkan demonstrasi damai. Dia menambahkan, militer Mesir seharusnya mengakhiri penangkapan sepihak dan bentuk-bentuk pelanggaran lain yang dilaporkan.
Ban Ki-moon mengimbau agar Muhamad Mursi dan para anggota Ikhwanul Muslimin lain yang ditahan dibebaskan atau kasus hukumnya dikaji.
sumber: jambi ekspres