Penentuan batas luas kawasan pertambangan di Kota Jambi yang dibahas dalam Pansus Ranpeda RTRW berlangsung alot.
Pasalnya, pihak Pertamina sendiri sampai sekarang tidak bisa menunjukkan surat keterangan yang menunjukkan kawasan area kegiatan ekplorasi minyak bumi kepada Pansus DPRD.
Bahkan, pada pertemuan kemarin sempat terjadi saling adu argumen untuk penentuan luasan area pertambangan. Sehingga, Pansus Ranpeda RTRW menegaskan jika angka 1.048 hektar luasan area kawasan pertambangan tersebut akan menjadi tanggungjawab kelompok kerja (Pokja) dalam penentuannya.
‘‘Kami minta dokumennya tidak punya, kemarin malah cuman ada 120 hektar kalau tidak salah. Kemudian, tiba-tiba ada angka 1.048 hektar yang disampaikan Pokja melalui Bappeda dengan pertimbangan diukur dari radius 100 meter dari titik sumur dan dan 50 meter untuk zona aman,’‘ papar Hamid Jufri, Ketua Pansus RTRW, kepada sejumlah wartawan kemarin (15/8).
Lebih lanjut, Hamid Jufri menyebutkan, masalah penentuan luasan area ini hanya untuk mencakup kegiatan pertambangan saja. Sementara, untuk bagaimana kesepakatan antara Pertamina dengan warga itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 yang mengatur tentang kegiatan pertambangan termasuk pembebasan lahan warga yang terkena kegiatan Pertamina.
‘‘Itulah makanya zona ini sangat penting supaya bisa lebih tertib. Kemudian, jika prakteknya dalam ekplorasi di lapangan ada gesekan dengan warga maka akan diselesaikan sesuai ketentuan. Dan itu domainnya sudah di komisi yang ada di DPRD jika ada pengaduan warga,’‘ tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Fahmi SP, menjelaskan bahwa pada prinsipnya penentuan zonase pertambangan sendiri dalam Ranperda RTRW adalah untuk melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan tambang.
Soalnya, terus Fahmi, konflik akan sering terjadi jika tidak ditetapkan. Berdasarkan penetapan luasan kawasan tambang maka Pertamina kedepannya akan membuat perancanaan detail secara penting area dan rencana keja mereka.
Dengan demikian, warga sekitar tetap harus dihormati. Termasuk soal mekanismenya, pembebasan lahan warga jika ada, kemudian ganti rugi dan lain sebagainya.
Ditanyakan kenapa bisa sampai ada zona dengan luas sekitar 1.048 hektar, Fahmi mengatakan jika perhitungan itu didasarkan pada jumlah sumur yang sudah ada diberi batas diameter 100 meter, kemudian zona aman 50 meter.
‘‘Dari perhitungan badan koordinasi tata ruang daerah dan Pertamina melakukan perhitungan ada sekitar 292 sumur, sehingga keluarlah angka 1.048 hektar, ini untuk melindungi masyarakat juga dan Pertamina dalam melaksanakan kegiatan,’‘ paparnya.
Sedangkan dari pihak Pertamina, disinggung soal tidak adanya dokumen luasan area pertambangan yang mereka lakukan, Arina dari pihak Pertamina menyebutkan jika untuk mendapatkan SK penetapan lokasi memang membutuhkan waktu dan birokrasi yang cukup rumit. Dengan demikian, yang dipakai saat ini ada kontrak kerja SKK Migas.
‘‘Untuk kelengkapan dokumen ada presepsi berbeda, dewan meminta untuk keputusan peruntukan wilayah. Sementara, untuk merealisasikannya butuh waktu dan prosedur yang rumit,’‘ paparnya.
Rencananya, setelah dikoordinasikan dalam waktu dekat Ranperda RTRW akan dilakukan uji publik dengan melibatkan pihak terkait. Dan jika nanti dalam pertemuan ada sesuatu hal yang dapat melemahkan luasan area tambang maka kemungkinan luasan area tambang bisa dikurangi. Demikian ditambahkan Hamid Jufri usai rapat.
sumber: jambi ekspres