SAROLANGUN, Saat ini Dinas Pekebunan dan Kehutanan Sarolangun sedang mengajukan permohonan izin areal kerja hutan desa seluas 57.462,50 hektar. Angka ini menunjukkan 23 persen dari luas keseluruhan kawasan hutan di Kabupaten Sarolangun yang berjumlah 252. 377, 81 hektar.
Usulan untuk hutan desa terdapat di Desa Lubuk Bedorong, Desa Berkun, dan Desa Napal Melintang Kecamatan Limun dengan total luasan 21.787 hektar. ‘’Sementara di Kecamatan Batang Asai, ada enam desa yang juga dalam proses pengajuan permohonan izin areal kerja hutan desa seluas 35.675, 50 hektar, yakni berada di Desa Batin Pengambangan, Desa Tambak Ratu, Desa Muara Air Dua, Desa Sungai Keradah, Desa Simpang Narso dan dan Desa Batu Empang,’’ tutur kakdisbuthut Sarolangun melalui kabid Penataan Kawasan Hutan, Muhammad Wahyudi.
Dalam lokakarya menggali aspirasi, menyatukan persepsi dan aksi untuk mengimplementasikan skema-skema pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat di Kabupaten Sarolangun yang digagas KKI Warsi bekerjasama dengan Disbunhut Kabupaten Sarolangun, Wahyudi mengaku pihaknya sudah mengimplementasikan kebijakan strategis pengelolaan hutan berbasis masyarakat. ‘’Saat ini tercatat ada sekitar 57.462,50 hektar yang akan diusulkan menjadi hutan desa. Sementara di Sarolangun juga ada 18.840 hektar dalam skema hutan tanaman rakyat (HTR), dan ada juga hutan kemasyarakatan di Kecamatan Mandiangin,” ujarnya.
Ditambahkan Wahyudi, masyarakat telah lebih dulu mempraktekkan skema pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat melali hutan adat. Saat ini kawasan hutan adat yang tersebar di lima desa di Kecamatan Limun telah dikuatkan dengan Keputusan Bupati Nomor 206 tahun 2010 tentang pengukuhan kawasan hutan adat Bukit Bulan ‘Bathin Jo Pengulu’ dengan total luasan 1.368 hektar.
Sementara Direktur KKI Warsi, Rakhmat Hidayat menyampaikan beberapa peluang dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat. PHBM menjadi program strategis Kementerian Kehutanan serta adanya dukungan anggaran Pemerintah Pusat yang memadai merupakan salah satu peluang dalam pengembangan PHBM. Ditambah lagi adanya putusan Mahkamah Konstitusi No 35/2013 tentang hutan adat juga membuka lebar pintu PHBM itu sendiri.
‘’Namun demikian, pengusulan PHBM ini juga masih belum semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai tantangan menjadikan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan tak berjalan mulus. Informasi regulasi skema PHBM belum merata ditambah lagi belum terintegrasi dengan baik dukungan fasilitasi, anggaran dan program dari pemerintah membuat terseoknya program PHBM,’’ ujarnya.
Terkait dengan proses birokrasi yang panjang dan berbelit, Prof San Afri Awang Staff Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga menegaskan di Kementerian Kehutanan akan langsung memproses setiap usulan yang masuk. ”Kami ini posisinya menunggu bola, jika usulannya semua sudah lengkap verifikasi sudah bisa dilakukan paling lambat satu bulan,” sebutnya.
Meskipun angin segar bagi masyarakat untuk mengelola hutan mulai berhembus, namun kekhawatiran masih saja menghantui masyarakat dengan kehadiran HTI maupun perkebunan berskala besar yang akan berdampak pada masyarakat sekitar. Seperti yang dialami masyarakat Desa Berkun Kecamatan Limun yang sejak setahun lalu mengajukan surat penolakan terhadap rencana izin IUPHHK HTI PT Gading Karya Makmur dan PT Hijau Artha.
Kepala Desa Berkun, Paisal, menyebutkan ada beberapa alasan mereka menolak kehadiran HTI di desanya. Pasalnya sebelum areal rencana izin IUPHHK HTI PT Gading Karya Makmur, areal tersebut merupakan hak kelola masyarakat sejak lama dan terdapat kebun-kebun karet milik mereka. “Di sano, ado kebun-kebun karet kami, dan terdapat juga tanaman-tanaman buah serta kuburan-kuburan lamo tempat nenek bunyut kami,” sebutnya.
Dia juga menambahkan kehadiran HTI tersebut juga berdampak buruk pada Hutan Adat Bathin Betuah seluas 98 hektar yang telah ditetapkan dalam Sk Bupati Sarolangun Nomor 206 tahun 2010. “Hutan adat kami terancam, padahal keberadaan hutan adat ini untuk kepentingan masyarakat guna melindungi hulu air untuk irigasi areal sawah dan sumber air bersih,” ungkapnya.
Untuk diketahui, PT HAN yang sudah mendapatkan izin di Lubuk Bedorong dan PT GKM, saat sedang dalam proses. Di areal tersebut tercatat ada sebelas hutan adat yang sudah diakui pemerintah, yakni hutan adat Pengulu Laleh 128 ha, hutan adat Rio Peniti 313 ha, hutan adat Pengulu Patwa 295 ha, hutan adat Pengulu Sati 100 ha, hutan adat Rimbo Larangan 18 ha, hutan adat Bhatin Batuah 98 ha, hutan adat Paduka Rajo 80 ha, hutan adat Datuk Menti Sati 78 ha, hutan adat Datuk Menti 48 ha.
sumber: jambi ekspres