iklan
MUARA BUNGO, Komisi III DPRD Bungo meminta PT. GSPC untuk segera membayar ganti rugi rumah warga Kuamang Kuning yang rusak akibat dari pengeboran minyak dengan pengeboman secara seismic oleh perusahaan itu.  Setidaknya ada 114 rumah yang rusak di 11 dusun. Desakan ini dikemukakan Komisi III saat melakukan rapat dengar pendapat bersama Dinas ESDM di ruang Komisi III, Selasa (8/10).

“Kami mendapat laporan warga terkait persoalan ini. Kita minta ESDM agar bisa mendesak perusahaan agar menepati janjinya. Membayar kompensasi kepada warga yang dirugikan atas aktivitas perusahaan," ujar Surip Haryanto, Ketua Komisi III DPRD Bungo.

Surip juga mempertanyakan pengawasan dan izin terhadap perusahaan ini. Meskipun izin dan pengawasan merupakan hak SKK Migas. Dirinya meminta kejelasan dari ESDM mengenai kewenangannya terhadap perusahaan ini. Surip mengaku sangat menyayangkan lambannya pemberian kompensasi terhadap warga. “Seperti apa kewenangan ESDM terhadap aktivitas perusahaan ini,”  ujarnya.

Terkait dengan hal ini, Kepala Dinas ESDM yang diwakili Heri Syawal dan Ani Suryani dari Dinas ESDM mengatakan, untuk pemberian izin dan pengawasan menjadi hak penuh SKK Migas. Namun didaerah, ESDM juga memiliki kewenangan. Pihaknya juga telah melakukan pengawasan di lapangan.

Disebutkannya, kondisi perusakan paling banyak berada di wilayah unit 7. Diakuinya, dari segi aturan, perusahaan telah mematuhinya, dalam hal ini letak dan jarak pengeboman seismic dengan jarak rumah warga. “Kalau dalam aturan, seismic bisa dilakukan paling dekat 100 meter dari rumah penduduk. Dan di unit 7 dengan kerusakan paling banyak ini, jaraknya 300 meter,” tambah Heri Syawal.

Namun, akunya, di unit 7, tekstur tanahnya yang berbeda dengan lokasi lain di Kumang Kuning, sehingga meskipun jaraknya sudah sesuai aturan, namun dampaknya masih terlihat dijarak itu. “Itu jarak aman pada tekstuor tanah yang padat. Salahnya adalah tidak melakukan penelitian dulu terhadap tekstur tanah, sehingga mengakibatkan kerusakan itu,” jelasnya.

Terkait dengan kerusakan pada rumah warga, Heri mengaku sudah melakukan pemanggilan kepada perusahaan. Dan perusahaan sudah menyanggupi pemberian kompensasi kepada rumah warga yang mengalami kerusakan. “Bahkan kesepakatan itu sudah dinotarislan juga. Pemberian kompensasi antara Rp 100 ribu sampai Rp 275 ribu. Sementara untuk rumah ibadah diberi Rp 15 juta,” ujarnya.

Awalnya, sebut Heri, perusahaan menyanggupi pemberian kompensasi secara bertahap, namun warga menolak dan meminta diganti secara bersamaan. Sementara itu, Ahmad Fauzan, anggota Komisi III mengatakan, semestinya perusahaan bisa melakukan pemberiam kompensasi lebih cepat sehingga tidak menimbulkan persoalan yang berkepanjangan. 

“Kita minta kebijakan perusahaan untuk memberikan kompensasi dengan batas waktu yang ditentukan,” harapnya.

Dirinya menilai, kompensasi dwngan total Rp 200 jutaan untuk 200-an rumah menurutnya itu kompensasi yang sangat wajar. Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan itu harus dipertanggung jawabkan. Kalau dengan urusan kompensasi ini kalau tidak selesai tentu kita pertanyakan perusahaan ini. Kalau tidak mampu bagaimana nanti kalau sudah ekaploitasi,” cetusnya.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III lainnya, Martunis. “Realiasi tanggal 10 kita tunggu. Jangan dilepas begitu saja. ESDM mesti berperan aktif agar ini cepat selesai,” ujarnya.
Sementara itu, pihak PT. GSPC, Haris, tidak mau berkomentar terkait permasalahan tersebut. Bahkan, dirinya berkilah saat ditanya rencana ganti rugi 214 rumah yang rusak itu. “Didusun mano?,” katanya, sambil mematikan ponselnya.

sumber: je

Berita Terkait



add images