iklan
Potensi terjadinya gratifikasi di Jambi dinilai cukup tinggi. Karena sampai sejauh ini tidak ada laporan dari PNS atau pejabat di Jambi yang menerima uang dari pihak lain. Padahal, itu wajib dilaporkan, meski hanya menerima Rp 100. 000 – Rp 200.000 dari seseorang.

‘’Misalnya saat acara pernikahan, menerima sumbangan Rp 100.000 – Rp. 200.000. Itu harus dilaporkan. Kalau tidak akan menjadi suap,’’ ungkap Giri Suprapdiono, Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Rabu (9/10).

Dalam pemaparannya, dia menjelaskan, pada tingkat daerah, masih terdapat 8 sub indikator yang nilainya masih di bawah 6. Yaitu kebiasaan pemberian gratifikasi, keterbukaan informasi, pemanfaatan tekhnologi informasi, perilaku pengguna layanan, tingkat upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat.

Dijelaskan juga, tujuan dilakukannya koordinasi supervisi (korsup) yang dilakukan kemarin adalah untuk melihat potensi korupsi yang bisa terjadi di sejumlah daerah. Sehingga, KPK bisa melakukan upaya pencegahan sebelum tindak pidana korupsi terjadi.

“Tujuan Korup ini mengidentifikasi penyebab atas permasalahn tahun 2012 dan mengidentifikasi permasalahan dan penyebabnya dalam penyusunan APBDP 2012. Selain itu mengidentifikasi persoalan dalam pelayanan publik, pengelolaan APBD atas program ketahanan pangan, pertambangan dan pendapatan,” katanya.

Selain itu, sebutnya, mengidentifikasi kelemahan sistem pengendalian intern dan risiko pada unit kerja. Hal ini terkait sdasar penyusunan rencana aksi pencegahan korupsi dan peningkatan pelayanan publik.

‘’Serta menurunkan potensi tindak pidana korupsi dan tingkat korupsi,” tambahnya.
Ditanya soal potensi terjadi korupsi di Jambi, dia tak tegas. Hanya saja menyampaikan, jika diamati, fokus KPK itu kan ada tiga. Yakni, pendapatan, yaitu energi dari migas, pertambangan dan lain-lain. Lalu, ketahanan pangan, pendidikan dan kesehatan.

“Kalau di Jambi ini kan banyak blok migasnya ada PetroChina, Pertamina, Konoko ada, batubara juga dan hutan karena hutan itu isunya bisa dilarikan kesana. Kita lihat lebih besar kemana, kalau ada migas kita fokus ke migas. Ada pendapatan bisa pajak, cukai, kehutanan dan lain-lain,” ujarnya.

Namun dia menegaskan, tak akan segan-segan untuk melakukan penindakan jika seluruh rekomendasi dari hasil pemeriksaan KPK kemarin tak ditindak lanjuti. “Misalnya pelayanan umum kalau tahun depan  masih ditemukan juga, kalau mungkin penindakan ya akan dilakukan penindakan,” sebutnya.

Dia menegaskan, KPK akan konsisten karena koordinasi supervisi akan melekat dan bsia berkelanjutan. Karena fungsi pencegahan KPK yang harus dimunculkan sekarang. Kalau menangani kasus, ya itu-itu lagi, itu-itu lagi. Artinya harus ada pencegahan.

‘’Mengapa pelayanan umum jadi fokus, karena kita harus mengembalikan hak masyarakat untuk dilayani pemerintah,” ujarnya.

Pemeriksaan yang dilakukan sendiri adalah untuk kegiatan yang sudah dilakukan selama 2012. Oleh karenanya, dia mewanti-wanti pihak Pemprov Jambi untuk memperbaiki kinerjanya.

“Tolong diingat temuan tadi, tahun depan ada perbaikan atau tidak. Dengan adanya temuan ini, kalau mau ngajukan anggaran mestinya tak ada masalah lagi, tak ada hambatan. Tanpa anggaran mustahil bisa diperbaiki,” sebutnya.

Lalu, ditanya apakah KPK sudah pernah melakukan penindakan di Jambi, dia kembali menjawab diplomatis. “Kalau potensi itu pendekatannya adalah potensi kerugian. Ya kita kasih tahu dulu, jangan dilakukan karena akan menimbulkan korupsi kalau dilakukan.

‘’Itu fungsi pencegahan terhadap tindak pidana. Kami bukan sedang penindakan, namun dalam pencegahan,” ujarnya.

Ditanya soal tindak lanjut KPK soal dugaan penyalahgunaan wewenang dalam hal pinjam pakai hutan untuk pertambangan, dia menegaskan, pihaknya hanya melakukan pencegahan. “Nanti bisa ditanya langsung ke KPK, ada bagian informasi ditanyakan disana statusnya seperti apa,” tegasnya.

Sementara itu, pihak BPKP Provinsi Jambi menyampaikan, dalam aspek pelayanan perizinan pertambangan, penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tak sesuai aturan. Diantaranya, belum adanya kelengkapan persyaratan tekhnis, lingkungan  dan finansial. Pengaturan jangka waktu IUP Eksplorasi tidak sesuai ketentuan. Selain itu, belum ada penetapan Wilayah IUP. “Parahnya, tidak menyetor jaminan pelaksanaan eksplorasi sebesar $100.00,” katanya.

Disamping itu, pemegang IUP eksplorasi juga tidak melakukan kewajiban reklamasi, tidak ada dokumen rencana dan laporan pelaksanaan reklamasi yang dibuat oleh pemegang IUP. Hasil konfirmasi dengan dinas terkait menyatakan tidak mengetahui ada tidaknya kegiatan reklamasi. “Pemegang IUP tidak menyediakan jaminan reklamasi,” sebutnya.

Disampaikannya, dasar perhitungan iuran tetap IUP eksplorasi tahun 2012 tidak tepat yang mengakibatkan kurang setor PNBP oleh pemegang IUP mencapai Rp 1, 5 M. Selain itu, terdapat potensi kekurangan penerimaan PNBP tahun 2013 sebesar US$ 194. 960. “Pemerintah daerah belum melakukan pengawasan ini, terlihat dari tidak adanya hasil pemeriksaan,” ujarnya.
Selain itu, katanya lagi, terdapat indikasi penerbitan IUP tidak sesuai kewenangan. Seperti, PT Sarolangun Ketalo, PT Tembesi Coalindo yang IUPnya dikeluarkan Pemkab Sarolangun.

Sementara PT Satria Tapak nawala dan PT Bangun Energy Indonesia IUP-nya di keluarkan Pemkab Batanghari.

Oleh beberapa hal tersebut, bisa memberikan beberapa dampak kerugian daerah. “IUP itu harusnya dikeluarkan Provinsi, bukan daerah. Dampaknya, diantaranya, kemungkinan terjadinya manipulasi data potensi produksi. Terjadinya eksploitasi area IUP di luar izin yang dikeluarkan. Lalu kemungkinan terjadinya areal eksploittasi lebih luas dibandingkan izin yang diterbitkan. Lalu adanya indikasi akan kemungkinan terjadinya penjualan informasi potensi pertambangan kepada pihak lain,” jelasnya.

Dimintai komentarnya terkait hal itu, Direktur Gratifikasi KPK, Giri enggan berkomentar banyak. “Ini kita cek dulu. Jangan disimpulkan dulu karena berbahaya. Itu lebih ke prosedur umum. Zaman desentralisasi ini harus dipelajari betul, seperti kewenangan kabupaten kota itu besar sekali. Kehutanan itu hanya lebih dari 80 persen kewenangan ada di Kabupaten dan Kota,” ungkapnya.

Terkait adanya indikasi dan dugaan kerugian karena penyelewengan IUP tersebut dan kegiatan eksplorasi yang tak sesuai IUP senilai Rp 1, 5 M yang tidak disetorkan. Karena izin dengan wilayah eksplorasi berbeda, dia tak bisa berkomentar. “Takutnya ini menjauh. Kami punya kajian sumber daya mineral dan migas dan termasuk kehutanan juga. Kalau kesimpulan kita, prosedur ini harusnya dikoordinasikan,” tandasnya.

Diterangkan Giri Suprapdiono, sejak tahun 2004, KPK telah menangkap 7 orang level menteri, 8 orang gubernur, 70 orang anggota DPR, 32 orang bupati/walikota, 107 orang Dirjen, Irjen, dan Sekjen, 116 orang yang bukan penyelenggara negara (seperti Nunun Nurbaeti), 4 orang duta besar, dan 5 orang Deputi Gubernur Bank Indonesia. “Dan dari semua yang ditangkap KPK, semua masuk penjara, kecuali ada yang meninggal sebelum dipenjara,” ujarnya.

sumber: je

Berita Terkait



add images