iklan foto : dok je
foto : dok je
Mendengar kata autis, banyak orang yang akan mengernyitkan dahinya dan spontan mengatakan, “Itu kan keterbelakangan mental,” atau “Hati-hati sama anak autis, bahaya kalau mengamuk.” Persepsi negatif tentang anak autis yang masih tertanam kuat di benak masyarakat sering kali membuat mereka menjadi tak berkembang baik dari segi psikis maupun sosial sehingga dijauhi oleh teman-temannya. Padahal, layaknya anak-anak normal, autis yang masuk dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) juga punya hak dan kesempatan yang sama untuk menggapai kesuksesan dan cita-citanya di masa depan. Namun, untuk menggapai cita-citanya itu tentu saja perlu akses pendidikan yang sama agar anak berkebutuhan khusus bisa memaksimalkan potensinya seperti orang normal.

Menyekolahkan anak autis di tempat umum, bisa memacu perkembangannya. Jangan jadikan anak autis itu seperti anak tanpa daya, tapi biarkan mereka tumbuh seperti anak normal. Jika diperlakukan seperti anak tidak normal, seumur hidupnya dia akan tumbuh seperti itu dan menjadi ketergantungan. Anak mempunyai minat atau ketertarikannya sendiri, sehingga orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya, terlebih lagi pada anak autis yang memang perlu perhatian khusus dari orang tuanya.

Hal itulah yang membuat Zahid, pria kelahiran 09 November 1971 ini  bersemangat untuk mendirikan sebuah Yayasan Pendidikan Autisma Buah Hati. Pusat Terapi & sekolah khusus  autisma dan prilaku lain serta layanan konsultasi psikologi dan konseling ( Kiddy Autism Center ) yang bertalamatkan di Jl.Kol.Amir Hamzah Lrg.Kenanga II No 37 RT .05 Simpang IV Sipin Telanai pura  Jambi. Yayasan yang didirikan pada tahun  2003 itu saat ini telah memiliki 60 orang anak didik.

“Saat ini, istilah autis sudah mulai populer di kalangan masyarakat, khususnya di ranah pendidikan. Hanya saja, masih ada persepsi negatif yang menempel pada anak autis, yakni bisa dididik dan disembuhkan atau tidak sama sekali. Ini yang membuat sulit soal penyikapan terhadap anak autis, dari situlah hati saya merasa terpanggil untuk mendirikan sebuah yayasan autis ini” Tutur Zahid selaku pendiri yayasan.

Autisme bisa dikenali dari beberapa gejala seperti interaksi dan emosi yang kurang seimbang, kualitas komunikasi yang kurang dan juga keterbatasan minat, sehingga penyandang autis sering kali melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Penyandang autis bisa saja disembuhkan dan berlaku layaknya anak normal, meskipun tidak seratus persen, asalkan secepatnya melakukan terapi. Artinya, kita mesti mengenali gejala itu sejak dini, jadi bisa langsung ditangani,” lanjutnya.

Harapannya,“ Dengan banyaknya autism center di berbagai kota besar di Indonesia, anak-anak penyandang autis mendapat perhatian yang besar dan persepsi negatif masyarakat terhadap mereka dapat berubah menjadi lebih baik. Selain itu, yang perlu digaris bawahi, autism center bukanlah upaya diskriminasi terhadap penyandang autis melainkan upaya peningkatan kualitas hidup mereka untuk menyongsonh kedihupan masa depan melalui sekolah-sekolah reguler. Dan juga diharapkan kepada masyarakat untuk lebih peduli kepada anak autis dengan apa yang bisa diberikan baik harta, tenaga, fikiran dan lain- lain,” Tambahnya mengahiri wawancara.

sumber: je

Berita Terkait



add images