iklan
Rencana Pemeritah Kota (Pemkot) untuk menutup lokalisasi Payosigadung alias Pucuk jangan hanya sekedar wacana saja. Pasalnya, isu soal penutupan lokalisasi ini sudah berkali-kali mencuat, namun tidak pernah ada realisasinya.

“Ya dari tahun ke tahun wacananya mau menutup itu, akan tetpai hingga kini belum terlaksana, kalau benar Pemkot mau nutup itu bagus,” ujar pemerhati sosial, politik dan pemerintahan dari lembaga Jambi Emas Watch Nasroel Yasir kepada media ini Kamis (17/10).

Wacana penutupan lokalisasi terbesar di Provinsi Jambi ini memang kembali mencuat saat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pemberantasan Prostitusi dan Asusila. Bahkan, Pemkot Jambi dan Pansus DPRD Kota Jambi sepakat untuk melakukan penutupan tersebut.

Menurut Nasroel, melihat track record yang ada selama ini, rencana Pemkot menutup Pucuk tersebut sudah ada sejak lama. Pemkot terkesan takut dan  hanya bisa mewacanakan saja.

‘’Artinya mereka tidak punya keberanian, jelas saja itu  di tengah kota, kok tidak berani di tutup? Sedangkan PKL diubur-ubur Pemkot hendak ditutup. Nah sedang itu sudah jelas asusila da melanggar undang-undang, menurut kacamata agamapun sudah sangat salah. Ada apa sebenarnya, PKL yang hanya berjualan saja diubur-ubur, kenapa itu (pucuk, red) tidak lakukan penutupan sejak dulu, kenapa baru sekarang,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, ia juga meminta keberanian Pemkot untuk melakukan penutupan itu sebelum peralihan walikota terpilih, dia mengatakan,  kalau benar berani menutupnya dalam waktu dekat sebelum masa peralihan walikota, dirinya sangat mengapresiasi untuk pemkot.

“Jadi jangan hanya sekedar wacana saja, coba laksanakan sebelum pemerintahan yang baru. Baru setelah itu kita berikan pengahargaan yang setinggi-tingginya untuk pemerintahan Bambang Priyanto dan Sum Indra ini,” pungkasnya.

Sementara itu,  pembahasan ranperda Pemberantasan Prostitusi dan Tindakan Asusila memasuki bab penutup. Namun, ada dua Bab lagi yang perlu dibahas, yakni mengenai peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindakan yang melanggar norma tersebut. Begitu juga tindakan yang harus diambil Pemkot Jambi terhadap tempat-tempat yang berpotensi terjadinya kegiatan prostitusi dan asusila itu.

Ketua Pansus Ranperda Pemberantasan Prostitusi dan Tindakan Asusila DPRD Kota Jambi, Paul Andre Marisi, usai hearing dengan anggota pansus dan pihak eksekutif di kantor DPRD Kota Jambi, Kamis (17/10),  mengatakan, setahun setelah Ranperda disahkan menjadi Perda, Pihak Pemkot harus berani menindak tegas dan menutup tempat-tempat praktek prostitusi tersebut.

"Tempat-tempat yang berbau pelacuran, harus ditutup selambat-lambatnya setahun setelah perda disahkan. Baik itu lokalisasi, maupun non lokalisasi," ujarnya.

Ia menjelaskan, Pemerintah Kota Jambi, sebagai pihak yang mengusulkan ranperda ini, diminta komitmen dalam melaksanakannya.

Lebih lanjut, untuk sanksi sendiri kata Paul, semua pihak yang terlibat dalam praktek ini akan dikenakan sanksi. Baik pelaku langsung, perantara, penyedia tempat, hingga pengguna jasa prostitusi terancam hukuman kurungan penjara dan denda.

Namun, hukuman yang paling tinggi diberikan kepada para mucikari, yang dianggap sebagai mata rantai praktek pelacuran. Paul mengatakan, untuk mucikari serta penyedia tempat, akan dikenakan kurungan enam bulan penjara serta denda maksimal Rp 50 juta,"Kalau pelakunya kurungan 3 bulan serta denda maksimal Rp 25 juta," sebutnya.

Namun lanjut Paul, tidak hanya bagi pelaku praktek prostitusi, pelaku tindakan asusila juga dikenangan ancaman kurungan 3 bulan penjara dan denda Rp 25 juta. Akan tetapi, terjadi kerancuan batasan-batasan tindakan yang bisa dikatakan sebagai tindakan asusila.

Dijelaskan Paul, tindakan asusila adalah tindakan yang dilakukan dengan melanggar hukum positif, adat, dan agama. "Seperti berduaan di tempat sepi dan berpelukan, itu asusila. Berbeda dengan ketika bertemu dengan teman lam kemudian berpelukan. Dilihat kondisi, tempat, dan waktunya," jelas Paul.

Di Kota Jambi sendiri, saat ini ada dua tempat lokalisasi prostitusi yang masih aktif. Yakni Payo Sigadung atau yang lebih terkenal dengan sebutan Pucuk, di Kecamatan Kota Baru dan lokalisasi Langit Biru di Jambi Timur.

Terkait dengan tindakan setelah penutupan lokalisasi, Kaspul, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja (Disosnaker) Kota Jambi mengatakan dalam pasal 10 poin F sudah dijelaskan langkah-langkah yang akan diambil. Ketika Ranperda sudah disahkan jadi Perda, maka pelaksanaan tekni berkoordinasi dengan Kemensos RI.

"Kerja sama dengan daerah asal mereka, perguruan tinggi, pihak swasta, itu teknisnya dikoordinir oleh pusat, tapi daerah sudah harus punya payung hukum seperti Perda ini," sebutnya.

Kaspul mengaku sudah didatangi oleh Kemensos dan Kemensos sudah sediakan dana penanganan hal ini, namun sayangnya Pemkot Jambi belum punya Perda. Sementara sebelumnya, untuk pemulangan-pemulangan ke daerah masing-masing, Disosnaker punya anggaran sendiri, dalam bentuk anggaran pemulangan orang terlantar. "Itu seperti tiket," katanya.

Namun lanjut Kaspul, ketika pusat sudah koordinir, maka pusat yang berkoordinasi dengan daerah asal mereka. Sesampai di daerah mereka masing-masing, dalam waktu sebulan atau dua bulan para PSK akan diberikan dana dari Kemensos untuk mulai membuka usaha.

sumber: je

Berita Terkait



add images