iklan DISKUSI: Tim Media Visit saat berdiskusi dengan Ketua Pelaksana Kegiatan PTPPMA Naumi terkait hutan adat yang ada di Papua.
DISKUSI: Tim Media Visit saat berdiskusi dengan Ketua Pelaksana Kegiatan PTPPMA Naumi terkait hutan adat yang ada di Papua.
Di setiap daerah selalu ada lembaga yang konsen terhadap masyarakat adat. Termasuk di Papua. Wartawan media ini Dedi Aguspriadi sempat berdiskusi dengan salah satu lembaga tersebut di Abepura, Papua

SETIAP tahun diperkirakan sekitar 110 ribu hektar hutan Papua berkurang. Jika hal tersebut terus terjadi maka dalam Sepuluh tahun ke depan diyakini hutan Papua bisa habis.

SETELAH mengunjunggi hutan Adat yang berlokasi di Desa Nimbotong. Pada hari kedua Tim Media Visit langsung mengujunggi Organisasi Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Papua ( PTPPMA).

Perjalanan dari kota Jaya Pura menuju PTPPMA menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit mengunakan mobil, dengan melewati rute menuju kearah Sentani yang berlokasi di Jalan Raya ABG Sentani No.13B, Abepura.

Sesampai di kantor Pt PPMA, tim Media Visit disambut oleh Naumi yang merupakan Ketua Pelaksana Kegiatan PTPPMA dan beberapa Anggota.

Pt PPMA merupakan sebuah lembaga non pemerintah yang bersifat nirlaba, didirikan pada 2001 oleh orang-orang yang memiliki komitmen/kepedulian pada masyarakat adat guna memberdayakan dan mengembangkannya berdasarkan pada sumberdaya (alam, sosio-budaya, politik dan ekonomi) yang dimilikinya secara turun temurun dimana secara structural tidak menguntungkan mereka.

Naumi mengatakan, luas hutan papua mencapai 42 juta hektar (ha) pada 2005-2009, berselang tiga tahun kemudian yakni 2011 luas hutan Papua hanya tersisa 30,07 juta hektar. Setiap tahun diperkirakan sekitar 110 ribu hektar hutan Papua berkurang. Jika hal tersebut terus terjadi maka dalam sepuluh tahun ke depan diyakini hutan Papua bisa habis.

“Luas hutan Papua akan terus menyusut akibat alih fungsi hutan, baik ekspansi perusahaan perkebunan sawit maupun perusahaan pemegang HPH untuk mengeksloitasi kayu, untuk kedepanya sekitar 800.000 hektare hutan di papua terancam dibabat demi berbagai kepentingan investasi,” ujar Naumi kepada media ini.

Dia menambahkan, selain berdampak ekologis, alih fungsi hutan tersebut juga mengancam keberadaan masyarakat adat Papua. Masyarakat local sebagai pemilik lahan yang tadinya bergantung dari hasil hutan, berubah pola hidupnya lantaran menjadi buruh perkebunan sawit dengan upah rendah. Padahal keberadaan masyarakat adat akan membuat kelestarian hutan terjaga,” katanya.

Berdasarkan berbagai kajian yang dilakukan World bank dan Ford Foundation, lanjutnya, hutan akan lestari jika pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat adat. Pengelolaan hutan termasuk dalam wilayah adat juga merupakan hak konstitusional masyarakat adat yang juga dikuatkan oleh keputusan mahkamah Konstitusi (MK) No.35/PUU/X/2012 mengenai hutan adat.

”Putusan MK 35 memberikan penguatan pada UU Otonomi Khusus Papua yang berimplikasi pada pengakuan mutlak hak atas wilayah adat Masyarakat Papua atas tanah dan sumber daya alam (SDA). Khususnya untuk kehutanan, berdasarkan SK Menhutbun No. 891/Kpts-II/199 yang secara jelas terlihat bahwa kawasan hutan dan perairan (TGHK) Pulau Papua adalah 42.224.480 ha dan terindikasi bahwa luas kawasan hutannya adalah 40.546.360 ha atau menutupi 96% luas wilayah Tanah Papua,” sebutnya.

Masyarakat Papua dengan hak atas tanah dan SDA-nya hidup mendiami keseluruhan kawasan hutan ini dan sering kali menjadi objek yang dirugikan dari kebijakan pengelolaan hutan. Data terakhir menurut RTRWP Papua 2011-2031 bahwa sekitar 2,337 kampung di Provinsi Papua berada dalam kawasan hutan (84%). Sedangkan untuk Provinsi Papua Barat, BPS dan Dephut (2009) memberikan informasi bahwa sekitar 718 kampung atau 59% berada dalam kawasan hutan.

Pt PPMA bekerja di seluruh tanah Papua yang dalam kerjanya mengunakan pendekatan komunitas. Kelompok yang didampinggi Pt PPMA terbesar di seluruh tanah Papua. Ada terdapat kurang lebih 20 kelompok etnis (basis) yang telah dijangkau oleh PPMA dalam pendidikan Hukum kritis dan 10 diantaranya Pt PPMA mensiasati pembentukan Lembaga adatnya. Dalam aktivitasnya, Pt PPMA selalu bermitra dengan lembaga-lembaga lain seperti gereja, institusi adapt dan LSM local disetiap kabupaten.

”Kami ini lebih mengkhususkan pada penguatan kelembagaan masyarakat terutama menyangkut dengan kepemilikan lahan dan sejarah asal usul masyarakat adapt. Salah satu tugas yang saat ini kami kerjakan yaitu pemetaan partisipatif dalam kepemilikan lahan atau pun pemetaan tanah-tanah adapt,” kata Naumi

Pt PPMA telah berhasil melakukan identifikasi potensi hutan bersama masyarakat adapt. Kegiatan utama yang dilakukan pemetaan partisipatif di sejumlah wilayah pemerintah distrik di kabupaten Jaya Pura. Identifikasi dan pemetaan itu antara lain meliputi kelompok masyarakat adapt Namblong, Klisi Kemtuk, mooy dan Tepera termasuk kelompok masyarakat adapt Tabi dikawasan hutan Cykloops. (bersambung)

Berita Terkait