iklan Ilustrasi: jambi ekspres
Ilustrasi: jambi ekspres
2013 segera meninggalkan kita. 2014 merupakan tahun politik yang tentunya penuh dengan intrik dan kontroversi. Bagaimana konstelasi politik di tahun tersebut ?

Menatap 2014 tentu penuh dengan berbagai harapan dan kecemasan. Terutama bagi orang-orang politik. Ditahun  tersebut digelar perhelatan akbar pemilu legislatif.  Setelah itu juga ada pemilihan presiden.

Dalam konteks lokal, tentu politik 2014 juga cukup menentukan. Pasalnya, ada pemilihan gubernur (Pilgub) 2015. Jelas, konstelasi politik di tahun tersebut semakin panas di wilayah politik lokal. Sementara partai akan berlomba-lomba mencalonkan pentolan mereka untuk merebut kursi nomor 1 di Provinsi Jambi tersebut.

Di partai demokrat sendiri, diprediksikan bakal ada gesekan dan persaingan di internal partai. Banyak orang-orang pengaruh yang menjadi pengurus partai tersebut. Misalnya, ada Bupati Bungo, Sudirman, Bupati Muarojambi, Burhanuddin Mahir, Walikota Sungaipenuh, Asafri Jaya Bakri. Kemudian, ada juga mantan Bupati Bungo, Zulfikar Ahmad. Hanya saja, prediksi ini cepat-cepat ditepis oleh pengamat politik, Dr (Kand) Ja’far Ahmad.  Menurut dosen STAIN Kerinci ini, tidak ada pilihan lain kecuali HBA.

“Kalau untuk Gubernur sepertinya memang Demokrat tidak punya pilihan kecuali HBA. Dia populer dan sekarang masih menjabat, hubungan HBA dengan pusat juga baik. Hampir tidak ada prediksi lain di luar itu,” katanya.
--batas--
Menurut Jafar, HBA yang merupakan Ketua DPD Demokrat Provinsi Jambi tersebut secara logika politik memang harus maju untuk kembali memperebutkan BH 1 mendatang. “Dia incumbent dan pasti jaringannya sudah banyak, mestinya secara logika politiknya harus maju,” ujarnya.

Lantas apakah nihilnya kader Demokrat yang akan menjadi cagub ini mengindikasikan kegagalan kaderisasi oleh partai politik (parpol)? “Bukan begitu, ini karena HBA masih terlalu kuat dibandingkan yang lain. Sama dengan SBY dulu masih terlalu kuat dibandingkan yang lain. HBA ini popularitasnya sangat tinggi,” tukasnya.

Jika sudah pasti maju, untuk pendamping HBA tidak mesti menggandeng kader partai lain, tetapi juga bisa berasal dari kader internal Demokrat. Karena diakui Jafar, dalam Pilkada fungsi partai itu tidak memiliki pengaruh banyak. Partai fungsinya hanya sebagai tiket masuk sebagai calon.

“Jadi kalau dia mau mengambil calon internal atau tidak itu tidak berpengaruh. Yang paling penting itu calonnya mewakili wilayah tertentu, etnis tertentu atau komunitas tertentu. Karena ini sangat menentukan. Yang menentukan bukan pasangan antar partai, tapi keterwakilan wilayah,” tuturnya.

Ditambahkan Jafar, yang jadi masalah saat ini, para calon yang bakal maju belum kelihatan, apakah masih malu-malu atau memang ada strategi baru.

“Padahal semakin lama melakukan sosilisasi itu semakin baik, sejauh ini belum panas kelihatannya. Mestinya tidak begitu, dua tahun atau dua setengah tahun sebelumnya itu sudah harus mulai. Walaupun sudah nampak sedikit-sedikit Zumi Zola acara di Jambi, HBA sudah road show, yang lain belum kelihatan. Tetapi ini relativ lebih dingin dibandingkan 2010 lalu,” tambahnya.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena menunggu momen 2014. “Tetapi kalau tidak dimulai sekitar Februari atau Maret itu sangat rugi. Sosilasasi sudah telat, mungkin orang lagi menunggu momen Pileg atau menunggu strategi yang disiapkan oleh tim,” tandasnya.
--batas--
Sementara itu, Dasril Rajab Pengamat Politik Jambi lainnya mengatakan, secara umum kader partai untuk menjadi calon gubernur memang sedikit, tidak banyak pilihan.

“Kalau kita kaitkan dengan Demokrat, barangkali bersyukur Demokrat punya HBA, untuk sementara beliau satu-satunya, hanya HBA yang menonjol. Sementara partai lain, belum nampak kecuali dari PAN ada yang menggadang-gadangkan Zumi Zola dan Golkar Cek Endra,” katanya.

Untuk itu ditambahkannya, Demokrat sudah punya modal kuat untuk menjadi kandidat jika dibandingkan partai lainnya. “Kalau kita lihat kader yang ada sekarang ini, yang eksis di dalam maupun di luar ya cuma HBA. Kecuali Zulfikar Ahcmad ada juga yang menyuarakan,” tambahnya.

Mengenai para kader Demokrat yang juga menjadi kepala daerah di kabupaten/kota, menurut Dasril ketokohannya baru eksis ditingkat lokal. “Ketokohan mereka baru ditingkat lokal. Ini sudah pernah dialami oleh Zulfikar, meski dia di Bungo sudah sangat populer,  tapi ketika berhadapan dengan HBA dia tidak begitu tinggi suaranya,” tandasnya.

Soal penyebab krisis kader yang siap untuk bertarung, diakuinya ini tidak hanya terjadi di Jambi saja. Kebanyakan kader partai hanya untuk menjadi anggota dewan, mencari popularitas dan mencari sesuap nasi, bukan untuk tujuan jangka panjang.

“Itu hampir disemua daerah di Indonesia mengalami hal yang sama. Partai itu pengkaderannya hanya kader-kaderan. Sehingga dalam Pemilu amat jarang sekali kader partai yang bersangkutan siap menjadi orang untuk dicalonkan,” pungkasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images