Keberadaan dodol dengan unsur beras di dalamnya merupakan salah satu wakil dari budaya agraris masyarakat Betawi tempo dulu. Dulu yang membuat dodol itu hanya untuk kalangan tertentu atau lebih di kenal dengan orang kaya.
Dodol bagi masyarakat Betawi dulu tidak hanya menyimbolkan status sosial seseorang saja, tetapi juga memiliki makna filosofis berupa kebersamaan dan silaturahim.
Lain di Jawa Timur, dodol disebut sebagai kue keranjang sebab dicetak dalam sebuah "keranjang" bolong kecil, sedangkan di beberapa daerah di Jawa Barat ada yang menyebutnya Dodol Cina untuk menunjukkan asal kue tersebut yaitu Cina, walaupun ada beberapa kalangan yang merujuk pada suku pembuatnya, yaitu orang-orang Tionghoa..
--batas--
Asal-Usul Nama Dodol
Kue keranjang atau dodol disebut juga sebagai Nian Gao (¥¹´§³¢) atau dalam dialek Hokkian Ti Kwe (§Å ¦£µ). Kue ini merupakan salah satu kue khas dan wajib perayaan tahun baru Imlek.
Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, 7 hari menjelang tahun baru Imlek dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah tahun baru Imlek).
Dipercaya pada awalnya kue ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku (§ E†¥o¥¦¬ Cau Kun Kong) agar membawa laporan yg menyenangkan kepada raja Surga (§Å½°§Å¡¡¤¸Å ¥¸ Giok Hong Siang Te).
sumber: jambi ekspres