iklan MEMPRIHATINKAN: Salah satu rumah warga di Desa Batu Sawar yang tidak tersentuh perogram bedah rumah. Insert Kades Batu Sawar Abdul Khalik, GUSNADI/JE
MEMPRIHATINKAN: Salah satu rumah warga di Desa Batu Sawar yang tidak tersentuh perogram bedah rumah. Insert Kades Batu Sawar Abdul Khalik, GUSNADI/JE

TIDAK semua warga Kabupaten Batanghari pernah mengunjungi Desa Batu Sawar. Pasalnya, selain jarak tempuhnya yang cukup jauh dari ibu kota Kabupaten Batanghari, Muarabulian, desa ini juga cukup sulit dicapai melalui jalur darat. Berikut laporan wartawan Jambi Ekspres Irva Gusnadi yang sudah pulang dari sana

_______________

MESKI  desa Batu Sawar ini jarang kedatangan tamu dari desa lain, namun hampir bisa dipastikan, semua warga Kabupaten Batanghari mengetahui adanya Desa Batu Sawar di Kecamatan Maro Sebo Ulu ini. Keterisolasiannya itu membuat nama desa ini cukup akrab di kuping masyarakat Batanghari.

Beberapa waktu lalu, wartawan koran ini (liputan Batanghari, red) bersama beberapa rekan, berkesempatan mengunjungi desa yang bisa dikatakan sangat terisolir itu.  Semua peralatan dan bekal pun dipersiapkan. Pasalnya, informasi awal menyebut,  jika cuaca cerah, jarak tempuh ke desa yang berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Merangin itu memakan waktu 4-5 jam  perjalanan dari Muara Bulian. Namun jika hujan, perjalanan bisa semakin lama, karena kondisi jalan tanah yang becek dan sangat tidak mungkin untuk dilalui via jalur darat.

Perjalanan pun dimulai. Dari Muara Bulian hingga ke Maro Sebo Ulu tepatnya hingga Simpang Sungai Rengas, perjalanan tidak ada hambatan, mengingat kondisi aspal jalan yang mulus menghitam (wajar saja, ini jalan lintas menuju Tebo dan Sumbar yang bisa ditempuh dalam waktu 1 jam lebih).

Dari Simpang Sungai Rengas, menggunakan sepeda motor, wartawan koran ini mulai menyusuri jalan aspal yang berstatus jalan kabupaten hingga sampai ke ujung Kecamatan Maro Sebo Ulu, Desa Peninjauan. Sebelum sampai di Desa Peninjauan, koran ini harus melewati beberapa desa padat penduduk yang di sis kanan dan kiri badan jalan terdapat tanaman sawit dan karet masyarakat, diselingi belukar tipis. Dari Simpang Sungai Rengas hingga ke Peninjauan memakan waktu lebih kurang 1 jam perjalanan.

Dari Desa Peninjauan ini, penulis harus menyeberang menggunakan ketek membelah Sungai Batang Tabir hingga sampai ke areal milik salah satu perusahaan yang beroperasi di kawasan ini. Pasalnya, tidak ada akses jalan darat dari Desa Peninjauan yang menghubungkan koran ini dengan Desa Batu Sawar, selain harus menyeberangi sungai.

Meski hanya beberapa menit, wartawan koran ini harus merogoh kocek ratusan ribu untuk bisa menyeberang. Mujurnya, begitu sampai di Seberang, wartawan koran ini bersama beberapa rekan media lainnya bertemu dengan salah seorang warga Desa Batu Sawar yang juga hendak pulang ke Batu Sawar.

Kalau sebelum jalan ini dibangun, kami harus lewat sungai kalau ingin ke Sungai Rengas atau ke Bulian. Ongkosnya pun mahal. Untung saja jalan ini dibangun oleh perusahaan, ujar warga tersebut yang kemudian menjadi penunjuk jalan.

Tapi kalau hujan, sebutnya, warga Batu Sawar terpaksa menggunakan jalur sungai karena jalan milik perusahaan ini tidak bisa dilewati karena masih merupakan jalan tanah.

Untung saja tidak hujan, katanya.

Setelah sekitar 1 jam lebih menyusuri jalan tanah milik perusahaan, koran ini akhirnya sampai juga di Desa Batu Sawar, satu-satunya desa di Batanghari yang cukup sulit dijangkau.

Desa ini berada di wilayah administratif  Kecamatan Muaro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari. Secara geografis, Desa dengan jumlah penduduk 800 jiwa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Tebo dan Merangin yang hanya dibatasi oleh Sungai Batang Tabir.

Puluhan rumah panggung yang berjejer di sisi jalan setapak yang sudah dicor semen menjadi pandangan pembuka bagi koran ini saat menginjakkan kaki di Desa Batu Sawar. Kondisi desa itu terlihat tidak begitu ramai namun tidak juga sepi, layaknya desa-desa lainnya yang berada di bantara Sungai Batanghari. Rumah panggung menjadi pilihan karena Desa Batu Sawar termasuk daerah yang rawan banjir.

Desa ini begitu jauh tertingga. Letaknya yang cukup jauh dari ibukota kabupaten,  membuat desa ini mengalami  ketertinggalan dalam berbagai sektor pembangunan.

Akibatnya, mayoritas masyarakat diwilayah ini masih hidup miskin dan belum merdeka.

Kades Batu Sawar, Abdul Khalik kepada koran ini mengatakan, warganya sangat berharap pemerintah segera membangun jalan resmi agar mereka bisa menuju ibukota kecamatan melalui melalui jalur darat.

"Warga baru merasakan jalan yang khususnya jalan darat itu baru selama delapan bulan ini yang kita kirimkan surat untuk PT APL yang membuatnya, selama ini kita hanya menggunakan ketek," ujarnya.

Saat ini, akses utama menuju desa tersebut  tetap hanya bisa dicapai melalui jalur air, dengan cara menyebrangi sungai Batanghari atau menyusuri Batang Tabir.

(bersambung)

 

 


Berita Terkait



add images