iklan Budi Kurniawan
Budi Kurniawan

Oleh: Budi Kurniawan *)

Perang dalam arti sebenarnya memang tidak sedang terjadi di negeri ini. Tetapi dalam beberapa hari belakangan kita mendengar bahwa presiden sebagai kepala negara telah menugaskan kekuatan militer negeri ini untuk menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat, bagaikan menyiapkan logistik untuk berperang. Pada masa perang dunia, bahan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan logistik militer. Ketahanan pangan pada masa itu (dan harusnya sepanjang masa) sangat erat kaitannya dengan ketahanan negara. Sebegitu menghawatirkankah kondisi pangan kita saat ini sehingga prajurit pun harus menjadi garda terdepan dalam menggapai swasembada pangan (baca: beras) ?

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan terkait dengan ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan di masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan distribusi, kelangkaan bahan bakar, ketidakstabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya.

Keadaan iklim yang terus berubah dan pemanasan global sangat memengaruhi produksi pangan dalam negeri. Sementara persaingan di bidang pangan untuk konsumsi merupakan faktor yang menjadi ancaman terhadap ketahanan pangan. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian produksi, seperti adanya gagal panen. Selain itu, kerawanan pangan transien pun semakin besar. Kelangkaan dan kompetisi pemanfaatan sumber daya (lahan dan air) pun terus berlanjut, mengakibatkan produksi pangan semakin sulit. Meskipun urbanisasi berlangsung cepat, lebih dari dua pertiga penduduk tinggal di pedesaan, setengahnya terdiri dari petani skala kecil yang bekerja sebagai buruh pertanian. Para petani sangat dipengaruhi kerawanan pangan karena sebagian besar petani ini juga pembeli pangan. Dengan demikian, kenaikan harga pangan secara langsung memperburuk ketahanan pangan mereka.

Fenomena tersebut terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia termasuk Jambi dan hal tersebut menyebabkan munculnya kekhawatiran akan kekurangan pangan. Ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Jambi dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,1% menjadi salah satu tantangan utama dalam permasalahan pangan. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi tidak diikuti dengan pertumbuhan pangan yang mencukupi akan menyebabkan kekhawatiran tersendiri mengenai ketersediaan pangan.

Ketahanan pangan sangat tergantung pada beberapa hal yaitu ketersediaan, distribusi, akses, pemanfaatan dan stabilitas. World Health Organization mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan adalah kemampuan memiliki sejumlah pangan yang cukup untuk kebutuhan dasar. Akses pangan adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi. Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. FAO menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.

Jika menilik hasil Survey Pendapatan Petani untuk dimensi ketersediaan pangan, terlihat bahwa 10,58 persen rumah tangga di Provinsi Jambi yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan utama tidak mempunyai cukup persediaan pangan. Rumah tangga tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan selama setahun yang lalu Bahkan 3,81 persen rumah tangga mengalami kekurangan pangan, dimana kondisi rumah tangga tidak mampu mengkonsumsi makanan sesuai kebiasaannya atau tidak mampu mempertahankan pola makan normal setiap saat selama periode setahun yang lalu dan merubah pola makan secara terpaksa. Sebanyak 24,11 persen rumah tangga merasa takut kekurangan pangan yang menunjukkan adanya rasa ketakutan akan kekurangan pangan untuk satu tahun ke depan. Proposi rumah tangga yang merasa takut akan kekurangan pangan dikalangan petani yang menjadikan subsektor tanaman pangan sebagai sumber pendapatan utama bahkan jauh lebih tinggi, mencapai 51,66 persen. Berbeda dengan petani di subsektor perkebunan (kontributor utama pertanian Jambi), rasa takut kekurangan pangan hanya melanda sekitar 18,86 persen rumah tangga.

Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin saja mencukupi, tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keberagaman pangan. Meskipun 53,22 persen rumah tangga pertanian mendiami daerah (kecamatan) yang tidak memproduksi pangan namun hanya 3,22 persen saja yang merasa kesulitan menjangkau lokasi pembelian dan hanya 19,24 persen yang menyatakan harga pembelian lebih tinggi.  Di subsektor perkebunan sebagian besar rumah tangga harus mengakses pangan dari luar daerah karena bahan pangan  tidak diproduksi di kecamatan tersebut. Ketersediaan yang cukup di suatu wilayah belum tentu menggambarkan wilayah tersebut bebas kerawanan pangan. Sebagian besar rumah tangga pertanian tidak mengalami kesulitan menjangkau lokasi pembelian pangan. Ketersediaan pangan yang cukup, lokasi pembelian yang mudah dijangkau tetapi harga pembelian pangan tinggi akan dapat menyebabkan kerawanan pangan. Indikator ini menunjukkan keterjangkauan terhadap kondisi ekonomi rumah tangga. Rumah tangga dengan kondisi ekonomi yang baik akan memudahkan mendapatkan pangan walaupun dengan harga yang tinggi. Kelompok rumah tangga terbesar yang menyatakan harga pembelian tinggi adalah kelompok rumah tangga subsektor jasa pertanian. Bagi rumah tangga yang kondisi ekonominya rendah, harga yang cukup tinggi akan menyulitkan rumah tangga untuk membeli kebutuhan hidupnya.

Dimensi pemanfaatan pangan yang dinilai oleh kecukupan asupan untuk melihat status kesehatan dan kualitas air menunjukkan keadaan yang cukup baik. Dari aspek kesehatan terlihat tidak ada balita yang kurang gizi pada rumah tangga subsektor peternakan, subsektor perikanan dan subsektor jasa pertanian. De mikian pula tidak ada balita yang meninggal karena sakit pada rumah tangga subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor jasa pertanian.

Hasil penghitungan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang didekati dengan melakukan scoring pada indikator-indikator penyusunnya, yang termasuk dalam dimensi ketersediaan pangan, dimensi keterjangkauan pangan dan dimensi pemanfaatan pangan menghasilkan nilai indeks untuk Provinsi Jambi sebesar 78,21 dan berada pada peringkat 18 dari seluruh provinsi di Indonesia. Indeks tersebut masuk dalam kriteria cukup, berarti bahwa ketahanan pangan rata-rata rumah tangga di Provinsi Jambi adalah cukup baik.

Ketahanan pangan di masing-masing kabupaten/kota juga cukup baik, bahkan dua kab/kota mendapat kriteria tinggi yang berarti ketahanan pangan di dua kabupaten/kota ini sangat baik. Dua kabupaten/kota dengan kriteria tinggi di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Kerinci dengan IKP sebesar 84,12 dan Kota Sungai Penuh dengan IKP sebesar 83,46. Sedangkan sembilan kabupaten/kota yang lain mendapat kriteria cukup, dengan kisaran IKP antara 75,40 sampai dengan 80,79 dengan IKP terendah di Kabupaten Tebo namun masih terkategori cukup baik.

Lantas mengapa petani pun masih merasa takut ? Jika petani saja takut, apatah kita yang bukan petani tidak merasa jauh lebih takut ? Terkadang kita lupa bahwa uang bukanlah segalanya ketika sesuatu yang mau kita beli tidak tersedia dipasar. Petani ataupun bukan petani, kita masih tetap butuh pangan. Mari kita nantikan hasil perjuangan para prajurit yang mengemban misi mempertahankan kedaulatan pangan. Kalo misi telah diemban pantang surut kebelakang. Lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas, demikian semboyan mereka, yang sangat membanggakan kita.

*) anggota Tim Analisis Ketahanan Pangan Provinsi  Jambi Staf pengajar/dosen luar biasa pada STISIP Nurdin Hamzah Jambi

 

 

 

 

 


Berita Terkait



add images