iklan Illustrasi
Illustrasi

Oleh : Abdurrahman Sayuti  Sekretaris

Dalam pekan ini secara serentak telah dan sedang dilaksanakan ujian nasional untuk siswa sekolah menengah atas atau sederajat di seluruh indonesia. Bukan sesuatu yang baru lagi, ujian nasional adalah agenda tahunan yang dilakukan disetiap jenjang pendidikan baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama maupun menengah atas. Pemberitaan tentang ujian nasional pun bermuncul baik terkait sebelum pelaksanaan ujian nasional, ketika ujian nasional hingga pengumuman hasil ujian nasional. Sebelum pelaksanaan ujian nasional pemberitaan yang sering muncul  adalah seperti keterlambatan datangnya soal ujian ke sekolah, soal ujian tertukar atau kekurangan soal ujian. Permasalahan itu hanya terkait teknis dan tidak sulit kemudian untuk di perbaiki. Ketika pelaksanaan ujian pemberitaan yang muncul adalah bocornya soal ujian, terlibatnya pihak sekolah atau guru dalam membantu memberikan kunci jawaban. Permasalahan ini bukan lagi hal teknis tapi sudah perbuatan yang tidak benar. Ketika pengumuman hasil ujian nasional, pemberitaan yang muncul adalah euphoria menyambut kelulusan. Bagi siswa yang lulus mereka akan merayakan dengan coret-coret,pesta dan iring-iringan yang berujung dengan tawuran antar siswa. Namun bagi siswa yang tidak lulus ujian nasional ada yang frustasi,melakukan aksi nekat hingga berujung sampai bunuh diri. Pemandangan yang sepert ini menjadi sebuah rutinitas tahunan yang dipertontonkan dan sungguh mengkhawatirkan.

Pada kesempatan ini penulis tertarik menyoroti terkait ketika pelaksanaan ujian nasional  karena ini menjadi titik awal untuk menarik benang merah permasalahan pendidikan di Indonesia hari ini. Pelaksanaan ujian nasional sering kali muncul permasalahan bahkan sudah menjadi rahasia umum seperti bocornya kunci jawaban yang disebarkan via telpon genggam, internet sampai pada kondisi adanya pihak sekolah yang membantu siswanya dengan memberikan kunci jawaban.  Permasalahan kecurangan ujian nasional seperti ini telah terstruktur, massif dan sistematis. Tidak mungkin ada kunci jawaban jika tidak terjadi kebocoran soal ujian, tidak mungkin pula ada kunci jawaban jika tidak ada yang mengerjakan soal ujian tersebut dan tentu pula yang mengerjakannya adalah orang yang berkompeten. Jika ditinjau dari aspek pidana maka perbuatan tersebut diatas adalah perbuatan melawan hukum Tidak tanggung-tanggung negara akan menjerat siapa saja melakukan kecurangan ujian nasional yakni dalam Pasal 322 KUH Pidana tentang Pembocoran Rahasia Negara, Pasal 362 KUHP tentang Pencurian, dan Pasal 480 KUHP tentang Penadah, dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Namun jika yang melakukan kecurangan tersebut adalah pihak sekolah yang notabene adalah para guru. Maka tidak hanya sanksi pidana tetapi juga sanksi etika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Berdasarkan  Pasal 20 huruf d   Undang -Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru berkewajiban menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan  kode etik serta nilai-nilai agama dan etika. Jika guru melakukan apa yang dimaksud pada pasal diatas maka sesuai dengan Pasal 77 ayat (2) Undang -Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dikenakan sanksi berupa teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak guru, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat. Sanksi yang tegas layak di berikan kepada guru yang ikut serta melakukan kecurangan saat penyelenggaraan ujian nasional.

Sanksi yang tegas terhadap pelaku kecurangan ujian nasional hanya bersifat represif dalam menyelesaikan masalah untuk waktu yang sebentar. Lebih dari pada itu pemerintah harus memperbaiki system pendidikan Indonesia dalam berbagai dimensi. Dengan kondisi yang terjadi, kecurangan ketika ujian nasional sebagai bukti  salah satu kegagalan dari dunia pendidikan, gagal dalam mengintegralkan berbagai nilai yakni, intelektual,emosional dan spiritual. Revolusi mental menjadi sebuah keharusan untuk dilakukan terhadap dunia pendidikan memperbaiki mental intelektual dari sebagai pengikut hingga harus berani berpikir diluar kotak (out of the box), memperbaiki mental emosional dengan mengedepankan penyelesaian masalah dengan arif dan bijaksana, memperbaiki mental spiritual dengan menjadikan agama sebagai solusi melakukan perbaikan dan perubahan. Jika beberapa waktu lalu Tjahjo Kumolo selaku Menteri Dalam Negeri  mengatakan bahwa IPDN adalah gerbang awal revolusi mental di birokrasi, maka sudah selayaknya seorang Anis Baswedan selaku Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah berani untuk melakukan revolusi mental terhadap dunia pendidikan di Indonesia. sebagaimana makna yang terkandung dalam revolusi itu sendiri bahwa harus dilakukan perubahan secara menyeluruh dalam waktu yang singkat. Revolusi mental terhadap para guru,siswa, tenaga pemgawas hingga infrastruktur yang layak untuk menunjang itu semua. Maka untuk menunaikan janji kemerdekaan revolusi mental pendidikan di Indonesia berada dalam kondisi harus dilakukan secepatnya agar tidak menjadi beban bagi Negara di kemudian hari.

(Penulis adalah pengurus Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM JAMBI))


Berita Terkait



add images