iklan Pemenang Guru Favorit Jambi Ekspres 2015, Ervina (Guru SMPN 7 Muaro Jambi),  saat berada di depan Shanghai Community International School.
Pemenang Guru Favorit Jambi Ekspres 2015, Ervina (Guru SMPN 7 Muaro Jambi), saat berada di depan Shanghai Community International School.

SEPULUH orang pemenang Guru Favorit Jambi Ekspres 2015, termasuk penulis,  12 Oktober 2015 lalu akhirnya menginjakkan kaki di Tiongkok, sebuah negara yang berada di kawasan Asia Timur. Di Tiongkok, sekolah pertama yang dikunjungi adalah Shanghai Community International School(SCIS), Pepatahyangmengatakan Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China agaknya cukup benar adanya kala penulis mengunjungi salah satu sekolah yang cukup terkenal di Tiongkok, Shanghai Community International School (SCIS).

Ervina, M.Pd, Shanghai

Sekolah ini merupakan salah satu sekolah Internasional yang beralamat di Puxi District: 1161 Hongqiao Road, Shanghai.

Dari segi arsitektur bangunan, sekolah ini berdiri cukup megah, tepat di jantung Kota Sganghai. Terdiri dari beberapa bangunan bertingkat serta lapangan olah raga yang cukup luas dan representatif.

Saat penulis dan rombongan memasuki sekolah tersebut, dua orang security berseragam lengkap sudah terlihat berdiri di depan pintu pagar utama. Kedatangan kami sepertinya sudah ditunggu, buktinya, tidak butuh waktu lama, rombongan kemudian dipersilakan masuk ke area sekolah.

Beberapa saat setelah melangkah ke halaman sekolah, kami melihat puluhan tiang yang dihiasi oleh bendera-bendera dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Merah Putih berkibar dengan gagahnya, tentu ini pemandangan yang cukup menyenangkan bagi kita orang Indonesia.

Ya, Shanghai Community International School merupakan sekolah international yang siswa siswinya terdiri dari anak-anak yang berasal dari berbagai negara di seluruh belahan dunia. Totalnya ada 1700 siswa dari 60 negara.

Kami pun beranjak memasuki ruang pertemuan yang telah disiapkan oleh pihak sekolah. Dan ternyata kejutan tidak hanya sampai di situ. Kami disambut oleh seseorang yang bernama Jason, seorang pria yang berperawakan seperti masyarakat China umumnya, namun sangat fasih berbahasa Indonesia. Ternyata Mr. Jason adalah salah seorang staff Tata Usaha di Shanghai Community International School yang berasal dari Bogor, Indonesia. Jason sudah cukup lama bekerja disana, dan telah menetap di Shanghai selama beberapa waktu.

Keberadaan Jason tentu saja sangat membantu guru- guru favorit Jambi Ekspress beserta pendamping dari Dinas Pendidikan Provinsi Jambi untuk menggali lebih dalam mengenai berbagai informasi serta keunggulan dari sekolah ini. Mr. Jason menjelaskan bahwa sekolah ini mulai berdiri pada tahun 1996. Siswanya mulai dari SD kelas 2- 6, SMP kelas 7-9, dan SMA kelas 10-12. Mereka semua berada berada di lingkungan yang sama, hanya berbeda gedung saja. Sedangkan kelas 1 SD bergabung dengan TK yang berada di lokasi sekolah yang lain.

Kami terpana ketika menyadari betapa lengkap fasilitas yang ditawarkan oleh sekolah ini. Setiap siswa dipinjamkan satu buah laptop lengkap beserta seluruh buku-bukunya. Kami pun diajak berkeliling untuk melihat bagaimana lingkungan kelas dan bagaimana siswa belajar.

Namun sayangnya,  kami tidak diizinkan masuk untuk wawancara dan mengambil gambar karena khawatir dapat mengganggu konsentrasi siswa yang sedang belajar. Sehingga kami hanya dapat mengamati melalui celah pintu yang transparan.

Tetapi saat kami melewati salah satu kelas, seorang guru bule tiba-tiba keluar dan menyapa serta mempersilahkan kami masuk ke dalam kelasnya. Ia pun kembali mengajar seperti biasa. Kesempatan ini kami manfaatkan untuk melihat lebih dekat apa yang sedang dilakukan oleh siswa kelas IV ini dan bagaimana guru tersebut mengajar. Kami sama sekali tidak melihat sang guru ceramah di depan kelas.

Gurunya hanya memberikan sedikit pengarahan kemudian siswa sibuk masing-masing didalam kelompoknya mengerjakan projek menggambar dan mewarnai peta dunia berdasarkan gambar yang mereka lihat pada laptop. Ukuran kertas gambar yang cukup besar memungkinkan mereka bertiga bekerja dalam kelompok secara bersama-sama. Mr. Jason pun menjelaskan bahwa Shanghai Community International School memang menekankan pada pembelajaran yang sifatnya praktek dibandingkan teori. Jika dipersentasekan maka 60% pembelajaran praktek dan hanya 40% teori.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan melalui koridor sekolah yang cukup panjang. Terdapat banyak sekali hasil karya siswa yang tergantung di dinding koridor. Semua tertata rapi dan berisi tulisan-tulisan tangan serta gambar hasil karya siswa. Kamipun bertanya-tanya, apakah tidak ada siswa yang usil mengganggu dan merusak karya-karya ini. Mr. Jason pun menjelaskan bahwa setiap sudut sekolah dilengkapi oleh kamera CCTV. Sehingga siswa tidak berani merusak atau melakukan pelanggaran karena diawal masuk sekolah siswa telah ditekankan bahwa jika melakukan kesalahan, sekolah hanya akan mentolerir sebanyak dua kali. Jika terjadi yang ketiga kalinya, siswa akan langsung diberhentikan dari sekolah. Agaknya cara ini cukup efektif diberlakukan di sekolah ini.

Kami pun melanjutkan perjalanan menuju lantai atas untuk melihat kantin sekolah. Ternyata kantinnya tidak seluas yang dibayangkan, tetapi mampu menampung jumlah siswa yang begitu banyak. Rupanya sekolah menerapkan jam istirahat yang berbeda untuk beberapa tingkatan kelas, sehingga kantin dapat dipakai secara bergiliran. Cara yang cukup efektif untuk siswa dengan jumlah yang lumayan banyak.

Selanjutnya kami terus naik kelantai atas dan memasuki area olah raga. Terdapat kurang lebih sekitar 20 orang siswa yang sedang latihan basket bersama guru mereka. Tampak siswa dari berbagai ras ada disana sedang berlatih. Namun anehnya tidak ada masyarakat pribumi China disana, sebagian besar di dominasi oleh wajah-wajah bule dan latin. Ternyata Shanghai Community International School memang hanya diperuntukkan bagi anak-anak yang berasal dari negara lain. Ada siswa keturunan Indonesia Perancis, ada juga yang berasal dari Singapore, Eropa dan Amerika. Sehingga semua siswa disini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Dan betapa senangnya kami bertemu dengan dua orang siswa keturunan Indonesia yang ternyata cukup fasih berbahasa Indonesia.

Perjalanan kami berikutnya menuju ke ruang seni dan teater. Ruangan-ruangan ini menempati satu gedung khusus untuk pertunjukan seni dan teater. Sayup-sayup kami mendengar suara alat musik yang mendayu keluar dari salah satu ruangan saat pintunya dibuka oleh Mr. Jason. Alangkah takjubnya kami menyaksikan dibawah sana melewati hamparan kursi-kursi yang bersusun seperti di gedung bioskop, para siswa siswi dari kelas 11 sedang memainkan berbagai alat musik orkestra yang terdengar begitu merdu dan indah. Kami terdiam menyaksikan siswa siswi ini memainkan alat musik bak pemain profesional yang bagaikan dipandu oleh komposer Addie MS. (bersambung)


Berita Terkait



add images