MENGINJAKKAN kaki dan berdiskusi di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kota Shanghai, Tiongkok, tidak pernah terbayang sama sekali di benak Saya. Berangan-angan pun tidak. Namun 12 Oktober 2015, itu semua terjadi. Bersama rombongan pemenang Guru Favorit Jambi Ekspres, kami bertandang ke KJRI di Shanghai, bahkan, kami dijamu makan malam di sebuah restoran khas Indonesia di kota terbesar di Tiongkok itu.
Pirdinal, S.Pd, Shanghai
12Oktober 2015 adalah hari pertama kami (para pemenang Guru Favorit Jambi Ekspres 2015, red) memulai study tour di beberapa kota di Tiongkok.
Rasa lelah selama lebih dari 8 bulan mengikuti seluruh tahapan seleksi Guru Favorit yang dilaksanakan oleh Jambi Ekspres, serasa hilang seketika saat pesawat Garuda Indonesia yang membawa kami landing di Pudong International Airport Shanghai. Kepenatan 6,5 jam terbang dari Jakarta pun hilang tak bersisa. Kami landing tepat pada pukul 7 waktu setempat, atau 1 jam lebih cepat dari Waktu Indonesia Barat (WIB).
Kota Shanghai adalah kota pertama yang kami kunjungi (rutenya, Jambi-Palembang-Jakarta-Shanghai-Suzhou-Hangzhou-Beijing-Denpasar-Jakarta-Palembang-Jambi). Di Kota ini, destinasi utama kami adalah berkunjung ke KJRI dan Shanghai Community International School (SCIS) serta beberapa tempat wisata edukasi lainnya.
Udara pagi yang dingin menusuk tulang menyambut kedatangan kami. Seorang guide local yang akan menemani kami selama di Shanghai, Zhuzhu sudah standby di terminal kedatangan internasional Pudang Airport. Kami pun kemudian bergerak ke luar dari bandara, dan langsung breakfast di salah satu restoran yang berada tidak jauh dari bandara.
Menunya cukup banyak, silakan dicicipi, ujar Zhuzhu.
Setelah kami sarapan pagi di restauran tersebut, kami melanjutkan perjalanan perdana kami ke sebuah tempat wisata terkenal di Kota Shanghai yaitu Second Ball/TV Towwer yang berada di kawasan Shanghai Baru.
Shanghai begitu maju dan elegan. Di sepanjang perjalanan dari bandara menuju TV Towwer, membuat mata terbelalak. Kendaraan begitu tertib, tidak ada kemacetan, padahal penduduk Kota Shanghai mencapai angka 24 juta jiwa lebih, yang konon katanya merupakan kota terpadat di dunia.
Jadi para pekerja itu menggunakan line bawah tanah, sehingga walau pun penduduknya padat tidak terjadi kemacetan di jalanan, jelas Zhuzhu.
Dari berbagai referensi, perkembangan kota ini dalam beberapa dekade terakhir telah membuatnya menjadi pusat ekonomi, perdagangan, finansial dan komunikasi terpenting di Tiongkok. Shanghai juga merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia.
Secara administratif, Shanghai adalah salah satu dari empat kotamadya Tiongkok, yang mempunyai status provinsi.
Di TV Tower yang tingginya 400 meter lebih, kami leluasa melihat dengan jelas kepadatan Kota Shanghai. Kami hanya diperbolehkan sampai di ketinggian 259 meter, namun dari ketinggian itu, kami bisa melihat dengan jelas sebuah sungai yang memisahkan antara Shanghai Lama dan Shanghai Baru.
Uniknya lagi dan yang membuat bulu roma merinding, di ketinggian 259 meter, kami berdiri di atas lantai kaca transparan sehingga seluruh aktivitas di jalanan kota terlihat jelas.
Setelah melakukan wisata edukasi, malamnya, baad Magrib, kami sudah ditunggu di KJRI yang berkantor di West Yanan Road, No.2299 Changning District, Shanghai Mart Building Room No. 1607-1608.
Wilayah akreditasi KJRI Shanghai meliputi kota Shanghai, serta Provinsi Jiangsu dan Zhejiang.
Di lantai 8 kompek KJRI, kami sudah ditunggu oleh Konsul Jendral RI Kenssy D Ekaningsih bersama Konsul Arif Gunawan. Diskusi hangat terjadi di ruangan tersebut. Saking enaknya berdiskusi, jadwal kami molor hingga 1 jam lebih.
Saya suka batik, batiknya cukup bagus, ujar Kenssy memuji batik khas Tanjab Barat yang dikenakan oleh rombongan guru favorit Jambi Ekspres. Diskusi pun kemudian berjalan hangat. Mulai dari masalah pendidikan di Indonesia, sampai kepada masalah-masalah budaya dan ekonomi. Ibu Kenssy terlihat begitu senang dan antusias menyambut kedatangan kami.
Saya juga ada rencana membuka sekolah khusus untuk anak usia dini setelah Saya pensiun, ujar wanita asli Yogyakarta itu.
Saking senangnya dengan batik, Kenssy sampai bercerita bahwa Negara luar, termasuk Tiongkok, ada yang mengklaim batik berasal dari daerah mereka, namun itu tidak benar.
Batik itu memang hak paten orang Indonesia, tiak ada negara lain yang bisa mengklaim batik itu bukan buatan indonesia, sebut wanita yang sudah bertugas di sejumlah negara itu.
Setelah selesai berdiskusi, kami pun kemudian dijamu di salah satu restoran khas Indonesia di Shanghai, Bali BiStro Restouran.
Di restoran ini, semua masakan ala Indonesia. Mulai dari soto, bakwan, sop, pecal, sate dan beberapa makanan lainnya.
Ini bumbu-bumbunya dari Indonesia lho, ujar Arif Gunawan, Minister Counsellor yang sudah 20 tahun lebih di Tiongkok.
Menurut Arif, KJRI Shanghai sering menjamu tamu-tamu dari Indonesia di restoran ini. Semuanya nuansa Indonesia, pungkasnya. (bersambung)