iklan Ilustrasi
Ilustrasi

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tebo,  Arif, bendahara pengeluaran Afrizal, bendahara pembantu Hermanto dan Herli Dedi,  pengawas lapangan menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jambi, Senin lalu (14/12).

Keempatnya menjadi saksi bagi Joko Pariadi, terdakwa kasus dugaan korupsi pekerjaan Paket 10 (Pengaspalan Jalan Pal 12 Jalan 21) Multiyears dan Paket 11 (Pengaspalan Jalan Muara Niro Muara Tabun) di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tebo Tahun Anggaran 2013 2015.

Kepada majelis hakim, yang diketuai I Wayan Sukradana, saksi Herli Dedi, pengawas lapangan proyek paket 11 mengakui, jika kualitas aspal memang tak pernah diuji dengan tes labor. Dia beralasan, karena di Kabupaten Tebo tak ada labor uji kualitas aspal.

Tak ada labor disana. Tak pernah dilakukan, katanya.

Kenapa tak dilakukan, itu kan syaratnya?, kata majelis hakim lagi yang tak bisa dijawab oleh saksi. Dia mengatakan, di lapangan, tugasnya hanya mengecek volume kuantitas pekerjaan. Tak mengecek kualitas, sebutnya.

Dia juga mengaku, sebagai pengawas lapangan, dia tak pernah diberikan arahan untuk mengawasi komposisi aspal. Hanya lebar dan panjang. Aspalnya dipesan dimana tak tahu, ungkapnya.

Herli Dedi menyebut, untuk paket 11, proyek dikerjakan olah PT Bunga Tanjung Raya. Yang menyediakan aspal tak tahu saya. Saya melakukan pengawasan pengamparan aspal saja, katanya.

Sementara itu, saksi Arif menyatakan, pada 2 paket proyek ini kapasitasnya adalah sebagai PA yang bertugas untuk melakukan pengawasan. "Setahu saya, setelah berakhir masa kontrak, proyek sesuai dengan spek," katanya.

Meski kapasitasnya sebagai PA, namun saksi mengatakan jika Kuasa Pengguna Anggaran  (KPA) dan PPK kegiatan adalah terdakwa Joko Pariadi,  yang ditunjuk melalui SK Bupati atas usulan kepala dinas.
"Dipa anggaran pada paket  10 sebesar Rp 60 milyar, namun nilai kontraknya Rp 56 milyar, sementara untuk paket 11 Dipanya Rp 30 M dengan nilai kontrak Rp 28 M," jelas saksi.

Namun dari semua nilai kontrak, belum semua dicairkan. Pada paket 10 masih ada sisa dana sebesar Rp 2,8 milyar dan Paket 11 sebesar Rp 5 milyar. "Pekerjaan Paket 10 sudah dilakukan serah terima, paket 11 belum dilakukan serah terimanya," ujarnya.

Dalam pekerjaan itu sendiri, ada dua kontrak yang disebutnya sebagai kontrak induk dan anak kontrak. Majelis hakim mempertanyakan kontrak induk dan anak kontrak itu. Arif menjelaskan, kontrak induk adalah kontrak pertama.

Kontrak induk yang pertama diteken Bupati, Ketua DPRD dan kontraktor di tahun 2013 terkait perjanjian kerjasama. Anak kontrak sesuai DIPA di setiap tahun, jelas Arif.

Sementara hakim anggota, Sri, mempertanyakan kepada Saksi Arif apakah dirinya pernah bertemu dengan Direktur PT Rimbo Peraduan yang melakukan salah satu pekerjaan jalan itu sebelum lelang proyek. Kepada majelis hakim, saksi Arif mengaku pernah.

Pernah sebelum pelelangan. Dia ada kerjaan pipa di lokasi itu sebelumnya, dia koordinasi soal itu, katanya.

Siapa nama Direkturnya, tanya majelis. Aji Saryono. Dia datang koordinasi, jawabnya.

Apakah ada membicarakan soal proyek pengaspalan jalan ini?, tanyanya lagi. Soal ini, Arif mengaku, Direktur PT Rimbo Peraduan tersebut memang ada menanyakan apakah pihaknya boleh mengikuti lelang proyek pengaspalan itu atau tidak. Dia tanya boleh tidak dia ikut proyek itu. Ya saya jawab boleh saja ikut lelang menawarkan, jelasnya.

Katanya ada pengusaha Tebo yang mau kerjasama dengan dia, apa benar?, tanya hakim lagi. Saya tak tahu, sebutnya. (wsn)

 


Berita Terkait



add images