iklan Sultan Thaha Saifuddin.
Sultan Thaha Saifuddin.

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI - Sultan Thaha Saifuddin adalah Pahlawan Nasional yang dikukuhkan melalui Keputusan Presiden RI No.079/TK/Tahun 1977, tanggal 24 Oktober 1977. Penganugerahan gelar tersebut sebagai penghargaan atas tindak kepahlawanannya dalam membela bangsa dan Negara.

PENGHARGAAN itu memang layak, karena masa perjuangan pahlawan Sultan menentang penjajah Belanda berlangsung lama, yaitu 46 tahun (1858-1904). Ia lahir pada tahun 1816 di lingkungan istana Tanah Pilih Kampung Gedang anak dari Sultan Fachruddin.

BACA JUGA : 48 Tahun Sultan Thaha Berperang Bebaskan Jambi, Berkali-kali Gagal Berunding dengan Belanda

Sultan Taha adalah anak raja Jambi pada waktu itu. Ayahnya meninggal langsung digantikan sementara oleh Pamannya. Kemudian saat Pamannya meninggal pada tahun 1855, ia pun kemudian diangkat menjadi raja menggantikan Pamannya. Kata Junaidi T Noor, Budayawan Jambi.

Disebutkannya, dalam perjuangannya, Sultan Thaha ditopang oleh kemampuan strategis dan manajerial yang mumpuni. Dimana kemampuan mendayagunakan sumber daya perangkat perang atau pasukan. Selain itu, Sultan Thaha juga didukung lingkungan masyarakat di kantong-kantong perlawanan. Kekuatan pemukul pada serangan tiba-tiba atau penghadangan pasukan Sultan terhadap pasukan dan patroli Belanda. Selain kemampuan hit and run, juga dukungan kemampuan strategi dari mata-mata intelijen dan analisis kekuatan sendiri maupun lawan.

"Pengejaran Belanda terhadap mobilitas kedudukan Sultan Thaha sebagai pemimpin besar pasukan Fisabilillah dapat dideteksi Belanda sejak dikuasainya Muaro Tembesi di tahun 1901," terangnya.

Terlepas dari legenda adanya tunggangan (kendaraan) dalam wujud dua ekor harimau peliharaan, Sultan Thaha menunjukkan kemampuannya sebagai seorang Panglima. Selain, pemimpin perang gerilya dengan strateginya yang terkenal, juga kemampuan diplomasi. Perundingan tersebut sebenarnya merupakan wahana lobi menekan Sultan untuk takluk dan diikat oleh perjanjian. (azz)


Berita Terkait