JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Media sosial juga bisa memberikan efek negatif. Terutama yang digunakan untuk melakukan kampanye hitam di pilkada serentak 2017.
Penggunaan media sosial harus dilakukan dengan bijak. Butuh kerja keras untuk mengantisipasi kampanye hitam di media sosial.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, jika ada akun media sosial tertentu yang melakukan kampanye hitam akan ditindak tegas. Menurut Ferry, selain ditegur, akun itu harus dihapus alias tidak boleh dipergunakan lagi.
"Itu memang betul-betul kami ingatkan kepada tim kampanye agar jangan sampai kampanye melanggar larangan. Kalau dilanggar tidak hanya ditegur tapi akan dicoret," kata Ferry saat dialog pentas pilkada bertajuk Pembentukan Opini Melalui Media Sosial dan Survei yang digelar Sindotrijaya FM, di gedung MNC, Jakarta, Senin (26/9).
Ferry Kurnia menambahkan, ketika akun tertentu melakukan hal dilarang dalam aktivitas kampanye, misalnya mempersoalkan dasar negara, UUD 45, menghina, menghasut, mengadu domba, membuat masyarakat bertikai dan memprovokasi harus ditindak secara hukum.
"Itu masuk delik aduan. Kalau sudah pidana, maka harus ditindaklanjuti upaya hukum," ujarnya.
Ketua lembaga Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan, belum tentu yang melakukan kampanye hitam itu dari pihak lawan.
Bisa jadi, ujar dia, yang melakukan kampanye hitam itu justru dari tim sendiri. Tujuannya, agar sang calon yang diusung terkesan disia-siakan, dizalimi, dan difitnah sehingga ada yang berempati dan mengasihani.
"Itu bisa jadi kawan yang menyamar jadi lawan," ujarnya di kesempatan itu.
Menurut dia, di dalam akun anonim atau akun robot misalnya, tidak ada yang bisa memastikan apakah itu dari pihak lawan atau kawan. "Bisa jadi itu memang benar lawan, atau bisa jadi itu kawan yang menyamar menjadi kawan," ungkap Pratama.
Memang, ujar dia, ada beberapa sistem yang bisa melakukan tracking terhadap beberapa media sosial. Baik itu ketika akun yang digunakan menggunakan perangkat yang mengaktifkan global positioning system maupun tidak. "Namun, ketika ditracking mereka bisa mengakalinya," kata dia.
Pratama juga menjelaskan, kadang 1000 komen yang muncul di media sosial, belum tentu juga ditulis oleh orang dengan jumlah yang sama. "Bisa saja yang nulis itu hanya dua atau tiga orang untuk menebar isu. Itu harus dicek juga," katanya.
Anggota Komisi II DPR Ahmad Baidowi mengatakan, menelusuri hal-hal berkaitan dengan media sosial butuh kerja keras. Bawaslu, KPU harus bekerja sama dengan pihak lain, seperti kepolisian dan penegak hukum terpadu. "Untuk IT pengawasan tidak bisa biasa saja, harus dengan kemajuan IT juga," kata dia di kesempatan itu.
Yang jelas, dia mengingatkan, ketika ada informasi negatif maupun kampanye hitam yang dikeluarkan akun anonim, kemudian disebarluaskan oleh pemilik akun lainnya maka bisa dikenakan sanksi.
"Akun anonim dan orang yang menyebarluaskan itu bisa kena. Kan bisa ditelusuri. Ketika seseorang secara sadar menyebarluaskan informasi kebohongan, fitnah, menghasut bisa kena UU Pilkada bahkan UU ITE," kata dia. (boy/jpnn)
Sumber: www.jpnn.com